Ilmu Komunikasi
Teknik Khusus Dalam Berkomunikasi
Disusun
Oleh:
ü Sekar
Ayu Nur Fadhilah
ü Priskilla
Esadianty
Kelas
: DIV-2B
Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta 2
Jurusan
Gizi
A.
Pengertian
Komunikasi
Ø Onong Uchjana Effendy
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).
Ø Raymond Ross
Komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman
simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons/
makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.
Ø Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi saat satu sumber menyampaikan pesan kepada
penerima dengan niat sadar untuk memengaruhi perilaku mereka.
Ø
Everett M. Rogers
Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber
kepada satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.
Ø
Carl I. Hovland
Komunikasi adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang
menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain.
Ø
New Comb
Komunikasi adalah transmisi informasi yang terdiri dari
rangsangan diskriminatif dari sumber kepada penerima.
Ø
Bernard Barelson &
Garry A. Steiner
Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi,
keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata,
gambar, grafis, angka, dsb.
Ø
Colin Cherry
Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan
informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan
hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.
B.
Teknik
Dasar Komunikasi
A.
Teknik
Umum
1. Teknik Rapport
Teknik rapport,
yaitu suatu kondisi saling memahami dan mengenal tujuan bersama. Tujuan utama
adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dan konseli, sikap
penerimaan dan minat yang mendalam terhadap konseli dan masalahnya.
Implementasi teknik ini di dalam wawancara konseling, yaitu :
·
Pemberian salam yang
menyenangkan
·
Menetapkan topik
pembicaraan yang sesuai
·
Suasana ruang konseling
yang nyaman
·
Sikap yang ditandai
dengan kehangatan emosi, realisasi tujuan bersama, menjamin kerahasiaan
konseli, saling percaya, dan saling menghargai.
2. Teknik
mengulang kembali (restatement)
Teknik ini digunakan konselor untuk
mengulang kembali pernyataan konseli dengan maksud untuk memperjelas makna
pesan/ pernyataan yang disampaikan oleh konseli.
3. Teknik
menerima (acceptance)
Teknik ini digunakan konselor
sebagai sikap menerima apa adanya keadaan konseli. Tidak ada intepretasi
tertentu terhadap kehadiran konseli kepada konselor. Jadi tidak ada penilaian
positif atau negatif kepada konseli.
4. Teknik
menstruktur (structuring)
Konselor menggunakan teknik ini
dalam konseling untuk menstruktur pertemuan konseling. Ada 4 teknik
penstrukturan, yaitu:
Ø Penstrukturan
pembatasan peran (role limit)
Penstrukturan pembatasan peran ini
dimaksudkan untuk menghindari peran diri yang tidak proporsional sehingga tidak
menimbulkan kesan keliru bagi konseli tentang peran konselor.
Ø Penstrukturan
pembatasan waktu (time limit)
Teknik ini digunakan konselor untuk
mendorong konseli menggunakan waktu konseling secara efektif, efisien tetapi
produktif. Jika tidak dilakukan pembatasan waktu konseling bisa memakan waktu
lama tetapi tidak ada hasil. Kondisi yang demikian sering membosankan.
Ø Penstrukturan
pembatasan gerak (action limit)
Teknik ini digunakan oleh konselor
membatasi gerak konseli dalam konseling jika ada konseli yang emosional
dan mengacau fasilitas ruang konseling.
Ø Penstrukturan
pembatasan masalah (problem limit)
Teknik ini digunakan untuk
membatasi masalah yang dikemukakan konseli sehingga dua pihak menjadi fokus.
Sebagai contoh, konseli tidak bercerita tentang satu masalah saja tetapi banyak
masalah yang tidak ada kaitannya antara yang satu sehingga membingungkan. Dala
kondisi seperti itu konselor harus cermat mendengarkan dan menangkap mana masalah
pokok yang harus dibahas.
5. Teknik
memantulkan perasaan (reflection of feeling)
Teknik yang digunakan konselor untuk
memantulkan perasaan konseli. Memantulkan perasaan perasaan konseli.
Memantulkan perasaan tidak mudah, karena itu konselor perlu mengenal berbagai
perasaan konseli, agar tepat dalam memberikan respon. Kata kunci yang digunakan
adalah sepertinya, nampaknya, kelihatannyam dan lain-lain. Perasaan konseli
dapat konselor lihat dari ekspresi maupun respon verbal atau nonverbal yang
ditampilkan konseli.
