PENYAKIT ANEMIA DAN THALASEMIA
Oleh :
Kirana Laksmi
Lisa Amalia Sari. H
PRODI DIII GIZI
UNIVERSITAS MH. THAMRIN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data Badan Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO )
mengatakan bahwa dari 250 juta penduduk dunia ( 4,5% ) adalah pembawa gen thalasemia.
Di Indonesia jumlah penduduk penderita thalasemia dan anemia defisiensi pada tahun 2009 meningkat menjadi 8,3% dari
3.693 jiwa penduduk, penyakit ini berasal dari kalangan masyarakat kurang
mampu. Kejadian anemia defisiensi dan thalasemia pada saat ini tidak bisa
terkontrol akibat faktor genetik dan tindakan screening khusunya untuk
thalasemia di Indonesia.
Thalasemia pertama kali ditemukan pada tahun 1925 ketika DR. Thomas
B Choleey mendeskripsikan 5 anak dengan anemia berat, splenomegali dan biasanya
ditemukan pada abnormal tulang yang disebut ertir blasti atau anemia
meditarenia yang disebabkan karena sirkulasi sel darah merah dan nekluasi.
Istilah thalasemia berasal dari bahasa yunani yaitu thalassa yang artinya laut
( laut tengah ).
Saat ini, penyakit
anemia defisiensi dan thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling
banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita
sekitar 2000 orang/tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh
perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu
penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal
dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntah -muntah. Padahal gejala
akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat,
cepat, dan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anemia
Anemia
adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi kerika sel – sel darah merah (
eritrosit ) yang beredar atau konsentrasi hemoglobin yang brada dibawah nilai
normal ( kurang darah ). Hemoglobin adalah bagian utama dari sel darah merah
yang berfungsi mengikat oksigen, jika seseorang kekuranga sel darah merah dan
kadar hemoglobin berada dibawah normal maka akan trjadi gejala anemia. Apabila,
ada penurunan transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan perifer maka selama
kehamilan, anemia dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh difesiensi besi. (Wiknjosastro,
2002).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya sel darah merah dan
kadar hemoglobin. Anemia bukan merupakan
suatu diagnosis atau penyakit melainkan adanya gangguan pada fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang diuraikan melalui anemiasis yang seksama. (
Smeltzer, 2002 : 935 )
B. Pengertian
Thalasemia
Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan atau diwariskan,
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin,
dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). Kerusakan tersebut terjadi karena
hemoglobin yang tidak normal ( hemoglobinopatia ), thalasemia diturunkan atau
diwariskan dari orangtua kepada anak melaui gen ( gane ). ( Saifuddin, 2002
)
C. Klasifikasi Anemia Dan Thalashemia
Klasifikasi anemia adalah sebagai berikut :
1.
Anemia Megaloblastik
2 2. Anemia
Hipoplastik
3. Anemia Hemolitik Herediter
4. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia defisiensi zat besi adalah dimana
seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya
atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi. Anemia defisiensi merupakan
gejala dimana kondisi tubuh merasa kehilangan komponen darah, dan kurangnya
nutrisi yang dibutuhkan untuk sel darah merah yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah.
5 5. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan penyakit
keturunan.
Sedangkan
klasifikasi thalasemia adalah sebagai berikut :
1.
Thalasemia Alfa ( a )
Berdasarkan banyaknya gen yang
terganggu talasemia alfa ( a ) dikenal menjadi empat macam :
v Delesi 1 gen ( silent carriers )
v Delesi 2 gen ( Thalassemia α
trait )
v Delesi 3 gen ( Penyakit HbH )
v Delesi 4 gen ( hydrops fetalis )
2.
Thalassemia Beta ( β )
Thalassemia beta (β ) dikenal sebagai thalassemia homozigot apabila
terdapat mutasi pada kedua gen β, sedangkan pada thalassemia heterozigot terdapat mutasi pada 1 gen β. Berdasarkan
gambaran klinik dikenal dua macam thalassemia β yaitu thalassemia β mayor,
thalassemia β minor.
v Thalasemia β mayor
v Thalassemia β minor
BAB III
ETIOLOGI
A. Anemia
Anemia disebabkan karena tubuh memproduksi sel darah merah terlalu
sedikit, terlalu banyak kehilangan sel darah merah.
1.
Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik yang disebabkan
karena kekurangan asam folik, dan vitamin B12.
2. Anemia
Hipoplastik
Anemia hipoplastik
disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, yang membentuk sel darah merah baru.
3. Anemia Hemolitik Herediter
Anemia hemolitik herediter
disebabkan karena penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat
dari pembuatannya.
4. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia defisiensi disebabkan karena rendahnya asupan zat besi,
kurang gizi ( malnutrisi ) asupan absorbsi serta kehilangannya zat besi
akibat perdarahan menahun. Kebutuhan zat besi sangat dibutuhkan pada laki
– laki dalam masa pubertas ( pertumbuhan ), karena untuk peningkatn
volume darah, pembentukan otot, dan myoglobin. Sedangkan pada wanita zat besi
sangat dibutuhkan setelah masa menstruasi karena jumlah darah yang hilang rata
– rata 20mg zat besi tiap bulan, akan tetapi dari individu 58mg.
