1.
Definisi
Luka bakar
adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh panas pada suhu
tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh system metabolisme. Luka bakar
dapat disebabkan oleh ledakan, aliran listrik, api , zat kimia, uap panas,
minyak panas, matahari, dan sebagainya.
Luka bakar
dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan
fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah
kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan
2. Klasifikasi
Luka Bakar
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan :
1.
Kedalaman pengaruh panas
terhadap tubuh, dikenal dengan “Derajat Luka Bakar”
a.
Derajat I adalah Derajat I
Pajanan hanya merusak
epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk dapat melakukan
regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh
secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan
nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.
b. Derajat II adalah Lesi melibatkan epidermis
dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa
menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel
basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang
berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas
dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul
edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang
menjadi full-thickness burn atau luka
bakar derajat III.
c. Derajat III adalah Mengenai seluruh lapisan
kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada
keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi
sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan
cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak
intak.
2.
Luasnya permukaan tubuh yang
terkena pengaruh panas
Semakin
luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
·
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka
bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
·
Rumus 9 atau rule of nine untuk
orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan
leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas
atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan
kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
3. PEMBAGIAN
LUKA BAKAR
1.Luka bakar berat (major
burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien
berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III >
25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c.Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan
perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera
inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
e.Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g.Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2.Luka bakar sedang (moderate
burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia
< 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada
anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3.Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan
usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala
usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
4. FASE
PADA LUKA BAKAR
Dalam
perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya
eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan
sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini
merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama
dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini
berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah
yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau
struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
Pembagian
zona kerusakan jaringan:
1.
Zona
koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah
yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh cedera
termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat
setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2.
Zona
statis
Merupakan daerah
yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam
pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3.
Zona
hiperemi
Merupakan daerah di
luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan
reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga
dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan
zona pertama.
5. Menangani
Korban Luka Bakar
Pertama penderita diinfus sebagai pengganti
cairan tubuh yang banyak terbuang, setelah masa kritis lewat, setiap hari luka
dibersihkan secara teratur. Faktor gizi juga sangat berperan, karena penderita
luka bakar telah banyak kehilangan protein. Sekitar 3-4 hari sesudah perawatan,
kulit yang mati harus diangkat. Dan yang paling penting harus dijaga untuk
selalu steril karena kulit dalam keadaan ‘terbuka’ sangat rentan terhadap
infeksi. Penderita luka bakar yang terlambat mendapat cairan pengganti atau
mengalami infeksi setelah perawatan, tak jarang dapat meninggal.
6.
Pelayanan Gizi Pada Luka Bakar
a. Tujuan Diet Luka Bakar
Tujuan diet luka bakar adalah untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terjadinya gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal
selama proses penyembuhan, dengan cara :
1.
Mengusahakan dan mempecepat penyembuhan jaringan yang
rusak
2.
Mencegah terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatif
3.
Memperkecil terjadinya hiperglikemia dan
hipergliseridemia.
4.
Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi
mikro.
b.
Syarat Diet pada Luka Bakar
Syarat-syarat diet luka bakar adalah:
1. Memberikan
makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau Nutrisi Enteral Dini (NED).
2. Kebutuhan
energy dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas luka bakar
Luka Bakar (%)
|
Kebutuhan Energi (kkal)
|
<10
|
1,2 x AMB
|
11-20
|
1,3 x AMB
|
21-30
|
1,5 x AMB
|
31-50
|
1,8 x AMB
|
>50
|
2,0 x AMB
|
3. Protein
tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total.
4. Lemak
sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total. Pemberian lemak yang tinggi
menyebabkan penundaan respon kekebalan sehingga pasien lebih mudah terkena
infeksi.
5. Karbohidrat
sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total.
6. Vitamin
diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, untuk membantu
mempercepat penyembuhan. Vitamin umumnya ditambahkan dalam bentuk suplemen.
Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut:
a. Vitamin A
minimal 2 kali AKG
b. Vitamin B
minimal 2 kali AKG
c. Vitamin C
minimal 2 kali AKG
d. Vitamin E 200 SI
7. Mineral
tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan
magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk suplemen.