6. Teknik
Klarifikasi (clarification)
Teknik ini digunakan konselor untuk
menyatakan makna pokok pernyataan konseli yang cukup panjang. Contoh:
Konseli
: “ Saya ingin melanjutkan sekolah saya ke jenjang Perguruan Tinggi. Keinginan
saya itu telah direstui oleh ibu, tetapi ayah yang tidak menyetujuinya. Ayah
ingin saya untuk belajar bekerja, dan ayah mengatakan tidak mempunyai biaya
untuk menyekolahkan saya sampai ke perguruan tinggi.”
Konselor:
“ Pada dasarnya ada silang pendapat antara ibu dan ayah kamu.”
7. Teknik
simpulan sebagian (summary)
Teknik yang digunakan konselor untuk
membuat kesimpulan setelah konseli menyatakan beberapa respon
(verbal/nonverbal). Ini dilakukan agar konselor dan konseli tidak segera
melupakan pernyataan sebelumnya, sebelum melanjutkan ke pernyataan berikutnya.
Teknik ini terutama dilakukan pada langkah sintesa. Contoh :
Konselor
: “Tadi kamu mengatakan bahwa tempat kos kamu sekarang tidak kondusif untuk
belajar, teman-teman di kos selalu rebut, sehingga kamu berniat untuk pindah
kos. Bukankah demikian ?”
8. Teknik
mendukung/ penguatan
Teknik yang digunakan konselor untuk
memberikan dukungan kepada konseli apabila pernyataan atau rencana-rencana
konseli dinilai oleh konselor cukup efektif, positif dan produktif. Penguatan
yang diberikan oleh konselor bisa berbentuk penguatan verbal maupun nonverbal.
9. Diam
sebagai suatu teknik
Diam untuk menyatakan atau
mempersilakan konseli untuk terus melanjutkan pembicaraan atau empati terhadap
ungkapan perasaan konseli. Diam bukan berarti membiarkan konseli. Diam adalah
sikap menghargai.
Selain
itu tidak jarang konseli tiba-tiba diam (tidak bersuara) dalam konseling.
Konseli yang diam memiliki banyak makna dalam konseling, yaitu :
Konseli dalam keadaan
bingung.
Konseli menolak
pembicaraan tertentu.
Konseli kehabisan
kata-kata atau ide danragu-ragu mengatakan selanjutnya.
Terlanjur mengatakan
sesuatu yang sebelumnya tidak perlu disampaikan.
Konseli mengharapkan
sesuatu dari konselor tapi konselor tidak memberikan.
Konseli sedang
memikirkan apa yang akan dikatakan.
Konseli baru menyadari
akan ekspresi emosional sebelumnya.
Agar konseli tidak terdiam
tiba-tiba dalam konseling, maka konselor seharusnya mendorong konseli untuk
segera merangkai kalimat, membantu konseli merangkai kalimat yang hilang. Untuk
itu konselor perlu mendengarkan secara aktif pernyataan konseli dan
memperhatikan secara utuh tampilan konseli. Selain itu konselor juga
harus mengatur jalannya konseling supaya konseli dapat mengikuti.
10. Teknik
konfrontasi
Teknik ini digunakan untuk
mengembalikan keadaan konseli pada posisi semula sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Dalam konseling tidak jarang konseli tidak konsisten, artinya
menyatakan diri tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (inkonsisten).
Pernyataan yang satu bertentangan dengan pernyataan yang lain. Dalam keadaan
demikian teknik konfrontasi sangat tepat digunakan oleh konselor.
11. Teknik
mengakhiri
Teknik ini digunakan untuk
mengakhiri wawancara konseling. Pengakhiran ini dapat dilakukan dengan cara:
v Merangkum
isi pembicaraan, merangkum dapat dilakukan konselor atau konselor bersama-sama
konseli.
v Mengatakan
bahwa waktu sudah habis.
v Mengajak
konseli bertemu di waktu yang akan datang.
v Menunjukkan
isyarat gerak ( seperti melihat jam tangan atau jam dinding)
v Berdiri
v Menekankan
sekali lagi bahwa konseli memiliki tugas untuk menindaklanjuti keputusan yang
akan dilakukan dalam sebuah tindakan.
B.
Teknik
Khusus
Dalam konseling, disamping
menggunakan keterampilan-keterampilan dasar atau teknik-teknik umum, seperti
yang telah diuraikan di atas, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan
teknik-teknik khusus. Teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan
atau teori konseling, seperti Behaviorisme, Rational Emotive Threrapy, Gestalt,
dan lainnya. Berikut ini merupakan beberapa teknik khusus dalam wawancara
konseling.
1) Latihan
Arsetif
Teknik ini digunakan untuk konseli
yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak
atau benar, Latihan ini bermanfaat untuk membantu konseli yang tidak mempu
mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya ia rasakan.Cara yang digunakan adalah
dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
2) Disensitisasi
Sistematis
Disensitisasi sistematis merupakan
teknik konseling Behavioral yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan konseli
dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan atau mengajak konseli
untuk rilek. Esensi teknik ini adalah untuk menghilangkan perilaku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku
yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi disensitisasi sistematis
pada hakekatnya merupakan teknik rileksasi yang digunakan untuk menghapus
perilaku yang diperkuat
Secara negatif biasanya merupakan
kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan.
3) Pengkondisian
Aversi
Teknik
ini dapat digunaklan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan konseli agar mengamati respon pada
stimulus yang disinerginkan dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang
tidak menyenangkan yang disajikan tersebut deberikan bersamaan deng munculnya
perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang
tidak menyenangkan.
4) Pembentukan
Perilaku Model
Teknik
ini dapat digunakan untuk membentuk perilaku baru pada konseli dan memperkuat
perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
konseli tentang perilaku model, dapat digunakan audio, model fisik, model hidup
atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh.
5) Permainan
Dialog
Teknik
ini digunakan dengan cara konseli dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog.
Misalnya kecenderungan bertanggung jawab dengan kecenderungan masa bodoh. Pada
akhirnya konseli akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani
mengambil keputusan dan resiko. Penerapan teknik dialog ini dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik “kursi kosong”
6) Latihan
“Saya Bertangggung Jawab Atas…”
Latihan
ini dimaksudkan untuk membantu konseli agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya kepada orang lain.
7) Bermain
proyeksi
Proyeksi :
ü Memantulkan
kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihatnya
atau menerimanya
ü Mengingkari
perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.
ü Sering
terjadi perasaan-perasaan yang dipantulakan kepada orang lain merupakan atribut
yang dimilikinya. Perasaan-perasaan tersebut dikenal sebagai bentuk mekanisme
pertahanan ego. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk mencoba atau
melakukan hal-hal yang diproyeksikan orang lain.
8) Teknik
Pembalikan
Dalam
teknik ini konselor meminta konseli untuk memainkan peran yang berkebalikan
dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
9) Tetap
pada Perasaan
Teknik
ini digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan atau sangat ingin menghindari perasaan tersbut. Konselor
mendorong konseli untuk tetap bertahan pada perasaan yang ingin dihindarinya
itu.
10) Pemberian
Tugas Rumah ( Home work assignment)
Teknik
ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab,
kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk mengarahkan diri, mengolah
diri konseli dan mengurangi ketergantungan kepada konselor. Teknik yang
dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri,
dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang
diharapkan. Adapun tujuan
pemberian tugas rumah ini, yaitu untuk mempelajari bahan-bahan tertentu yang
ditugaskan untuk mengubah aspek kognisinya yang keliru, mengadakan
latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan dan untuk
menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak
logis.
11) Imitasi
Teknik untuk menirukan
secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang bersifat negatif. Teknik ini efektif
diterapkan kepada koseli yang memiliki kebiasaan negatif yang sering kali
muncul dalam keseharian konseli tanpa disadarinya.
12) Bermain
Peran
Teknik
ini untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
perasaan-perasaan negatif melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian
rupa sehingga konseli dapat secara beebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui
peran tertentu.
13) Teknik
Kursi Kosong (Empty Chair)
Teknik
ini untuk membantu konseli yang mengalami masalah berkenaan dengan terhambatnya
komunikasi dengan orang lain, permasalahan yang dimaksudkan adalah ketidak
beranian/ ketidak sanggupan konseli untuk berhadapan denga orang yang
dimaksudkan. Melalui teknik ini konseli dilatihkan tentang cara berhadapam dan
berkomunikasi dengan seseorang dengan memanfaatkan media kursi kosong. Adapun
tujuan dari penggunaan teknik ini, yaitu:
Mengatasi masalah
konseli khususnya cara komunikasi konseli dengan menggunakan media kursi
kosong.
