1.1 Pengertian Fraktur
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer &
Bare, 2000). Fraktur merupakan setiap retak atau patah pada tulang yang utuh
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki
dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI, 1995).
Fraktur
dapat terjadi pada semua tingkat umur. Yang beresiko tinggi
terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang
membutuhkan kesimbangan, masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko
tinggi (tukang besi, supir, pembalap mobil, orang dengan penyakit degeneratif
atau neoplasma) (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
1.2 Penyebab Terjadinya Fraktur
1. Peristiwa
Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan
langsung
Kekerasan
langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan.
Misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di
tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan
tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan.
Contohnya seseorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah adalah
tulang tumit dan terjadi pula patah tulang pada tibia, serta kemungkinan pula
patah tulang paha dan tulang belakang.
c) Kekerasan
akibat tarikan otot
Kekerasan
tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat
tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang patella dan
olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
2. Peristiwa
Patologis
a) Kelelahan
atau stres fraktur
Fraktur
ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang – ulang pada
suatu daerah tulang atau dengan menambah tingkat aktivitas yang lebih berat
dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan
tekanan pada tempat yang sama, serta peningkatan beban secara tiba – tiba pada
suatu daerah tulang dapat terjadi retak tulang.
b) Kelemahan
Tulang
Fraktur
dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang akibat
penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor
pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan
terjadi fraktur.
1.3 Jenis-Jenis Fraktur
1. Berdasarkan
hubungan tulang dengan jaringan disekitar
a) Fraktur
tertutup, tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b) Fraktur
terbuka, terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan di kulit.
a) Transversal
adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
atau bentuknya melintang dari tulang.
b) Spiral
adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul pada alat gerak.
Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak
dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
(f) Greenstick
adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks
tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering
terjadi pada anak – anak.
g) Fraktur
Impaksi adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya.
h) Fraktur
Fissura adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,
fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
3. Berdasarkan
lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang
merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada
sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat
terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi
karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga.
3.4 Penatalaksanaan Fraktur
1.
Penatalaksanaan secara umum
Fraktur
biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada
masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan
bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan
yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2.
Penatalaksanaan kedaruratan
Segera
setelah Cedera, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh yang fraktur sebelum
pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga di
atas dan di bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri
sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai
sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang
Daerah
yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang
memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang
ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama,
dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang
cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau
lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus
dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada
fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada
bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan
dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi
cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3.
Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak
pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan
untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi
stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau
nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), dan adanya
tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka
dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation).
Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan
:
·
Reduksi terbuka, yaitu melakukan reduksi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
·
Fiksasi interna, yaitu stabilisasi tulang patah yang telah
direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
·
Graft tulang, yaitu penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau
mengganti tulang yang berpenyakit.
·
Amputasi, yaitu penghilangan bagian tubuh.
·
Artroplasti, yaitu memperbaiki masalah sendi dengan
artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
·
Menisektomi, yaitu eksisi fibrokartilago sendi yang
telah rusak.
·
Penggantian sendi, yaitu penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintetis.
·
Penggantian sendi total, yaitu penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis.
·
Transfer tendo, yaitu pemindahan insersi tendo untuk
memperbaiki fungsi.
·
Fasiotomi, yaitu pemotongan fasia otot untuk
menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.
4.
Prinsip penanganan fraktur
Prinsip-prinsip
tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :
a.
Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang)
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Sasarannya adalah untuk memperbaiki
fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih
bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya
dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.
I.
Reduksi tertutup
Pada kebanyakan kasus reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
dengan “Manipulasi dan
Traksi manual”. Sebelum
reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan,
analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain
dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui
apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
II.
Traksi
Digunakan
untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi.
III.
Reduksi terbuka
Pada
fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b.
Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan
reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan
imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” bebat, brace, case, pen dalam
plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail,
lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
Tabel.1.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur
No
|
Posisi
/ lokasi fraktur
|
Lamanya
dalam minggu
|
1.
|
Falang
(jari)
|
3-5
|
2.
|
Metakarpal
|
6
|
3.
|
Karpal
|
6
|
4.
|
Skafoid
|
10
|
5.
|
Radius
dan ulna
|
10-12
|
6.
|
Humerus
:
· Supra
kondiler
· Batang
· Proksimal
(impaksi)
· Proksimal
(dengan pergeseran)
|
3
8-12
3
6-8
|
7.
|
Klavikula
|
6-10
|
8.
|
Vertebra
|
16
|
9.
|
Pelvis
|
6
|
10.
|
Femur
:
· Intrakapsuler
· Intratrokhanterik
· Batang
· Suprakondiler
|
24
10-12
18
12-15
|
11.
|
Tibia
:
· Proksimal
· Batang
· Maleolus
|
8-10
14-20
6
|
12.
|
Kalkaneus
|
12-16
|
13.
|
Metatarsal
|
6
|
14.
|
Falang
(jari kaki)
|
3
|
c.
Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali
fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki
fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol ansietas dan nyeri (mis;
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika),
latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup
sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutik.
3.5 Penyembuhan atau Perbaikan
Fraktur
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya
juga rusak. Periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup
berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk
jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif (osteogenik)
berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi
fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus
disekitar lokasi fraktur). Lapisan ini
terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya
dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi
lokasi fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi.
Kalus tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang
baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya
akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya.
Proses
penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase
hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
(Buckley, R., 2004, Buckwater J. A., et al,2000).
1.
Fase Inflamasi:
Tahap
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan
dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan
hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang
menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju
tempat fraktur untuk memulai penyembuhan.
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya
diduga akibat robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat
tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan
oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang
menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai
saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.
2. Fase proliferasi
Kira-kira
5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam
jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast
dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel
endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang
rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang.
Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang
aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada
minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan
proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit
yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.
Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan
wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung
berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga
sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrous.
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous
yang kemudian bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan
rantai osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan
mengantisipasi tekanan mekanis. (Rubin,E,1999). Proses cepatnya pembentukan
kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa kritis
untuk keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).
4. Stadium
Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast
yang terus menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature
(lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast
dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang
akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini
berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
menerima beban yang normal.
5. Stadium
Remodelling.
Fraktur
telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda
dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi
proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal
akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan
terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang
akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan
ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
Gangguan
Pada Proses Penyembuhan Fraktur
Pada
proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan, diantaranya
adalah :
1.
Delayed union, yaitu terjadi perlambatan penyembuhan patah
tulang disebut juga “pertautan lambat” dan dengan berlalunya waktu
pertautan tetap akan
terjadi.
2.
Non-Union, yaitu patah tulang tidak menyambung sama
sekali, meskipun ditunggu berapa lama. Gagalnya
pertautan mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu karena bagian bekas
patah tulang ini dapat digerakkan seperti sendi
3.
Malunion, yaitu terjadi pertautan namun dalam posisi
yang salah. Keadaan
ini disebut juga “salah-taut”.
3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan
Fraktur
1. Usia
Waktu penyembuhan tulang
anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan
aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses
pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses
tersebut semakin berkurang. Selain itu, hal tersebut juga terkait dengan kemampuan regenerasi sel pada usia muda yang
lebih baik dibandingkan saat lansia.
2.
Imobilisasi
fragmen tulang
Imobilisasi yang sempurna
akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu
penyembuhan fraktur. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan
sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
3.
Kontak
fragmen tulang
Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser,
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversa lebih lambat
penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih
banyak.
4.