8. Cairan
tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara
intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti
cairan yang hilang agar tidak terjadi shock.
c. Jenis Diet
dan Indikasi Pemberian
1. Diet Luka
Bakar I
Diet Luka Bakar I diberikan pada pasien luka bakar berupa cairan Air Gula
Garam Soda (AGGS) dan Makanan Cair Penuh dengan pengaturan sebagai berikut :
a. 0-8 jam
pertama sampai residu lambung kosong diberi AGGS dan Makanan Cair Penuh ½
kkal/ml, dengan cara drip (tetes) dengan kecepatan 50 ml/jam.
b. 8-16 jam
kemudian, jumlah energi per ml ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan
yang sama.
c. 16-24 jam
kemudian, apabila tidak kembung dan muntah, energi ditingkatkan menjadi 1
kkal/ml dengan kecepatan 50-75 ml/menit. Diatas 24 jam bila tidak ada keluhan
kecepatan pemberian makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/menit.
d. Apabila ada
keluhan kembung dan mual, AAGS dan Makanan Cair Penuh diberikan dalam keadaan
dingin. Apabila muntah, pemberian makanan dihentikan selama 2 jam.
Komposisi AGGS adalah :
1. Air 200 ml
2. Gula/sirup
25 gr / 30 ml
3. Garam dapur
2 gr / 2 bks
4. Soda kue 1 g
/ 1 bks
2. Diet Luka
Bakar II
Diet Luka Bakar II merupakan perpindahan dari Diet Luka Bakar I, yaitu
diberikan segera setelah pasien mampu menerima cairan AGGS dan Makanan Cair
Penuh dengan nilai energi 1 kkal/ml, serta sirkulasi cairan tubuh normal.
Cara pemberiannya sebagai berikut :
a. Bentuk
makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat berbentuk cair, saring,
lumat, lunak, atau biasa.
b. CairanAGGS,
tidak terbatas.
c. Bila
diberikan dalam bentuk cair, frekuensi pemberian 8 kali sehari. Volume setiap
kali pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien, maksimal
300 ml.
d. Bila
diberikan dalam bentuk saring, frekuensi pemberian 3-4 kali sehari dan dapat
dikombinasikan dengan Makanan Cair Penuh untuk memenuhi kebutuhan gizi.
e. Bila
diberikan dalam bentuk lunak atau biasa, frekuensi pemberian disesuaikan dengan
kemampuan pasien sehingga asupan zat gizi terpenuhi.
d. Preskripsi Diet (Penetapan Diet)
1. Pemberian
makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran darah ke saluran
cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan diserap
seperti larutan hidrat arang (maltodextrin)
2. Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti :
a. Ikan sebagai
sumber protein hewani,
b. Tahu atau
tempe sebagai sumber protein nabati
c. Sayur dan
buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam, lobak, pepaaya,dll
3. Pemberian
susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan untuk memberikan
glutamin dan arginin yang banyak terdapat di dalam produk kacang-kacangan,
khususnya kacang merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin A dan asam lemak
omega 3 dapat pula diberikan sementara minyak zaitun yang merupakan sumber asam
lemak omega 9 dapat pula dimakan mentah sebagai campuran susu atau formula
enteralnya.
4. Gunakan susu
skim untuk menambah kandungan protein dalam sereal, sup, dll. Jangan gunakan
santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan karena santan terutama yang
kental kaya akan asam lemak jenuh.
5. Minum banyak
air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air mineral setiap 2 hingga 3
jam sekali dan minum setiap kali terbangun untuk buang air kecil pada malam
hari.
6. Untuk
menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau pembedahan,
kepada pasien dapat dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi sering.
e. Bahan
Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
a. Bahan
makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan makanan sumber energi dan protein
seperi susu, telur, daging, ayam, dan keju, serta gula pasir, dan sirup.
b. Bahan
makanan yang tidak dianjurkan yaitu bahan makanan hiperalergik seperti udang.
Instalasi Gizi PERJAN RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien
Indonesia. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Disusun Oleh:
Adnan
Rachman
Aprilia
Eka Pratiwi
Dwi
Firda Ilyana
Faradina
0 komentar:
Posting Komentar