Mengatasi masalah
konseli yang menyangkut hubungan konseli dengan orang lain.
Konseli mampu
berkomunikasi dengan baik sehingga masalahnya terentaskan.
C.
Komunikasi
pada Penderita Redartasi Mental
Definisi retardasi mental
Menurut American Ass ociacion
on Mental Retardation (AAMR) 1992 retardasi mental yaitu: Kelemahan atau
ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) di
tandai dengan IQ di bawah normal (IQ 70 – 75 atau kurang), dan di sertai
keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut :
Berbicara dan berbahasa,
keterampilan merawat diri, ADL, keterampilan sosial,penggunaan sarana
masyarakat, kesehatan dan keamanan, akademik, fungsional, bekerja dan rileks,
dan lain-lain
Berikut ini adalah klasifikasi
retardasi mental yang di tunjukan dengan bagan (Dr.wiguna & ika,2005)
ü RM
ringan (IQ 55-70) membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
ü RM
sedang (IQ 40-55) membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan
ü RM
Berat (IQ 25-40) memerlukan super visi yang ketat dan pelayanan khusus.
ü RM
Sangat berat (IQ<25) memerlukan supervise total dan perawatan sepanjang
hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya
sendiri.
Penyebab Retardasi Mental
Faktor prenatal
Mengonsumsi alkohol, bahan-bahan
kimia, dan nutrisi yang buruk dan penyakit ibu hamil
dapat menyebabkan retardasi mental.
Faktor psikososial
Seperti lingkungan rumah atau social
yang miskin yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran,
atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi
dalam perkembangan RM. (Nevid 2002).
Kasus yang berhubungan
dengan aspek psikososial di sebut sebagai RETARDASI budaya-keluarga
(cultural-familial retardantion) pengaruh cultural yang mungkin
memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran
dan deprivasi sosial. (Durand,2007)
Faktor biologis
1. Pengaruh
genetik
Kebanyakan peneliti percaya bahwa di
samping pengaruh-pengaruh lingkungan,penderita retardasi mental mungkin di
pengaruhi oleh gangguan gen majemuk (lebih dari satu
gen). (Abuelo,1991,dalam Durand,2007).
2. Pengaruh
kromosom
Para peneliti menemukan bahwa penderita sindrom down
memiliki sebuah kromosom kecil tambahan semenjak itu sejumlah penyimpangan
kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah terindentifikasi yaitu Down
Syndrome dan Fragile X syndrome.
3. Perspektif
aliran-aliran
v Aliran
psikoanalisis : penyebab retardasi mental adalah
salah satunyadikarenakan oleh prenatal.
v Aliran
behavorisme : karena pola asuh yang salah yaitu memodeling dengan cara yang
keliru.
v Aliran
kognitif (Bandura,Rotter) : berfokus pada peran dari peran kognitif atau
kognisi dan dari belajar melalui pengamatan (modeling) dalam prilaku manusia.
v Aliran
humanistic : menekankan bahwa anak-anak retardasi mental memiliki
keunikan tersendiri.
v Aliran
psikologi transpersonal : pada konsep transendetal yaitu hubungan antara
seorang individu dengan tuhannya, disini di jelaskan bahwa seseorang individual
harus menghargai setiap ciptaan Allah SWT, walaupun terdapat perbedaan baik
dari segi fisik, kesehatan mental dan proses kognitif.
4. Gejala
retardasi mental
Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gejala anak
retardasi mental terbagi dalam tiga kelompok yaitu :
Ø Memiliki
IQ < 70
Ø Adanya
defisit atau rendahya dalam fungsi adaptif yang muncul beragam setidaknya dua
bidang yakni, komunikasi merawat diri sendiri, mengurus rumah,keterampilan
sosial, interpersonal, memanfaatkan sumber daya di masyarakat, keterampilan
akademis, pekerjaan, kesehatan dan keselamatan.
Ø Ciri
intelektual dan kemampuan adaptif itu harus muncul sebelum mencapai 18
tahun. (brown, dkk 1991 dalam sekar, 2007) menyatakan :
§ Lamban
dalam mempelajari hal-hal yang baru, tanpa latihan terus-menerus.
§ Kesulitan
dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
§ Kemampuan
bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
§ Cacat
fisik dan perkembangan gerak.
§ Kurang
dalam kemampuan menolong diri sendiri.
§ Tingkah
laku dan interaksi yang tidak lazim.
§ Tingkah
laku kurang wajar yang terus-menerus.
5. Terapi
pengobatan
Terapi yang di gunakan adalah menggunakan beberapa cara, yaitu
diantaranya sebagai berikut:
Ø Terapi
baca (dengan pendekatan montesoori)
Tujuan
ini bertujuan untuk memberikan edukasi secara dini kepada pasien.
Ø Pilihan
bebas
Dengan
cara ini anak di beri kebebasan untuk memilih kebutuhan yang sesuai dengan
minatnya, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien menjadi bagian dari kurikulum
yang di berikan.
Ø Terapi
perilaku
Memberikan
pengetahuan tentang cara pandang si anak tersebut. Terapi ini bertujuan untuk
mengubah perilaku yang cenderung agresif dan menciptakan self injury.
Ø Terapi
bicara konselor
Memberikan
contoh prilaku bicara yang baik, karena pada dasarnya, anak retardasi mental
akan terlihat dalam mengucapkan sebuah kata-kata.
Ø Terapi
sosialisasi
Pasien
di ajak untuk dapat berkominikasi dengan orang lain, melakukan interaksi secara
verbal sehingga disini akan menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan di terima
oleh lingkungan dan motivasi pada diri pasien agar tetap survive dalam
menghadapi kehidupan sehari-hari.
Ø Terapi
bermain
Pasien
di bimbing untuk dapat mengerjakan sesuatu hal berupa hasil karya, atau sebuah
permainan. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di bidang
kognitif.
Ø Terapi
menulis
Cara
ini di gunakan untuk dapat mempermudah proses berjalanya terapi. Tujuan dari
pada terapi ini adalah untuk melemaskan otot-otot atau syaraf tangan dalam
beraktivitas sehingga tubuh pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam
menanggapi respon atau stimulus yang berada di sampingnya.
Ø Terapi
okupasi
Terapi
ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf anak tersebut seperti
pada bagian pergelangan tangan, kaki, dan daerah tubuh lainnya
Ø Terapi
music
Terapi
ini di lakukan dengan cara pasien di arahkan untuk dapat mendengarkan dan
memaknai sebuah alunan musik. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi
auditory pasien akan stimulus suara yang di dengarkannya.
6. Prevensi
Salah satu usaha intervensi dini dapat membidik dan
membantu anak yang karena lingkungannya yang tidak adekuat, beresiko
mengembangkan ratardasi cultural familial (Dewell dkk, dalam G unarsa 2002).
Program head star nasional adalah salah satu bentuk upaya intervensi dini.
Program ini mengombinasikan dukungan pendidikan, medis, dan social untuk
anak-anak dan keluarganya.
Saat ini sudah banyak beberapa pendekatan yang di gunakan
untuk mendeteksi gangguan perkembangan ini sejak awal, sejak dalam kandungan.
Tujuannya agar dapat di ketahui apakah si calon bayi memiliki abnormalitas
genetik seperti retardasi mental, yang dapat menyebabkan kondisi yang menghambat
perkembangan bayi. Adapun pendekatan yang sering di lakukan adalah :
a)
Scanning dengan
menggunakan ultrasound
Cara ini dapat
mendeteksi komdisi-kondisi yang berhubungan dengan cacat fisik melalui
gelombang suara.
b)
Amniocentesis
Yaitu pengambil
sampel cairan amnion melalui dinding perut ibu yang sedang hamil.
c)
Chorionic Villis
Sampling
Yaitu mengambil
sampel jaringan chorion melalui vagina ibu yang sedang hamil.
d)
Genetic screening
Merupakan pendekatan
yang paling mutakhir saat ini dikarenakan memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi (Gunarsa,2002).
Prevensi yang di berikan kepada anak
dengan retardasi mental akan lebih efektif apabila di lakukan sejak awal bahkan
pada usia pra sekolah. Ini tidak hanya melibatkan orang tua, melibatkan juga
pribadi-pribadi lain dalam keluarga. Prevensi ini meliputi :
a) Mendorong
anak agar bereksplorasi.
b) Mengajarkan
kemampuan dasar.
c) Merayakan
setiap kemajuan perkembangan yang sudah di capai.
d) Bimbing
anak dalam mengulang kembali apa yang sudah di pelajari dan kemudian arahkan
anak untuk mempelajari keterampilan baru.
e) Lindungi
anak dari kondisi-kondisi yang membahayakan, tidak menyenangkan, atau
punishment (hukuman)(Gunarsa, 2002)
Teknik komunikasi
Dari
konsep di atas, teknik komunikasi yang dilakukan sangat sederhana namun sukar
untuk dilakukan. Jangan menganggap pasien sebagai orang yang rendah, mereka
sama seperti kita, namun mereka memiliki kekurangan yang tidak dapat
berkomunikasi layaknya orang normal.
Berikut
teknik yang dapat diterapkan :
Ø Perjelas
kata-kata yang di ucapkan klien mengulang kembali, biasanya orang yang terkena
retardasi mental berbicara kurang jelas.
Ø Melakukan
interaksi secara verbal sehingga di sini akan menumbuhkan rasa percaya diri
Ø Batasi
topik dan buat topik tentang hal yang disukainya.
Ø Ciptakan
lingkungan yang respondif dan kaya akan bahasa sehingga memungkinkan anak untuk
berkomunikasi.
Ø Jangan
menyinggung kata-kata yang klien ucapkan.
Ø Berikan
klien kesempatan jika ingin berbicara sesuatu.
D.
Komunikasi
pada Anak Autis
Ada empat tingkatan komunikasi pada anak autis, yang
tergantung dari kemampuan berinteraksi, cara berkomunikasi, dan pengertian anak
itu sendiri. Keempat tahap tersebut adalah “The
Own Agenda Stage”, “The Requester Stage”, “The Early Communicator Stage” dan “The Partner Stage”.
A.
Pada tahap
pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak bergantung
pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang berinteraksi
dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak lain. Anak
juga melihat atau meraih benda yang dia mau. Anak tidak berkomunikasi dengan
orang lain dan bermain dengan cara yang tidak lazim. Anak juga membuat suara
untuk menenangkan diri, menangis atau menjerit untuk menyatakan protes. Anak
suka tersenyum dan tertawa sendiri. Anak pada tahap ini hampir tidak mengerti
kata-kata yang kita ucapkan.
B.
Pada tahap
kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat berinteraksi walaupun
dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang bebeapa kata untuk
menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia mau atau menarik
tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak meraih yang dia mau atau
menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Apabila anak diajak
bermain yang melibatkan kontak fisik, anak bisa meminta anda untuk meneruskan
permainan fisik dengan melakukan kontak mata, senyum, gerak tubuh atau suara.Anak kadang-kadang mengerti perintah
keluarga dan tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.
C.
Pada tahap
ketiga (The Early Communicator
Stage) anak dapat
berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang
permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda
meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang sama,
suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau merespon
dengan mengulang apa yang anda katakan(echolali).
Anak
juga dapat meminta sesuatu dengan menggunakan gambar, gerak tubuh, atau kata.
Anak mulai dapat memprotes atau menolak sesuatu dengan menggunakan gerak,
suara, kata yang sama. Anak pada tahap ini dapat mengerti kalimat sederhana
atau kalimat yang sering digunakan, mengerti nama benda atau nama orang yang
sehari-hari ditemui, dapat mengatakan “hai” dan “dadah”, dapat menjawab
pertanyaan dengan mengatakan ya/tidak, dan dapat menjawab pertanyaan ‘apa itu?”
D.
Pada tahap
yang paling tinggi yaitu “The Partner Stage”, anak dapat berinteraksi
lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain. Anak juga
sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam berkomunikasi untuk
meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab
sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan kata-kata atau metode lain untuk
berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang, menyatakan keinginannya
dan meminta sesuatu.
Anak pada
tahap ini sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan pendek.
Kadang-kadang anak mengulanginya membetulkan apa yang dikatakannya ketika orang
lain tidak mengerti. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak mengerti
perbendaharaan kata-kata.
