Definisi
Difteri
adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas
dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat
menimbulkan gejala umum dan lokal.
Epidemiologi
Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri,Pertusis,
Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebabkematian
anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan1,7 juta
kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I.
Etiologi
Disebabkan
oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat
polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan langsung
dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan
palisade, bentuk L atau V, atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf
cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam media sederhana, tetapi lebih baik
dalam media yang mengandung K-tellurit atau media Loeffler
Pada
membran mukosa manusia C.diphteriae dapat hidup bersama-sama dengan
kuman diphteroid saprofit yang mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk
membedakan kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi
glikogen, kanji,glukosa, maltosa dan sukrosa.
Basil
ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti: medium Loeffler, medium
tellurite, medium fermen glukosa, dan Tindale agar. Pada medium Loeffler,
basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni yang kecil, glanular,
berwarna hitam, dan dilingkari warna abu-abu coklat.
Patofisiologi
Gejala
klinis penyakit difteri ini adalah panas lebih dari 38 °C, ada pseudomembrane
bisa di faring, laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher membengkak
seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher.
Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yang
sakit waktu menelan harus diperiksa faring dan tonsilnya apakah ada
psedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih keabu-abuan disekitarnya,
walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen) berupa apusan
tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.
Gejala
diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang
diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan kelenjar
getah bening di leher sering terjadi. (Ditjen P2PL Depkes,2003)
Masa
tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala klinis dapat
dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang
terkena. Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat
nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita sangatlemah sekali.
Gejala
ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagian yang terkena
seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan sesak dan strides,
sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena
seperti iniokorditis paralysis jaringan saraf atau nefritis.
Biasanya
bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut
atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung,
hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara
(laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan
terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri
ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh,
bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah
dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan
saraf.
• Toksin
biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan. Penderita
mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin. Antara
minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan
dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai. Kerusakan pada
otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama minggu pertama sampai
minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun,
kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian
mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama
berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang
difteri juga menyerang kulit.
Pada
serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang
terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat
amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan
berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di
bawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara atau
secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak
mengalami kesulitan bernafas.
Berdasarkan
gejala dan ditemukannya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tak jarang
dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan dibuat biakan di
laboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat
penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. .(Ditjen P2PL Depkes,2003)
Manifestasi Klinis
1.
Pemberian antitoksin: Setelah
dokter memastikan diagnosa awal difteri, anak yang terinfeksi atau orang dewasa
harus menerima suatu antitoksin. Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah
atau otot untuk menetralkan toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam
tubuh.
Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.
Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.
2.
Antibiotik: Difteri
juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin.
Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan membersihkan infeksi.
Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi difteri dianjurkan untuk mnjalani
perawatan di rumah sakit untuk perawatan.
Mereka
mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar
dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan imunisasi
penyakit ini.
Pencegahan
Penyakit ini tidak hanya dapat
diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri biasanya
dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang dikenal sebagai
vaksin difteri, tetanus dan pertusis.
Versi terbaru dari vaksin ini
dikenal sebagai vaksin DTaP untuk anak-anak dan vaksin Tdap untuk remaja dan
dewasa. Pemberian vaksinasi sudah dapat dilakukan saat masih bayi dengan lima
tahapan yakni, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-18 bulan dan 4-6 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar