SISTEM PENCERNAAN 2
FISIOLOGI USUS HALUS DAN USUS BESAR
A. SISTEM TUBUH MANUSIA
Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit, dan zat gizi tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh makanan harus digerakkan sepanjang saluran pencernaan dengan kecepatan yang sesuai agar langsung fungsi pencernaan dan absorpsi.
B. USUS HALUS
SIFAT – SIFAT DINDING HALUS
Gambar di atas potongan dinding usus yang khas menunjukkan lapisan-lapisan sebagai berikut dari luar dalam: (1) serosa, (2) lapisan otot longitudinal, (3) lapisan otot sirkular, (4) submukosa, dan (5) mukosa. Selain itu lapisan serabut otot polos yang tipis muskularis mukosae teletak pada lapisan dalam mukosa. Fungsi motoris usus dilakukan oleh berbagai lapisan otot polos.
SIFAT-SIFAT OTOT POLOS USUS
Beberapa sifat khas otot polos pada usus adalah sebagai berikut:
Sinsitium Fungsional adalah serabut-serabut otot polos usus satu sama lain sangat berdekatan sekali. Sekitar 12 persen permukaan membrannya sebenarnya bersatu dengan membran serabut otot yang berdekatan dalam bentuk neksus. Pengukuran tranpor ion melalui daerah yang berhubungan erat ini menunjukkan resistensi listriknya sangat rendah, sedemikian rendah sehingga arus listrik intrasel dapat berjalan sangat mudah dari satu serabut otot polos ke serabut lainnya. Sehingga otot polos saluran pencernaan melakukan sinsitium fungsional yang berarti bahwa potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya dihantarkan dari serabut ke serabut.
Kontraksi Otot Intestinalis adalah otot polos saluran pencernaan menunujukkan kontraksi tonik dan kontraksi ritmik, Keduanya adalah sifat dari sebagian besar jenis otot polos.
Kontraksi tonik bersifat kontinu berlangsung bermenit-menit atau malahan berjam-jam, kadang-kadang meningkatkan atau menurunkan intensitas tetapi walaupun demikian tetap kontinu. Kontraksi ini bisa disebabkan oleh serangkaian potensial aksi atau oleh perangsangan nonelektrogenik oleh hormon. Intensitas kontraksi tonik pada setiap segmen usus menentukan jumlah tekanan yang terus menerus dalam segmen tersebut dan kontraksi tonik sfingter menentukan jumlah resistensi yang di berikan sfingter terhadap pergerakan isi usus. Dengan jalan ini sfingter pilorus, ileosekalis, dan analis semuanya membantu mengatur pergerakkan makanan dalam usus
Pada berbagai bagian usus kontraksi ritmik otot pada saluran pencernaan terjadi secepat 12 kali per menit atau selambat 3 kali per menit. Frekuensi ini ditentukan oleh ‘’gelombang lambat’’ dalam potensial listrik otot gelombang yang berbeda dari potensial aksi tetapi ia menyebabkan rentetan potensial aksi yang berirama. Kontraksi ritmik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran pencernaan seperti pencampuran makanan atau dorongan peristaltik makanan.
GERAK MENCAMPUR
Pada sebagian besar bagian saluran pencernaan gerak mencampur disebabkan oleh kontraksi lokal segmen kecil dinding usus. Pergerakan ini mengalami modifikasi pada berbagai bagian saluran pencernaan.
GERAK MENDORONG – PERISTALTIK
Gerak dasar mendorong pada saluran pencernaan adalah peristaltis yang di lukiskan dalam gambar 42-3.Suatu cincin kontraksi timbul sekitar usus dan kemudian bergerak ke depan ini mirip dengan meletakkan jari-jari seseorang sekitar tabung tipis yang tegang kemudian menyempitkan jari dan kemudian menggerakkannyake depan sepanjang tabung. Jelas bahwa setiap zat yang terletak didepan cincin kontraksi di gerakkan ke depan.
Peristaltik merupakan sifat yang terdapat pada tabung otot polos sinsitium dan perangsangan pada sembarang tempat menyebabkan cincin kontraksi menyebar ke kedua arah.
Rangsang yang biasa menimbulkan peristaltis adalah peregangan yaitu bila makanan dalam jumlah besar menggumpal pada suatu tempat dalam usus,peregangan merangsang dinding usus 2 sampai 3 cm di atas tempat tersebut dan timbul cincin kontraksi yang memulai pergerakan peristaltik.
Fungsi Pleksus Mienterikus pada peristaltik walaupun peristaltik merupakan sifat dasar semua struktur tabung otot polos peristaltik hanya terjadi lemah pada bagian-bagian saluran pencernaan yang secara kongenital tidak mempunyai pleksus mienterikus. Peristaltik juga sangat tertekan atau terhambat sama sekali pada seluruh usus bila orang di beri atropin untuk melumpuhkan pleksus mienterikus pada dasarnya di bawah pengaturan nervus parasimpatis, intesitas peristaltic, dan kecepatan konduksinya dapat diubah oleh perangsangan parasimpatis.
Oleh karena itu walaupun fenomena dasar peristaltis tidak memerlukan pleksus nervorum mienterikus, namun peristaltis sebenarnya memerlukan pleksus nervorum mienterikus aktif.
C. PERGERAKAN USUS HALUS
Pergerakan usus seperti dimanapun dalam saluran pencernaan dapat di bagi dalam kontraksi pencampur dan kontraksi pendorong. Akan tetapi dalam arti yang luas pembagian ini bersifat artifisial karena pada hakekatnya semua pergerakkan usus halus dapat menyebabkan pencampuran dan pendorongan dalam derajat tertentu.
KONTRAKSI PENCAMPUR (KONTRAKSI SEGMENTASI)
Bila sebagian usus halus di regangkan oleh kimus hal ini menimbulkan kontraksi konsentrik lokal seperti cincin dengan interval sepanjang usus. Kontraksi ritmik ini berlangsung dengan kecepatan 11 sampai 12 per menit dalam duodenum dan secara progresif kecepatannya makin lambat sampai sekitar 7 per menit dalam ileum terminalis. Kontraksi ini menyebabkan “segmentasi” usus halus kadang-kadang membagi usus menjadi segmen dalam jarak teratur yang mempunyai bentuk seperti rantai sosis. Sekelompok kontraksi segmentasi mengadakan relaksasi bila kelompok kontraksi segmentasi yang baru mulai timbul tetapi kontraksi yang terjadi saat ini terjadi pada tempat baru antara kontraksi-kontraksi sebelumnya. Oleh karena itu kontraksi segmentasi “membelah” kimus berkali-kali dalam semenit. Dengan cara ini meningkatkan pencampuran progresif partikel-partikel makanan yang padat dengan sekret usus halus.
GERAKAN PENDORONG
Kimus di dorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Hal ini terjadi pada bagian usus halus manapun dan mereka bergerak ke arah anus dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm per detik jauh lebih cepat pada usus proksimal dan jauh lebih lambat pada usus terminal. Akan tetapi normalnya ia sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berjalan hanya beberapa sentimeter sehingga pergerakkan kimus lambat. Sebagai akibatnya pergerakkan bersih kimus sepanjang usus halus rata-rata hanya 1 cm per menit. Hal ini berarti bahwa dalam keadaan normal di utuhkan 2 sampai 5 jam untuk jalannya kimus dari pilorus ke valva ileosaekalis.
Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkatkan setelah makan. Hal ini sebagai disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam duodenum tetapi juga oleh apa yang dinamakan refleks gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung dan terutama di hantarkan melalui pleksus mienterikus dari lambung turun sepanjang dinding usus halus. Refleks ini meningkatkan kepekaan usus halus termasuk peningkatan gerakan dan sekret.
Refleks peristaltik penyebab umum peristalsis pada usus halus adalah peregangan. Regangan sirkum ferensial usus merangsang reseptor-reseptor pada dinding usus dan hal ini menimbulkan refleks mienterikus lokal yang mulai dengan kontraksi dari otot longitudinal atas jarak beberapa sentimeter diikuti oleh kontraksi otot sirkular. Secara serentak proses kontraksi menyebar kesearah anus dengan proses peristalsis. Pergerakkan kontraksi peristaltik menuruni usus di atur oleh pleksus ini di hambat oleh obat-obatan atau bila pleksus telah berdegenerasi.
Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus seperti yang terjadi pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan “peristaltic rush” yang merupakan gelombang peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam beberapa menit. Gelombang ini dapat menyapu isi usus halus masuk ke kolon dan karena itu menghilangkan zat pengiritasi atau peregangan yang berlebihan pada usus halus.
Fungsi gelombang peristaltik pada usus halus tidak hanya menyebabkan perjalanan kimus ke arah katup ileosekalis tetapi juga menyebabkan penyebaran kimus sepanjang mukosa usus.
FUNGSI KATUP ILEOSEKALIS
Fungsi utama katup ileosekalis adalah mencegah aliran balik feses dari kolon ke dalam usus halus. Seperti di lukiskan dalam gambar 42-7 bibir bibir katup ileosekalis menonjol ke dalam lumen sekum sehingga terpaksa menutup bila sekun terisi. Biasanya katup dapat menahan tekanan balik sebesar 50 sampai 60 cm air.
Dinding ileum dalam beberapa sentimeter sebelum katup ileosekalis mempunyai penebalan otot yang dinamakan sfingter ileosekal. Sfingter ini dalam keadaan normal tetap berkontraksi ringan dan mengosongkan isi ileum perlahan-lahan ke sekum kecuali segera makan bila refleks gastroiliaka memperkuat peristaltik pada ileum. Hormon gastrin yang di keluarkan dari mukosa lambung akibat respon makanan dalam lambung juga mempunyai efek relaksan langsung pada sfingter ileosekal jadi memungkinkan pengosongan pada katup ileosekal memperlama kimus tinggal dalam ileum sehingga mempermudah absorpsi.
Pengaturan fingter ileosekal terutama di atur oleh refleks yang berasal dari sekum. Bila sekum teregang ferjat kontraksi sfingter ileosekal di perkuat yang sangat menghambat pengosongan kimus tambahan dari ileum. Setiap iritan pada sekum juga menyebabkan konstriksi sfingter ileosekal. Misalnya bila orang menderita peradangan apendiks iritasi sisa sekum ini dapat menyebabkan spasme sfingter ileosekal yang demikian kuat sehingga mengambat sempurna pengosongan ileum. Refleks-refleks dari sekum ke sfingter ileosekal ini di perantarai oleh pleksus mienterikus.
D. PERGERAKAN KOLON
Fungsi kolon adalah (1) mengabsorpsi air dan elektrolit dari kimus dan (2) menyimpan feses sampai dapat di keluarkan. Setengah proksimal kolon dilukiskan dalam Gambar 42-8 terutama di hubungkan dengan penyimpanan karena pergeraknan kolon dalam keadaan normal adalah lamban. Namun dengan cara yang lamban ini pergerakannya tetap mempunyai sifat yang sama seperti sifat usus halus dan sekali lagi dapat di bagi dalam pergerakan pencampur dan pergerakan pendorong.
Pencampur-Haustrasi dengan cara yang sama seperti pergerakan segmentasi yang terjadi dalam usus halus, kontraksi sirkular yang besar juga terjadi pada usus besar. Pada setiap tempat konstriksi ini sekitar 2,5 cm otot sirkular berkontraksi kadang-kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tertutup. Pada saat yang sama otot longitudinal kolon yang terkumpul dalam tuga pita longitudinal yang di namakan tenia koli berkontraksi. Kontraksi gabungan otot polos sirkular dan longitudinal ini menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol ke luar menjadi seperti kantong yang di namakan haustrasi. Kontraksi haustfal setelah di mulai biasanya mencapai intensitas puncak sekitar 30 detik dan kemudian menghilang selama 30 detik dan kemudian menghilang selama 60 menit berikutnya. Mereka kadang-kadang juga bergerak lambat ke arah anus selama masa kontraksinya setelah beberapa menit kemudian konstraksi haustral yang baru terjadi dekat daerah tersebut tetapi tidak pada daerah yang sama. Oleh karena itu feses dalam usus besar dengan lambat “di aduk” dan di putar dengan cara yang banyak persamaannya seperti seseorang menyekop tanah. Dengan cara ini semua feses secara bertahap terpapar permukaan usus besar dan cairan secara progresif di absorpsi sampai hanya tersisa 80 sampai 150 ml yang hilang dalam fesesdari 800 kimus per hari.
Pergerakan Pendorong – “Mass Movement” gelombang peristaltik yang sejenis dengan usus halis tidak terdapat pada kolon sebagai gantinya terdapat jenis pergerakan lain yang di namakan “mass movement” yang mendorong feses ke arah anus. Pergerakan ini biasanya terjadi hanya beberapa kali setiap hari paling banyak selama sekitar 15 menit selama jam pertama atau lebih setelah makan pagi.
“Mass movement” di tandai oleh rangkain peristaltik sebagai berikut: Pertama, tempat konstrinsik terjadi pada tempat dalam kolon yang teregang atau iritasi. Segera setelah itu 20 cm atau lebih kolon distal dari yang berkontriksi, berkontraksi hampir sebagai satu unit mendorong massa feses pada segmen ini secara keseluruhan menuruni kolon. Permulaan kontraksi sempurna sekitar 30 detik dan relaksasi kemudian terjadi selama dua atau tiga menit kemudian “Mass movement” dapat terjadi pada setiap bagian kolon walaupun paling sering terjadi pada kolon transversum atau kolon desenden. Bila “Mass movement” mendorong feses ke rektum terasa keinginan untuk defekasi.
Pemulaian ”Mass Movement” oleh refleks gastrokolika dan Duodenokolika” timbulnya “Mass Movement“ setelah makan di sebabkan paling tidak sebagian oleh apa yang dinamakan refleks gastrokolika dan duodenokolika. Refleks-refleks ini akibat dari peregangan lambung dan duodenum dan mereka terutama di hantar melalui pleksus mienterikus.
Iritasi dalam kolon juga dapat memulai “mass movement” yang kuat. Misalnya seseorang yang menderita tukak pada kolon (kolitis ulserativa) sering mempunyai “mass movement” yang menetap hampir setiap saat.
E. DEFEKASI
Di bagian terbesar waktu rektum tidak mengandung feses hal ini sebagian akibat kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan antara sigmoid dan kolon desenden dan rektum.Akan tetapi bila “mass movement” mendorong feses masuk rektum kontraksi refleks rektum, sigmoid dan kolon desenden dan juga relaksasi sfingterani.
Pendorongan massa feses terus menerus melalui anus di cegah oleh kontraksi tonik dari (1) sfingter ani internus, suatu massa sirkular otot polos yang terletak tepat di sebelah dalam anus dan (2) sfingter ani eksternus yang terdiri atas otot lurik volunter yang mengelilingi dan terletak sedikit distal terhadap sfingter ani internus dan di atur oleh sistem saraf somatik sehinggaa di bawah pengaturan volunter biasanya defekasi akibat dari refleks defekasi.
F. SEKRESI USUS HALUS
SEKRESI MUKUS OLEH KELENJAR BRUNNER DAN OLEH SEL MUKOSA PERMUKAAN USUS HALUS
Suatu kelenjar mukosa komposita yang tersebar luas yang di namakan kelenjar brunner terdapat pada beberapa sentimeter pertama duodenum terutama antara pilorus dan papila vateri tempat getah pankreas dan empedu di kosongkan ke dalam empedu. Kelenjar ini menyekresi mukus akibat respon terhadap: (1) rangsang taktil langsung atau rangsangan iritasi pada mukosa yang bersangkutan, (2) perangsangan vagus yang menyebabkan sekresi bersamaan dengan peningkatan sekresi lambung dan (3) hormon-hormon usus khususnya sekretin. Fungsi mukus yang yang di sekresi oleh kelenjar brunner adalah melindungi dinding duodenum dari pencernaan oleh getah pankreas dan respon mereka yang kuat dan cepat terhadap rangsang iritasi khususnya cocok untuk tujuan ini.
Kelenjar Brunner di hambat oleh perangsang simpatis oleh karena itu perangsang seperti ini mungkin menyebabkan bulbus duodeni tidak terlindung san mungkin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan daerah saluran pencernaan ini merupakan tempat tukak peptik pada sekitar 50 persen kasus.
Mukus juga di sekresi dalam jumlah besar oleh sel-sel goblet yang terletak banyak pada permukaan mukosa usus. Sekresi ini terutama akibat rangsangan taktil langsung atau kimia pada mukosa oleh kimus. Mukus tambahan juga di sekresi oleh sel goblet dalamkelenjar usus yang di namai kripti Lieberkuhn. Sekresi ini mungkin di atur terutamg oleh refleks saraf lokal.
SEKRESI GETAH PENCERNAAN USUS-KRIPTI LIEBERKUHN
Terletak pada semua permukaan usus halus dengan kekecualian daerah kelenjar Brunner duodenum terdapat kiptus kecil-kecil yang dinamakan kripti lieberkuhn, salah satu di antara kripti ini di lukiskan dalam gambar 43-11. Sekresi usus di duga bentuk oleh sel-sel epitel kripti tersebut dengan kecepatan sekitar 2000 ml per hari. Sekresi hampir murni cairan ekstrasel dan mempunyai Ph netral dengan batas 6,5 sampai 7.5. Sekresi ini dengan cepat direabsorpsi oleh vili.Sirkulasi cairan dari kripti sampai vili ini sebenarnya mensuplai alat tranpor seperti air untuk absorpsi zat-zat dari usus halus yang merupakan salah satu fungsi utama usus halus.
Enzim-enzim dalam sekresi usus halus bila sekresi usus halus di kumpulkan tanpa debris sel mereka hampir tidak mempunyai enzim. Akan tetapi sel-sel epitel mukosa mengandung enzim-enzim pencernaan dalam jumlah besar yang mencernakan zat-zat makanan sementara mereka di absorpsi melalui epitel. Enzim-enzim ini adalah sebagai berikut: (1) beberapa peptidase untuk pemecahan polipeptida menjadi asam amino, (2)empat enzim untuk pemecahan disakarida menjadi monosakarida –sukrase, maltase, isomaltase, dan taktase. Dan (3) sejumlah kecil lipase usus untuk pemecahan lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak. Sebagian besar tetapi tidak semua enzim-enzim tersebut terutama terdapat pada “Brush border”sel epitel. Oleh karena mereka di duga menyebabkan hidrolisis makanan di luar permukaan mikrovili sebelum di absorpsi dalam bentuk hasil akhir pencernaan.
PENGATURAN SEKRESI USUS HALUS
Sejauh ini terpenting untuk pengaturan sekresi usus halus adalah berbagai refleks saraf lokal. Khususnya penting adalah peregangan usus halus yang kripti lieberkuhn. Selain itu rangsangan taktil dan iriatif dapat mengakibatkan sekresi yang banyak. Oleh karena itu sebgian besar sekresi dalam usus halus terjadi secara sederhana akibat respon adanya kimus dalam usus.
SEKRESI USUS BESAR
Sekresi Mukus mukosa usus besar seperti mukosa usus halus di lapisi oleh kripti Lieberkuhn tetapi sel-sel epitel hampir tidak mengandung enzim sebagai gantinya mereka hampir seluruhnya diliputi oleh sel goblet. Pada permukaan epitel usus besar juga terdapat banyak sel goblet yang terbesar di antara sel-sel epitel lainnya.
Oleh karena itu satu-satunya sekresi yang bermakna dalam usus besar adalah mukus. Kecepatan sekresi terutama di atur oleh perangsang taktil langsung sel goblet pada permukaan mukosa dan oleh refleks saraf lokal yang menuju ke sel goblet dalam kripti Lieberkuhn. Akan tetapi perangsangan nerviarigentes yang membawa persarafan parasimpatis ke setengah distal usus besar juga menyebabkan peningkatan jelas dalam sekresi mukus. Hal ini terjadi bersama-sama dengan peningkatan motilitas yang telah di bicarakan dalam bab sebelumnya. Oleh karena itu selama perangsangan parasimpatis yang ekstrim yang sering di sebabkan oleh gangguan emosi yang berat, mukus yang di sekresi ke dalam usus besar sedemikian banyak sehingga sering berdefekasi dengan mukus yang seperti tali setiap 30 menit mukus mengandung sedikit atau tidak mengandung feses.
Mukus dalam usus besar sebenarnya melindungi dinding terhadap ekskoriasi tetapi selain itu berperan sebagai media pelekat agar bahan feses saling bersatu. Selanjutnya ia melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang besar yang berlangsung di dalam feses dan mukus di tambah sekresi yang bersifat alkali (ph 8,0) juga memberikan sawar terhadap asam yang di bentuk dalam feses yang mencegah penyerangan dinding usus.
Sekresi Air dan Elektrolit sebagai respon terhadap iritasi bila suatu segmen usus besar mengalami iritasi hebat seperti yang terjadi bila infeksi bakteri meghebat selama enteritis bakterialis mukosa kemudian mensekresi air dan elektrolit dalam jumlah besar selain larutan mukus normal yang kental. Zat ini terjadi bekerja mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan feses yang cepat menuju ke anus. Hasilnya biasanya berupa diare disertai kehilangan banyak air dan elektrolit tetapi juga penyembuhan dari penyakit yang lebih awal di bandingkan bila hal ini terjadi.
G. MEKANISME DASAR ABSORPSI
Absorpsi melalui mukosa saluran pencernaan terjadi dengan transpor aktif dan difusi, seperti halnya yang terdapat pada membran lain. Singkatnya transpor aktif memberikan energi untuk mengerakkan zat melintasi suatu membran, sehingga zat ini dapat di gerakkan melawan perbedaan konsentrasi atau melawan potensial listrik. Sebaliknya istilah “difusi” berarti transpor sederhana zat melalui membran sebagai akibat pergerakan molekul mengikuti bukan melawan perbedaan elektrokimia.
ABSORPSI DALAM USUS HALUS
Dalam keadaan normal absorpsi dari usus halus setiap hari terdiri atas beratus-ratus gram karbohidrat 100 gram atau lebih lemak, 50 sampai 100 gram ion dan 8 atau 9 liter air. Akan tetapi kapasitas absorpsi usus halus jauh lebih besar daripada ini: sebanyak beberapa kilogram karbohidrat per hari 500 sampai 1000 gram lemak per hari, 500 sampai 700 gram asam amino per hari dan 20 liter air atau lebih per hari. Selain itu usus besar dapat mengabsorpsi lebih banyak air dan ion-ion walaupun hampir tanpa zat gizi.
ABSORPSI AIR
Absorpsi Isosmotik ialah air ditanspor melalui membran usus halus seluruhnya dengan proses difusi, selanjutnya difusi ini mengikuti hukum osmosis yang berlaku.Karena zat yang terlarut di tranpor aktif dari lumen usus ke dalam darah, tranpor ini menurunkan tekanan osmotik kimus tetapi air berdifusi demikian mudah melalui membran usus yang hampir saat itu juga “mengikuti” zat yang di absorpsi masuk ke sirkulasi. Oleh karena itu waktu ion dan zat gizi di absorpsi air yang secara “isoosmotik” di absorpsi. Dengan cara ini tidak hanya ion dan zat gizi yang hampir seluruhnya di absorpsi sebelum kimus melewati usus halus tetapi juga hampir semua air di absorpsi.
ABSORPSI ION
Tranpor Aktif Natrium dua puluh sampai 30 gram natrium di sekresi ke dalam sekret usus setiap hari. Selain itu orang normal makan 5 sampai 8 gram natrium setiap hari. Gabungan kedua keadaan ini usus halus mengabsorpsi 25 sampai 35 gram natrium setiap hari yang merupakan sekitar satu per tujuh dari semua natrium yang terdapat dalam tubuh.
Mekanisme dasar absorpsi natrium dari usus di lukiskan dalam Gambar 44-8. Daya penggerak untuk absorpsi natrium di sediakan oleh transpor aktif natrium dari dalam sel epitel melalui dinding samping sel tersebut masuk ke ruang intersel. Hal ini di lukiskan oleh panah balik yang tebal dalam gambar 44-8. Transpor aktif mematuhi hukum transpor aktif yang umum: ia membutuhkan suatu pembawa, ia membutuhkan energi dan ia dikatalisis oleh enzim-enzim pembawa-ATPase yang sesuai dalam membran sel.
Transpor aktif natrium mengurangi konsentrasi di dalam sel sampai mencapai nilai yang rendah kemudian menyebabkan natrium berdifusi dari kimus melalui “brush border”sel epitel masuk ke sitoplasma sel epitel.Ia masih menyebabkan lebih banyak natrium yang secara aktif di transpor keluar intersel.
Langkah selanjutnya dalam proses tranpor adalah osmosis air keluar sel epitel masuk ke ruang intersel. Pergerakan ini di sebabkan oleh selisih osmotik yang di timbulkan oleh pengurangan konsentrasi natrium didalam sel dan peningkatan konsentrasi di dalam ruang intersel. Pergerakan osmotik air menimbulkan arus cairan masuk ke dalam ruang intersel, kemudian melalui membrana basalis epitel dan akhirnya masuk ke dalam sirkulasi darah vili. Air yang baru berdifusi bersama natrium melalui “brush border” sel epitel menggantikan air yang mengalir masuk ruang intersel.
Transpor Klorida pada sebagian besar usus halus transpor klorida berlangsung dengan difusi pasif.Transpor ion natrium melalui epitel menimbulkan elektronegativitas dalam kimus dan elektropsitivitas pada bagian basal sel epitel. Kemudian ion klorida bergerak mengikuti selisih listrik ini mengikuti ion natrium.
Akan tetapi sel-sel epitel ileum distalis dan usus besar mempunyai kemampuan khusus secara aktif mengabsorpsi ion klorida. Akan tetapi hal ini terjadi dengan cara mekanisme transpor aktif yang bergabung erat tempat sejumlah ion bikarbonat dalam jumlah setara disekresi. Mekanisme ini mungkin bertujuan menyediakan ion bikarbonat untuk menetralkan hasil-hasil asam yang di bentuk oleh bakteri khususnya dalam usus besar.
Absorpsi io-ion lain ion kalsium secara aktif di absorpsi khususnya dari duodenum dan absorpsi ion kalsium jelas di atur sesuai dengan kebutuhan tubuh akan kalsium oleh hormon paratiroid yang di sekresi oleh kelenjar paratiroid dan oleh vitamin D.
Ion besi secara aktif juga di absorpsi dari usus halus. Kalium, magnesium, fosfat, dan mungkin ion-ion lainnya juga dapat secara aktif di absorpsi melalui mukosa.
ABSORPSI ZAT GIZI
Absorpsi karbohidrat pada hakekatnya semua karbohidrat di absorpsi dalam bentuk monosakarida hanya sebagian kecil dari satu persen di absorpsi sebagai disakarida dan hampir tidak ada yang di absorpsi sebagai senyawa karbohidrat yang besar. Selanjutnya sedikit absorpsi karbohidrat yang berasal dari difusi karena pori-pori mukosa pada hakekatnya tidak permeabel terhadap solut yang larut dalam air dengan berat molekul yang lebih besar dari 100 .
Mekanisme absorpsi monosakarida kita tetap tidak mengetahui mekanisme yang tepat mengenai absorpsi monosakarida tetapi kita tahu bahwa kebanyakan transpor monosakarida menjadi terhambat bila transpor natrium di hambat. Sehingga di anggap bahwa energi yang di perlukan bagi kebanyakan tranpor monosakarida sebenarnya di selenggarakan oleh sistem transpor natrium. Suatu teori yang mencoba menerangkan ini adalah sebagai berikut: Telah diketahui bahwa pengangkut bagi tranpor glukosa dan monosakarida lain terutama galaktosa terdapat di dalam “brush border” sel epitel. Tetapi pengangkut ini tak akan mengangkut tak akan mengangkut glukosa bila tak ada tranpor natrium. Sehingga dianggap bahwa pengangkut ini mempunyai tempat reseptor untuk molekul glukosa dan ion natrium serta bahwa ia tak akan mentranspor glukosa ke dalam sel jika tempat reseptor untuk natrium tak diisi secara simultan. Energi untuk menimbulkan gerakan pembawa dari luar membran ke dalam berasal dari perbedaan konsentrasi natrium antara di luar dan di dalam yaitu karena natrium berdifusi ke dalam sel ia “menarik” pembawa dan glukosa bersamanya jadi memberikan energi untuk mengangkut glukosa .Karena alasannya jelas penjelasan ini di namai teori ko-transpor natrium untuk transpor glukosa.
Absorpsi Protein hampir semua protein di absorpsi dalam bentuk asam amino. Empat sistem pembawa yang berbeda mentranspor asam amino berbeda. Salah satu mentranspor asam amino netral kedua mentranspor asam amino basa, ketiga mentranspor asam amino asam dan keempat mempunyai spesifisitas untuk dua asam amino prolin dan hidroksiprolin.
Transpor asam amino, seperti transpor glukosa, terjadi hanya dengan adanya tranpor natrium bersamaan. Selanjutnya, sistem pembawa untuk tranpor asam amino, seperti untuk tranpor glukosa, ‘terletak pada brush border’ sel epitel. Diduga bahwa asam amino ditranpor oleh mekanisme kontranspor natrium yang sama sepertiyang telah dijelaskan di atas untuk tranpor glukosa. Yaitu, teori ini mengemukakan bahwa pembawa mempunyai tempat reseptor bagi molekul asam amino dan ion natrium. Hanya bila kedua tempat tersebut terisi, pembawa akan bergerak ke bagian dalam sel. Karena selisih natrium sebelah menyebelah ‘brush border’, difusi natrium yang masuk ke dalam sel manarik pembawa dan ia mengikat asam amino ke dalam, tempat asam amino terperangkap. Oleh karena itu, konsentrasinya meningkat di dalam sel, dan kemudian berdifusi melalui sisi atau basis sel masuk darah porta.
Absorpsi Lemak. Pada permulaan bab ini telah dijelaskan bahwa lemak yang dicernakan membentuk monogliserida dan asam lemak bebas, kedua zat hasil akhir pencernaan ini terutama larut dalam bagian lipid misel asam empedu. Karena ukuran misel ini dan juga karena muatannya sangat besar di bagian luar, mereka larut dalam kimus. Dalam bentuk ini, monogliserida dan asam lemak ditranpor ke permukaan sel epitel. Waktu mengadakan kontrak dengan permukaan ini, monogliserida dan asam lemak, keduanya dengan cepat berdifusi melalui membrane epitel, meninggalkan misel asam empedu tetap dalam kimus. Misel ini kemudian berdifusi kembali ke dalam kimus dan terus mengasorpsi monogliserida dan asam lemak, dan hal yang sama juga mentranspor zat-zat ini ke sel epitel. Jadi, asam empedu melakukan fungsi “pengangkut”, yang sangat penting untuk absorpsi lemak. Dengan adanya banyak asam empedu, kira-kira 97 persen lemak diabsorpsi; tanpa adanya asam empedu, hanya 50 sampai 60 persen yang diabsorpsi dalam keadaan normal.
Mekanisme absorpsi monogliserida dan asam lemak melalui ‘brush border’ didasarkan bukti bahwa kedua zat tersebut sangat larut dalam lemak. Oleh karena itu, mereka larut dalam membrane dan berdifusi ke bagian dalam sel.
Setelah masuk ke dalam sel epitel, banyak monogliserida dicernakan lebih lanjut menjadi gliserol dan asam lemak oleh lipase sel epitel. Kemudian, asam lemak bebas dibentuk kembali oleh retikulum endoplasma menjadi terigliserida. Hamper semua gliserol yang digunakan untuk tujuan ini disintesis denovo dari alfa-gliserofosfat. Akan tetapi, sejumlah kecil gliserol asli dari monogliserida terdapat dalam trigliserida yang baru disintesis.
Setelah terbentuk, trigliserida terkumpul dalam butiran bersama dengan kolesterol yang diabsorpsi, fosfolipid yang diabsorpsi, dan fosfolipid yang baru disintesis. Masing-masing zat tersebut diliputi oleh selubung protein. ß lipoprotein yang digunakan juga disintesis oleh retikulum endoplasma. Massa berbutir ini, bersama dengan selubung protein, dikeluarkan dari sisi sel epitel masuk ruang intersel dan dari sini berjalan masuk lakteal sentral vili. Butiran seperti ini dinamakan kilomikron. Selubung protein kilomikron membuat mereka hidrofilik, memungkinkan stabilitas suspense yang layak dalam cairan ekstrasel.
Transpor Kilomikron dalam Limfe. Dari bawah sel epitel, kilomikron masuk kr dalam lakteal sentralia vili dan didorong bersama limfe oleh pompa pembuluh limfe ke atas melalui duktus torasikus untuk dimasukkan ke vena-vena besar pada leher.
ABSORPSI DALAM USUS BESAR; PEMBENTUKAN FESES
Kira-kira 500 sampai 1000 ml. kimus melalui katup ileosekalis masuk usus besar setiap hari. Sebagian besar air dan elektrolit dalam kimus diabsorpsi dalam kolon, hanya menyisakan 50 sampai 200 ml. cairan untuk diekskresi dalam feses.
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada setengah proksimal kolon, sehingga daerah ini dinamakan kolon absorpsi, sedangkan kolon distal pada dasarnya berfungsi untuk penyimpan dan oleh karena itu dinamakan kolon penyimpan.
Absorpsi dan Sekresi Elektrolit dan Air. Mukosa usus besar, seperti mukosa usus halus, mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk absorpsi aktif natrium dan potensial listrik yang ditimbulkan oleh absorpsi natrium menyebabkan absorpsi klorida. Selain itu, seperti pada bagian distal usus halus, mukosa usus besar secara aktif mengabsorpsi ion klorida tambahan dalam jumlah kecil. Bikarbonat membantu menetralkan hasil akhir kerja bakteri dalam kolon yang bersifat asam.
Absorpsi ion natrium dan klorida menghasilkan perbedaan osmotik diantara kedua sisi mukosa usus besar, yang sebaliknya menyebabkan absorpsi air.
Kerja Bakteri pada Kolon. Banyak bakteri, khususnya hasil kolon, terdapat pada kolon absorpsi. Zat yang dibentuk sebagai hasil aktivitas bakteri adalah vitamin K, vitamin B1 2, tiamin, riboflavin, dan berbagai gas yang menimbulkan flatus pada kolon. Vitamin K khususnya penting, karena jumlah vitamin ini dalam makanan yang dimakan dalam keadaan normal tidak cukup untuk mempertahankan koagualasi darah yang adekuat.
Susunan Feses. Dalam keadaan normal feses sekitar tiga per empat merupakan air dan satu per empat zat padat yang terdiri atas sekitar 30 persen bakteri yang mati, 10 sampai 20 persen lemak, 10 sampai 20 persen zat organik, 2 sampai 3 persen protein, dan 30 persen sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicernakan dan unsur-unsur kering getah pencernaan, seperti pigmen empedu dan sel epitel yang mengelupas.
Warna feses yang coklat disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin, yang merupakan derivate bilirubin. Bau terutama disebabkan oleh hasil kerja bakteri; hasil ini berbeda-beda dari satu orang ke orang lain, tergantung pada flora bakteri kolon orang tersebut dan pada jenis makanan yang dimakan. Hasil yang sebenarnya member bau adalah indol, skatol, merkaptan, dan hydrogen sulfide.
H. GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN
1. MALABSORPSI USUS HALUS “SPRUE”
Kadang-kadang, zat gizi tidak secara adekuat diabsorpsi dari usus halus walaupun makanan dicernakan dengan baik. Beberapa penyakit dapat menyebabkan pengurangan daya absorpsi mukosa; penyakit-penyakit ini diklasifikasikan bersama dengan nama umum sprue. Memang, malabsorpsi juga dapat terjadi bila sebagian besar usus halus dibuang.
Salah satu jenis sprue, yang dengan berbagai cara dinamakan sprue idiopatik, penyakit seliak (pada anak-anak), atau enteropati gluten, akibat efek toksik gluten yang terdapat pada jenis butir gandum tertentu, khususnya “wheat dan rye” (jenis gandum). Gluten menyebabkan destruksi vili. Sebagai akibatnya, vili menjadi tumpul atau hilang sama sekali, jadi sangat mengurangi luas absorpsi usus. Pembuangan tepung gandum dan “rye” dari diet, khususnya pada anak-anak dengan penyakit ini, seringkali menimbulkan penyembuhan yang menakjubkan dalam beberapa minggu.
Malabsorpsi pada Sprue. Pada stadium permulaan sprue, absorpsi lemak lebih terganggu daripada absorpsi hasil pencernaan lainnya. Lemak yang terdapat dalam feses hampir seluruhnya dalam bentuk sabun bukan lemak netral yang tidak dicernakan, menggambarkan bahwa masalahnya adalah absorpsi bukan pada pencernaan. Pada stadium sprue ini, keadaan ini sering dinamakan steatore idiopatik, yang berarti bahwa terlalu banyak lemak dalam feses sebagai akibat dari penyebab yang tidak diketahui.
Pada kasus sprue yang lebih berat, absorpsi protein, karbohidrat, kalsium, vitamin K, asam folat, dan vitamin B1 2, serta banyak zat penting lainnya sangat terganggu. Sebagai akibatnya, orang menderita (1) defisiensi zat gizi berat, sering berkembang menjadi atrofi jaringan yang berat, (2) osteomalasia (demineralisasi tulang karena kekurangan kalsium), (3) koagulasi darah yang tidak adekuat akibat kekurangan vitamin K, dan (4) anemia makrositik jenis anemia pernisiosa, Karena kekurangan absorpsi vitamin B1 2 dan asam folat.
2. KONSTIPASI
Konstipasi berarti pergerakan feses yang lambat melalui usus besar, dan sering dihubungkan dengan feses yang keras, kering dan berjumlah besar pada kolon desenden yang tertimbun karena absorpsi cairan yang berlangsung lama.
Penyebab konstipasi yang sering terjadi adalah kebiasaan defekasi yang tidak teratur yang timbul akibat penghambatan reflex defekasi normal waktu hidup. Bayi yang baru lahir jarang mengalami konstipasi, tetapi latihan pada permulaan tahun kehidupan dibutuhkan agar dia belajar mengatur defekasi, dan pengaturan ini diefektifkan dengan penghambatan refleks defekasi alamiah. Percobaan klinik menunjukkan bahwa jika seseorang gagal melakukan defekasi, bila refleks defekasi dirangsang atau bila seseorang menggunakan laksansia yang berlebihan untuk melangsungkan fungsi usus normal, refleks itu sendiri secara progresif makin berkurang dalam waktu tertentu dan kolon menjadi atonik. Karena alas an ini, bila seseorang melakukan kebiasaan defekasi secara teratur pada permulaan kehidupannya, defekasi biasanya pada waktu pagi setelah makan pagi waktu refleks gastrokolika dan duodenokolika menyebabkan ‘mass movement’ pada usus besar, umumnya ia dapat mencegah timbulnya konstipasi pada kehidupan selanjutnya.
3. DIARE
Diare, yang merupakan lawan konstipasi, akibat dari pergerakan feses yang cepat melalui usus besar. Penyebab utama diare adalah infeksi pada saluran pencernaan yang dinamakan enteritis.
Pada diare infeksiosa yang umum, infeksi paling luas terdapat pada usus besar dan ujung distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, mukosa sangat teriritasi, dan kecepatan sekresinya sangat bertambah. Selain itu pergerakan dinding usus biasanya meningkat banyak sekali. Sebagai akibatnya sejumlah besar cairan disediakan untuk membersihkan agen infeksi kea rah anus, dan pada saat yang sama, pergerakan mendorong yang kuat mendorong cairan ke depan. Memang, ini merupakan mekanisme penting untuk membersihkan saluran pencernaan dari infeksi yang melemahkan.
Yang khususnya menarik adalah diare yang disebabkan oleh kolera. Toksin kolera langsung merangsang sekresi elektrolit dan cairan berlebihan dari kripti Lieberkühn pada ileum distalis dan kolon, dan secara khusus menambah mekanisme pertukaran bikarbonat-klorida, menyebabkan ion bikarbonat dalam jumlah berlebihan disekresi ke dalam saluran pencernaan. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyulitkan dalam satu hari atau lebih sehingga terjadi kematian. Oleh karena itu, dasar pengobatan terpenting adalah mengganti cairan dan elektrolit secepat kehilangannya. Dengan pengobatan yang tepat dengan cara ini, hampir tidak ada penderita kolera yang meninggal, tetapi tanpa pengobatan ini, 50 persen atau lebih akan meninggal.
4. MUNTAH
Muntah adalah cara saluran pencernaan bagian atas membuang isinya sendiri bila usus teriritasi, teregang, atau terangsang berlebihan. Rangsangan yang menyebabkan muntah dapat terjadi pada setiap saluran pencernaan, meskipun peregangan atau iritasi lambung atau duodenum memberikan rangsangan yang paling kuat. Impuls dihantarkan oleh nervus vagus dan aferen simpatis ke pusat muntah medulla oblongata, yang terletak dekat traktus solitaries kira-kira setinggi nukleus dorsalis motorik vagus. Reaksi motorik yang sesuai kemudian diberikan untuk menyebabkan muntah, dan impuls motorik yang menyebabkan muntah sebenarnya dihantarkan dari pusat muntah melalui saraf otak ke V, VII, IX, X, dan XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen.
Cara Muntah. Waktu pusat muntah sudah cukup dirangsang dan dimulai muntah, efek yang pertama adalah (1) inspirasi dalam, (2) mengangkat os hoideus dan laring untuk mendorong sfingter esophageal terbuka, (3) menutup glotis, dan (4) mengangkat palatum molle untuk menutup nares posterior. Berikutnya timbul kontraksi kuat diafragma yang menuju ke bawah bersama semua otot abdomen. Sebenarnya hal ini memeras lambung antara dua lapisan otot, menimbulkan tekanan intragastrik yang tinggi. Akhirnya, sfingter esophageal relaksasi, memungkinkan pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus.
Jadi, muntah akibat dari kerja pemerasan otot-otot abdomen dihubungkan dengan pembukaan sfingter esophagus sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
5. GAS-GAS DALAM SALURAN PERNCERNAAN (FLATUS)
Gas-gas dapat masuk saluran pencernaan dari tiga sumber: (1) udara yang tertelan, (2) gas-gas yang dibentuk akibat kerja bakteri, dan (3) gas-gas yang berdifusi dari darah masuk saluran pencernaan sebagian besar gas dalam lambung adalah nitrogen dan oksigen yang berasal dari udara yang tertelan, dan sebagian besar gas-gas tersebut dikeluarkan dengan bertahak.
Dalam usus besar, lebih banyak gas-gas berasal dari kerja bakteri; gas-gas ini terutama meliputi karbon dioksida, metana, dan hidrogen. Bila metana dan hidrogen yang sesuai bercampur dengan oksigen dari udara yang ditelan, kadang-kadang terbentuk campuran yang sebenarnya eksplosif.
Makanan tertentu diketahui meyebabkan menghasilkan flaktus yang lebih banyak dari usus besar dibandingkan makanan lain – kacang, kol, bawang, kembang kol, jagung, dan makanan pengiritasi tertentu seperti cuka. Sebagian makanan tersebut – misalnya kacang – merupakan medium yang cocok bagi bakteri pembentuk gas. Khususnya karena ia mengandung jenis karbohidrat yang dapat diragikan dan kurang diserap.
Jumlah gas yang masuk atau yang terbentuk dalam usus besar setiap hari rata-rata 7 sampai 10 liter, sedangkan jumlah rata-rata yang dikeluarkan biasanya hanya sekitar 0,6 liter. Sisanya diabsorpsi melalui mukosa usus. Paling sering, orang mengeluarkan sejumlah besar gas tidak karena aktivitas bakteri yang berlebihan, tetapi karena pergerakan usus besar yang berlebihan oleh iritasi usus, ia menggerakkan gas melalui usus besar sebelum mereka dapat di absorpsi.
0 komentar:
Posting Komentar