Anemia defisiensi
dapat terjadi secara patologis dan fisiologis :
a. Patologis
Perdarahan pada saluran makanan yang terjadi karena cacing tambang,
sehingga saluran cerna mudah berdarah.
b. Fisologis
v Menstruasi
v Pada ibu hamil sekitar 900mg zat besi
hilang dari tubuh ibu pada fetus, flasenta dan pada waktu fraktus. Ibu hamil trimester I dan III
memiliki kadar hemoglobin <11gr%, sedangkan pada ibu hamil trimester II
memiliki kadar hemoglobin <10,5gr%.
5.
Anemia sel sabit
Anemia sel sabit disebabkan karena sel darah merah memiliki hemoglobin
yang abnormal sehingga mengurangi jumlah oksigen didalam sel.
B. Thalasemia
Thalasemia
tejadi karena ketidak seimbangan pembuatan rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel
darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang
disebut hemoglobin. Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang
berbeda, yaitu globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh
gen yang berada di kromosom yang berbeda. Apabila
satu atau lebih gen yang memproduksi protein globin tidak normal atau hilang,
maka akan terjadi penurunan produksi protein globin yang menyebabkan
thalassemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa-
thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan
penyakit beta-thalassemia.
Selain itu thalasemia juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
faktor primer dan faktor skunder. Faktor primer thalasemia adalah berkurangnya
sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel –
sel eritrosit intramedular, sedangkan faktor skunder terjadi karena defisiensi
asam folat, bertambahnya volume plasma intravascular yang mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa
dan hati.
1.
Thalasemia Alfa ( a )
Thalasemia alfa ( a ) terjadi karena
adanya kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah.
v Delesi 1 gen ( silent carriers )
Delesi 1 gen ( silent carriers ) terjadi
karena adanya kelainan hemoglobin ( HB )
v Delesi 2 gen ( Thalassemia α
trait )
Delesi
2 gen ( Thalassemia α trait ) terjadi karena adanya gejala anemia.
v Delesi 3 gen ( Penyakit HbH )
Delesi 3 gen ( Penyakit HbH ) terjadi
karena adanya pembesara limpa.
v Delesi 4 gen ( hydrops fetalis )
Delesi 4 gen ( hydrops fetalis ) terjadi
karena kadar hemoglobin normal tidak terbentuk, biasanya sering terjadi pada
bayi.
2.
Thalasemia Beta ( β )
Thalasemia beta ( β ) terjadi karena
rendahnya tingkat hemoglobin sehingga menyebabkan kekurangan oksigen diberbagai
bagian tubuh.
v Thalasemia β Mayor
Thalasemia
β mayor disebabkan karena kurangnya kadar hemoglobin didalam darah.
v Thalasemia β Minor
Thalasemia β minor disebabkan karena
sepasang suami – istri yang mempunyai thalasemia β minor sehingga dapat
diwariskan kepada anaknya.
BAB IV
GAMBARAN KLINIS
A.
Gambaran Klinis Anemia
Gambaran klinis penderita anemia adalah badan lemah,letih, lesuh
dan berkunang – kunang.
1.
Anemia Megaloblastik
Gambaran klinis pada penderita anemia megaloblastik
adalah dengan adanya gejala neurologi.
2.
Anemia Hipoplastik
Gambaran klinis anemia hipoplastik harus dilakukan
dengan pemriksaan labolatorium.
3. Anemia Hemolitik Herediter
Anemia Hemolitik herediter ditandai
dengan gejala demam, badan terasa menggigil, nyeri punggung dan nyeri lambung,
penuruna tekanan darah.
4. Anemia sel sabit
Gambaran klinis anemia sel sabit ditandai dengan berbagai tingkat
anemia dan sakit kuning yang ringan.
5. Anemia defiisiensi zat besi
Gejala umum anemia yang disebut juga
sebagai sindrom anemia ( anemic syndrome ) di jumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7,8g/dl. Gejala ini
berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang – kunang serta telinga
mendeging. Pada anemia defisiensi karena penurunan kadar hemoglobin yang
terjadi secara perlahan – lahan, seringkali sindrom anemia tidak terlalu
mencolok dibanding anemia yang lain.
Gambaran klinis yang dijumpai pada penderita anemia defisiensi zat
besi sebagai berikut :
Kuku sendok ( Koilonchya )
·
Kuku menjadi rapuh
·
Bergaris – garis vertical
·
Menjadi cekung sehingga menyerupai sendokk
|
|
Lidah halus ( Atropi papi lidah )
Permukaan
lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
|
|
Ukus sudut mulut ( stomatitis
angularis / cheiloisis )
Adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak bercak sebagai warna pucat keputihan
|
|
Tabel 1.1 gejala anemia defisiensi
BAB V
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan
Laboratorium Anemia
Dalam pemriksaan labloratorium anemia meliputi
sebagai berikut ini :
A.