Tetapi
pada tahap Partner Stage ini, anak masih punya kesulitan dalam
berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak
mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam pemainan imajiner yang
mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak juga akan
menggunakanecholali (menirukan
perkataan orang lain) bila dia tidak mengerti perkataan orang lain atau bila
dia tidak dapat membuat kalimat.
Anak
pada tahap akhir ini masih mengalami kesulitan dalam mengikuti percakapan. Cara
mengatasi kesulitan ini adalah dengan merespon orang dengan berinisiatif
bercakap-cakap sendiri, berusaha bercakap-cakap dengan topik yang disukai. Anak
mungkin melakukan kesalahan tata bahasa terutama kata ganti, sepeti kamu, saya,
dia. Anak akan bingung bila percakapan terlalu rumit atau orang tidak berkata
langsung padanya.
Anak juga
dapat mengalami kesulitan dengan aturan percakapan. Anak tidak tahu bagaimana
memulai dan mengakhiri percakapan, tidak mendengar perkataan orang lain, tidak
bisa fokus pada satu topik, tidak berusaha mengklarifikasi perkataan yang tidak
dimengerti orang dan memberi terlalu sedikit detail atau terlalu banyak detail.
Anak mungkin tidak paham isyarat sosial yang diberikan orang lain melalui
ekspresi wajah atau bahasa tubuh dan tidak mengerti humor atau permainan
kata-kata.
Teknik Komunikasi
Bantu anak untuk melakukan
kontak mata secara terfokus sehingga mudah diajak berkomunikasi.
Perjelas kata-kata yang
diucapkan klien dengan mengulang kembali biasanya orang yang terkenan retardasi
mental berbicara kurang jelas.
Melakukan interaksi secara
verbal dan non verbal sehingga disini akan menumbuhkan rasa percaya diri.
Batasi topic dan buat topic
tentang hal yang disukainya.
Ciptakan lingkungan yang
responsif dan kaya akan bahasa sehingga memungkinkan anak untuk berkomunikasi.
Jangan menyinggung kata-kata
yang klien ucapkan.
Gunakan alat bantu agar
mempermudah komunikasi, penggunaan alat bantu merupakan jembatan untuk berlatih
bicara.
Berikan klien kesempatan jika
ingin berbicara sesuatu.
Lakukan komunikasi dengan sabar
dan penuh perhatian.
E.
Komunikasi
pada Klien dengan Gangguan Wicara
Kelainan bicara adalah salah satu
jenis kelainan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan dalam
proses produksi bunyi bicara. Secara klinis gejala kelainan bicara dalam
hubungnnya dengan penyebab kelainan bicara tersebut dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Disaudia
Gangguan bicara akibat adanya
gangguan pendengaran ini menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk
menerima dan mengolah intensitas, nada dan kualitas bunyi bicara. Kompensasi :
menggunakan bahas isyarat atau sikap tubuh dalam berkomunikasi.
2. Dislogia
Kelainan bicara berkenaan dengan
rendahnya kapasitas mental intelektual atau tingkat kecerdasan.
3. Disartria
Kelainan bicara yang terjadi akibat
adanya kelumpuhan, kelemahan, spastisitas atau gangguan koordinasi otot-otot
organ-organ bicara sehubungan dengan adanya kerusakan atau lesi pada susunan
saraf pusat maupun perifer.
4. Disglosia
Kelainan bicara yang terjadi akibat
adanya kelainan bentuk dan struktur organ bicara, khususnya articulator. Misal
palatoskisis ( celah pada palatum kadang disertai celah pada bibir), malokulasi
(kelainan struktur gigi atas dan bawah), Anomali (sebab-sebab lain yang
menyebabkan kelainan bentuk edan struktur organ bicara : menghisap ibu jari,
sariawan, fraktur mandibula dll).
5. Dislalia
Kelainan bicara yang berkaitan
dengan kondisi psikososial, misal :
Kurang perhatian auditif : tikus → kikus
Rentang memori pendek : sepatu → tu atau
atu
Gangguan persepsi auditorius : bunyi
bicara yang hampir sama, mata → maka
Kesalahan meniru
Idioglosia : pada anak kembar
Bilingualisme
Kesalahan artikulasi
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ
lingual, kerusakan pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi
dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat
dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara
umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau
menggunakan tulisan dan gambar.
Pada
saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu
diperhatikan :
1. Benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali
kata-kata yang diucapkan klien.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan
klien untuk menjadi mediator komunikasi.