Asupan
darah yang memadai
Pendarahan jaringan tulang yang
mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak penyatuan
fraktur. Sebab hal itu berperan
sebagai faktor-faktor inflamasi yang
menimbulkan kondisi pembengkakan local. Dengan adanya pembengkakan lokal, dapat menginduksi
ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur
untuk memulai penyembuhan. Selain itu, darah
juga sebagai tempat transportasi nutrisi yang dibutuhkan untuk proses
pembentukan tulang pada fraktur.
a.
Pemberian
nutrisi yang baik.
Pada pasien fraktur, status
nutrisi juga mempengaruhi proses penyembuhan tulang dan bentuk kesempurnaan
tulang. Pasien dengan status nutrisi yang baik cenderung melewati masa
penyatuan tulang yang lebih awal dan pasien dengan gizi buruk atau malnutrisi
mengalami keterlambatan penyatuan tulang (delayed union) dan bahkan tulang
tidak menyatu (non union).
b.
Latihan-pembebanan
berat badan untuk tulang panjang
Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan
vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah
fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
c.
Ada
tidaknya Infeksi
Infeksi yang terjadi di tempat fraktur
akan menghambat kecepatan penyembuhan dan memudahkan timbulnya osteomyelitis kronis. Sebab hematom
merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan
osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama
sekali tidak dapat berlangsung.
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik
pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.
Bakteri piogenik adalah bakteri yang memproduksi
nanah. Bakteri tersebut umumnya Streptococus hemolyticus
dan Staphylococus aureus.
Ketika tulang terinfeksi
maka sumsum tulang akan membengkak dan menimbulkan tekanan pada dinding tulang,
namun karena dinding tulang bersifat rigid maka pembuluh darah yang ada di
dalam sumsum tulang tersebut akan memeperkecil sehingga menurunkan suplai darah
ke tulang. Tanpa suplai darah yang cukup, bagian-bagian tulang dapat mengalami
nekrosis ( kematian sel pada
jaringan tubuh). Bagian tulang yang mati tersebut sulit untuk diobati karena
sel-sel leukosit dan antibiotik sulit untuk mencapainya.
d.
Merokok dan konsumsi minuman beralkohol.
Zat nikotin di rokok
mempercepat penyerapan tulang dan membuat kadar serta aktivitas hormon estrogen
dalam tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi
proses pembentukan tulang. Zat-zat yang terkandung pada rokok masuk melalui jalan
pernapasan hingga mencapai ke paru-paru, kemudian melalui pembuluh darah yang
ada diparu-paru tersebut dibawa menuju organ-organ tubuh, termasuk tulang.
Bersamaan dengan pemberian oksigenasi dan nutrisi oleh pembuluh darah, zat-zat
tersebut juga ikut diabsorbsi oleh sel-sel tulang. Didalam sel, zat-zat
tersebut mempengaruhi proses metabolisme, sehingga dapat menggangu pertumbuhan,
perkembangan dan regenrasi sel sehingga disitulah terhambatnya
pertumbuahan tulang.
Alkohol bersifat
toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang yang dilakukan oleh sel osteoblas. Minuman
beralkohol dapat mencegah penyerapan kalsium dari makanan sebab alkohol
mengganggu enzim hati yang diperlukan untuk mengubah vitamin D dari bentuk
tidak aktif menjadi bentuk aktif. Tanpa cukup vitamin D aktif, tubuh tidak
dapat menyerap kalsium dari saluran pencernaan. Dimana kalsium tersebut
diperlukan untuk pembentukan massa tulang.
5. Nutrisi
yang dibutuhkan untuk perbaikan Fraktur
Pada pasien fraktur, status nutrisi juga
mempengaruhi proses penyembuhan tulang dan bentuk kesempurnaan tulang. Pasien
dengan status nutrisi yang baik cenderung melewati masa penyatuan tulang yang
lebih awal dan pasien dengan gizi buruk atau malnutrisi mengalami keterlambatan
penyatuan tulang (delayed union) dan bahkan tulang tidak menyatu (non union).