Teknik dalam berkomunikasi dengan
klien gangguan wicara :
1. Dengarkan
dengan penuh perhatian, kessabaran, dan jagan menginterupsi
2. Ajukan
pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya” dan “tidak”.
3. Berikan
waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
4. Gunakan
petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika mungkin.
5. Hanya
ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
6. Jangan
berteriak atau berbicara terlalu keras.
7. Beritahu
klien jika anda tidak mengerti.
8. Bekerja
sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.
Alat bantu yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan klien gangguan wicara :
1. Papan
tulis dan spidol
2. Papan
komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk menunjukkan
kebutuhan dasar
3. Alarm
pemanggil
4. Bahasa
isyarat
5. Penggunaan
kedipan mata atau gerakan jari untuk respon sederhana (“ya” dan “tidak”)
F.
Komunikasi
pada Klien dengan Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi
baik karena kerusakan organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus,
maupun kerusakan kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak.
Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak.
Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik
parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan
menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan
sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan
fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.
Sebagai contoh, ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus mendapat
keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya
dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi
tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.
Berikut adalah teknik-teknik yang
perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
penglihatan :
1. Sedapat
mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda
berada dekatnya.
2. Identifikasi
diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara
dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya
menerima pesan non verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar
dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan
alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan
pada klien.
5. Ketika
anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan,
informasikan kepadanya.
6. Orientasikan
klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya
7. Orientasikan
klien pada lingkungannya bila klien di pindah ke lingkungan yang asing baginya
G.
Komunikasi
pada Klien dengan Gangguan Pendengaran
Gangguan
pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli
yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli
perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf, sedangkan
tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar rangsang suara.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media
komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap
pesan bukan dari suara yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari
gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini
sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda
dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien gangguan pendengaran
:
1.Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2.Kurangi kebisingan
3.Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4.Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat
mulut anda
5.Jangan mengunyah permen karet
6.Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7.Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8.Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan
Berikut
adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan pendengaran :
1.
Orientasikan
kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan
klien.
2.
Usahakan menggunakan
bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien
membaca gerak bibir anda.
3.
Usahakan
berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap tubuh dan
mimik wajah yang lazim.
4.
Tunggu sampai
Anda secara langsung di depan orang, Anda memiliki perhatian individu tersebut
dan Anda cukup dekat dengan orang sebelum Anda mulai berbicara.
5.
Pastikan bahwa
individu melihat Anda pendekatan, jika kehadiran Anda mungkin terkejut orang
tersebut.
6.
Wajah-keras
mendengar orang-langsung dan berada di level yang sama dengan dia sebisa
mungkin.
7.
Jangan
melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu misalnya makanan
atau permen karet.
8.
Jika Anda
makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara, pidato Anda akan lebih sulit
untuk mengerti.
9.
Gunakan bahasa
pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan perlahan.
10.
Gunakan bahasa
isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
11.
Apabila ada
sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk
tulisan atau gambar (simbol).
12.
Jika orang
yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki kesulitan mendengar, periksa
untuk melihat apakah alat bantu dengar di telinga orang. Juga periksa untuk
melihat bahwa dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika
hal-hal ini baik dan orang yang masih memiliki kesulitan mendengar, mencari
tahu kapan dia terakhir memiliki evaluasi pendengaran.
13.
Jauhkan tangan
Anda dari wajah Anda saat berbicara.
14.
Mengakui bahwa
hard-of-mendengar orang mendengar dan memahami kurang baik ketika mereka lelah
atau sakit.
15.
Mengurangi
atau menghilangkan kebisingan latar belakang sebanyak mungkin ketika melakukan
pembicaraan.
16.
Bicaralah
dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat bahwa lampu tidak bersinar di
mata orang tuna rungu.
17.
Jika seseorang
telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan cara yang berbeda untuk mengatakan
hal yang sama, bukan mengulangi kata-kata asli berulang.
18.
Gunakan
sederhana, kalimat singkat untuk membuat percakapan anda lebih mudah untuk
mengerti.
19.
Menulis pesan
jika perlu. Biarkan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang gangguan
pendengaran. Berada di terburu-buru akan membawa stres semua orang dan
menciptakan hambatan untuk memiliki percakapan yang berarti.
Sumber
Pustaka