Untuk membantu penyembuhan patah tulang yang
harus diperhatikan adalah konsumsi kalsium dan vitamin D. Kalsium merupakan
mineral pembentuk massa tulang sedangkan vitamin D merupakan hormon pengatur
pembentukan tulang. Terpenuhinya kecukupan vitamin A, vitamin D, kalsium,
vitamin C, fosfor, dan magnesium dapat membantu pertumbuhan dan pembentukan
tulang yang kuat dan sempurna. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah
makanan dan minuman yang dapat menghambat penyerapan kalsium dan vitamin D
seperti: minuman berkola, kafeine, merokok dan alkohol.
Untuk mencoba dan memenuhi tujuan gizi
melalui makanan, dengan tujuan untuk 3 porsi kalsium setiap hari, termasuk sedikitnya
1 cangkir buah dan 2 cangkir sayuran. Sumber kalsium, seperti susu, yogurt, dan
keju, adalah bahan makanan terbaik untuk tulang. Selain itu, juga dapat
mengonsumsi makanan yang diperkaya kalsium, sepeti jus dan sereal sarapan,
sarden, salmon kaleng, almond, dan sayuran berdaun hijau.
1. KALSIUM
Kalsium (Ca) adalah mineral yang paling
banyak terkandung dalam tubuh. Sebagai unsur utama pembentuk tulang, 99%
kalsium terkandung dalam tulang dan gigi dan 1% dalam darah dan jaringan tubuh
lainnya. Kalsium dibantu magnesium juga berfungsi sebagai elektrolit yang
bertugas menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh. Kalsium “disimpan” di tulang
atau “ditarik” dari tulang tergantung kebutuhan tubuh. Bila asupan
kalsium terlalu rendah, maka tubuh “menarik” kalsium yang dibutuhkan dari
tulang.
Seiring berjalannya waktu, jika jumlah
kalsium yang ditarik lebih banyak dari yang disimpan, maka hasilnya adalah
tulang yang lemah dengan kandungan kalsium yang tipis sehingga mudah patah.
Sumber kalsium alami, antara lain:
·
Susu dan produk susu seperti
keju dan yogurt, dan lain-lain.
·
Kacang-kacangan seperti
kacang mede, kedelai/soya dan produk jadi seperti susu kacang kedelai, tahu,
tempe.
·
Sayur-sayuran seperti
brokoli, kubis/kol, bunga kol, bayam, lobak.
Tabel Angka Kecukupan Kalsium yang Dianjurkan.
Usia (tahun)
|
Pria
|
Wanita
|
Hamil
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
|
1 – 3
|
500
|
200
|
-
|
4 – 6
|
500
|
500
|
-
|
7 – 9
|
600
|
600
|
-
|
10 – 12
|
1000
|
1000
|
-
|
13 – 15
|
1000
|
1000
|
1150
|
16 – 18
|
1000
|
1000
|
1150
|
19 – 29
|
800
|
800
|
950
|
30 – 49
|
800
|
800
|
950
|
50 – 64
|
1000
|
1000
|
|
≥ 65
|
1000
|
1000
|
Penting untuk memiliki pola makan yang kaya
kalsium dalam setiap kerusakan tulang. Makanan yang kaya akan kandungan kalsium
termasuk susu yang tidak memiliki atau mengurangi kadar lemak, jus jeruk kaya
kalsium, sarden dengan tulang, tahu salmon, dan brokoli. Panduan porsinya: 1
gelas susu sapi (250ml) = 250-300 mg, 1 mangkok yoghurt (200gr) = 300 mg, 100
gr keju cheddar = 750 mg (tinggi lemak jenuh).
2. FOSFOR
Kesehatan tulang juga
dipengaruhi oleh asupan fosfor yang hadir pada tulang dalam bentuk kalsium
fosfat. Fosfor digunakan sebagai mineral yang
memperkuat struktur tulang bersama dengan kalsium. Konsumsi daging dan ikan dapat menyediakan tingkat tinggi fosfor bagi
tubuh.
Fosfor terdapat dalam semua makanan, terutama makanan
kaya protein seperti daging, ayam, ikan, telur, susu, kacang-kacangan, dan
serealia.
Tabel Angka Kecukupan Fosfor yang Dianjurkan.
Usia (tahun)
|
Pria
|
Wanita
|
Hamil
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
|
1 – 3
|
400
|
400
|
-
|
4 – 6
|
400
|
400
|
-
|
7 – 9
|
400
|
400
|
-
|
10 – 12
|
1000
|
1000
|
-
|
13 – 15
|
1000
|
1000
|
600
|
16 – 18
|
1000
|
1000
|
600
|
19 – 29
|
600
|
600
|
600
|
30 – 49
|
600
|
600
|
600
|
50 – 64
|
600
|
600
|
|
≥ 65
|
600
|
600
|
3. MAGNESIUM
Magnesium (Mg) adalah mineral yang
paling berlimpah dalam tubuh pada urutan ke-4 dan sangat penting untuk kesehatan
yang baik. Sekitar 50% dari total magnesium tubuh ditemukan
dalam tulang. Sisanya terutama ditemukan di dalam
sel jaringan tubuh dan organ. Hanya 1% dari magnesium
ditemukan dalam darah, tetapi tubuh bekerja sangat keras untuk
menjaga agar kadar magnesium tetap konstan.
Dalam tulang, magnesium memiliki 2 peran yang
sangat berbeda, antara lain berperan membantu memberikan struktur fisik tulang,
merupakan bagian dari kisi kristal pembentuk tulang bersama-sama dengan fosfor
dan kalsium dan berperan sebagai tempat penyimpanan/cadangan magnesium yang
dapat diambil jika asupan magnesium tidak cukup, letaknya dipermukaan tulang
dan bukan merupakan bagian dari pembentuk tulang.
Sayuran hijau seperti
bayam merupakan sumber magnesium yang baik. Buncis dan kacang polong,
kacang-kacangan dan biji-bijian juga merupakan sumber magnesium yang
baik. Biji-bijian olahan umumnya rendah magnesium. Roti yang
terbuat dari tepung gandum “whole grain” menyediakan magnesium lebih
dari roti yang dibuat dari tepung terigu halus.
Tabel Angka Kecukupan Magnesium yang
Dianjurkan.
Usia (tahun)
|
Pria
|
Wanita
|
Hamil
|
Menyusui
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
|
1 – 3
|
60
|
60
|
-
|
-
|
4 – 6
|
90
|
90
|
-
|
-
|
7 – 9
|
120
|
120
|
-
|
-
|
10 – 12
|
170
|
180
|
-
|
-
|
13 – 15
|
220
|
230
|
270
|
230
|
16 – 18
|
270
|
240
|
280
|
240
|
19 – 29
|
290
|
250
|
290
|
250
|
30 – 49
|
300
|
270
|
300
|
270
|
50 – 64
|
300
|
270
|
||
≥ 65
|
300
|
270
|
4. VITAMIN
D
Tabel Angka Kecukupan Vitamin D yang
Dianjurkan.
Usia (tahun)
|
Pria
|
Wanita
|
Hamil
|
(µg/hari)
|
(µg/hari)
|
(µg/hari)
|
|
1 – 3
|
5
|
5
|
-
|
4 – 6
|
5
|
5
|
-
|
7 – 9
|
5
|
5
|
-
|
10 – 12
|
5
|
5
|
-
|
13 – 15
|
5
|
5
|
5
|
16 – 18
|
5
|
5
|
5
|
19 – 29
|
5
|
5
|
5
|
30 – 49
|
5
|
5
|
5
|
50 – 64
|
10
|
5
|
|
≥ 65
|
15
|
5
|
Vitamin D meningkatkan penyerapan
kalsium di usus dan mempertahankan serum kalsium yang memadai
dan konsentrasi fosfat untuk memungkinkan mineralisasi
normal tulang dan mencegah tetany hypocalcemic. Hal ini
juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan remodeling tulang oleh
osteoblas dan osteoklas. Tanpa vitamin D yang cukup, tulang dapat menjadi
tipis, rapuh, ataupun cacat.
Semua mamalia termasuk manusia dapat
mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet B dari sinar matahari,
normalnya terkena sinar matahari sekitar selama 15 menit perhari sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan vitamin D kita. Kalau tidak, dapat diperoleh dengan mengkonsumsi
suplemen, biasanya vitamin D sudah disertakan dalam suplemen kalsium.
Perlu diperhatikan bahwa vitamin D yang
disintesis oleh tubuh kita tidak akan menyebabkan keracunan, berapapun
jumlahnya, tubuh kita punya mekanisme tersendiri untuk mengantisipasi hal ini.
Sedangkan vitamin D berlebihan dari suplemen bisa menyebabkan keracunan.
Sangat sedikit makanan yang secara
alami mengandung vitamin D. Daging dari lemak ikan (seperti
salmon, tuna, dan mackerel) dan minyak hati ikan adalah salah
satu sumber terbaik vitamin D3. Sejumlah kecil vitamin D
ditemukan dalam hati sapi, keju, dan kuning telur. Sedangkan,
beberapa ragi, jamur, dan tanaman merupakan sumber vitamin D2 dalam
jumlah bervariasi.
Panduan porsinya: 85 gr ikan lele = 425 IU,
100 gr salmon yang dimasak = 360 IU, 1 telur ayam (60gr) = 20 IU, 100 gr hati
sapi yang dimasak = 15 IU. Sebaiknya konsumsi vitamin D tidak melebihi 4000
IU/hari karena bisa menyebabkan keracunan.
5. VITAMIN
C
Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat
bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai
senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit, sendi,
tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Vitamin
C untuk hidroksilasi proline sebagai suatu tahap dalam sintesis kolagen yang
merupakan unsur utama jaringan penyambung.
Vitamin C pada umumnya hanya terdapat pada buah terutama yang
asam seperti jeruk, jambu biji, nanas, pepaya, rambutan, tomat, dll. Juga
terdapat pada sayur jenis dedaunan seperti daun singkong, daun katuk, daun
melinjo, dan daun pepaya serta jenis kol.
Tabel Angka Kecukupan Vitamin C yang
Dianjurkan.
Usia (tahun)
|
Pria
|
Wanita
|
Hamil
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
(mg/hari)
|
|
1 – 3
|
40
|
40
|
-
|
4 – 6
|
45
|
45
|
-
|
7 – 9
|
45
|
45
|
-
|
10 – 12
|
50
|
50
|
-
|
13 – 15
|
75
|
65
|
75
|
16 – 18
|
90
|
75
|
85
|
19 – 29
|
90
|
75
|
85
|
30 – 49
|
90
|
75
|
85
|
50 – 64
|
90
|
75
|
|
≥ 65
|
90
|
75
|
|
|
6. VITAMIN
A
Vitamin A sangat diperlukan untuk pertumbuhan
sel, termasuk perkembangan tulang dan sel epitel. Vitamin A terdapat di dalam
pangan hewani, sedangkan karoten di dalam pangan nabti. Sumber vitamin A adalah
hati, kuning telur, susu, dan mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna
hijau tua dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga.
Tabel Angka Kecukupan Vitamin A yang
Dianjurkan.
Usia (tahun)
|
Pria
|
Wanita
|
Hamil
|
(RE)
|
(RE)
|
(RE)
|
|
1 – 3
|
400
|
400
|
-
|
4 – 6
|
450
|
450
|
-
|
7 – 9
|
500
|
500
|
-
|
10 – 12
|
600
|
600
|
-
|
13 – 15
|
600
|
600
|
900
|
16 – 18
|
600
|
600
|
900
|
19 – 29
|
600
|
500
|
800
|
30 – 49
|
600
|
500
|
800
|
50 – 64
|
600
|
500
|
|
≥ 65
|
600
|
500
|
0 komentar:
Posting Komentar