Hemoglobin ( HB )
Hemoglobin adalah parameter status besi yang
memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang kekurangnya zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hemoglobin ( HB ) dapat dilakukan
dengan menggunakan alat HB sachi yang dilakukan minima dua kali selama dalam
kehamilan trimester I dan trimester III.
B.
Kontraksi besi serum
Kontraksi serum menurun pada ADB dan TIBC (
total iron binding capacity ). TIBC juga menunjukan apotransferin terhadap
besi.
C.
Feses
Pemeriksaan feses dilakukan dengan melihat
ada/tidaknya telur cacing ankilotosma.
Gambar 1.2 pemeriksaan fases
Selain pemeriksaan laboratorium dapat juga
dilakukan pemeriksaan lain seperti endskopi, klonoskopi, gastroduogenografi,
dan pemeriksaan genoklogi.
B. Gambran Klinisi
Thalasemia
Seseorang terkena thalasemia apabila
ditandai dengan adanya gejala gangguan dan ketidakmampuan memproduksi eritrosit
dan hemoglobin. Gejala penyakitnya bervariasi, dapat berupa anemia, pembesaran
limpa dan hati atau pembentukan tulang muka yang tidak normal. Limpa berfungsi untuk
membersihkan sel darah yang rusak. Pembesaran limpa pada penderita thalasemia
terjadi karena sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja
limpa sangat berat. Selain itu, tugas limpa juga lebih di perberat untuk
memproduksi sel darah merah lebih banyak. Tulang muka merupakan tulang pipih.
Tulang pipih berfungsi memproduksi sel darah. Akibat thalasemia, tulang pipih
akan berusaha memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya hingga terjadi
pembesaran tulang pipih. Pada muka, hal ini dapat dilihat dengan jelas karena
adanya penonjolan dahi, menjauhnya jarak antara kedua mata, dan menonjolnya
tulang pipi.
1.
Thalasemia Alfa ( a )
Gejala pada penderita thalasemia Alfa ( a
) terjadi apabila gen yang mengontrol produksi rantai globin alfa mengalami
kelainan sehingga terjadi kerusakan gen.
v Delesi 1 Gen ( Silent Carriers )
Gambaran klinis pada delesi 1 gen (
silent carriers ) tidak ada, akan tetapi pada pemerikasaan darah tepi
terdapat sel darah merah yang kecil ( mikrositik ) dan memiliki warna
lebih pudar ( hipokrom )
v Delesi 2 Gen ( Thalassemia Α
Trait )
Gambaran klinis pada delesi 2 gen (
Thalassemia α trait ) tidak ada, sehingga masih bias untuk memproduksi
globin alfa dalam jumlah normal.
v Delesi 3 Gen ( Penyakit HbH )
Gambaran klinis delesi 3 gen ( Penyakit
HbH ) adalah dengan produksi rantai globin alfa yang sedikit.
v Delesi 4 Gen ( hydrops fetalis )
Gambaran klinis delesi 4 gen (
hydrops fetalis ) adalah denga tidak adanya pembentukan rantai globin.
2.
Thalasemia Beta
( β )
Gambaran klinis thalasemia Beta ( β ) dapat dilihat berdasarkan
banyaknya gen yang bermutasi.
v Thalasemia β Mayor
Gambaran klinis
pada thalasemia β mayor adalah jika terjadi mutasi pada kedua gen β, dan adanya pembesaran limpa yang semakin
lama semakin membesar sehingga perlu dilakukannya pengangkatan limpa.
v Thalasemia β minor
Gambaran klinis thalasemia β minor
adalah jika didapatkan mutasi pada salah satu dari dua gen β.
B.
Eritrosit protpofirin ( EP )
Eritrosit protpofirin ( EP ) diukur dengan
memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberpa tetes darah.
2.
Pemeriksaan Laboratorium Thalasemia
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita
thalasemia berupa hemoglobin, gambaran morfologi eritrosit, selain itu juga
dilakukan pemriksaan lain seperti ronsen tulang kepala, ronsen tulang pipih,
dan ujung tulang panjang.
Berikut ini adalah hasil dari pemeriksaan
labolatorium :
Jenis pemeriksaan
|
Silent carier
|
Thalasemia trait
|
HbH
|
Hemoglobin
|
Normal
|
Normal
|
Rendah 7 –
10g/dl
|
Retikulosit
|
Normal
|
Normal
|
Meningkat 5 –
10%
|
Mean corpuscular volume
|
Rendah
( 85 -75fl )
|
Rendah
( 75 – 65fl )
|
Sangat rendah 55
– 65fl
|
Mean corpuscular hemoglobin
|
Rendah
( 26pg )
|
Rendah
( 22pg )
|
Sangat rendah
20pg
|
Hemoglobin eletroforesis
|
Hb
brast 1 – 2 %
|
Hb
brast 5 – 15%
|
Hb brast 20
– 40%
|
Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Labolatoroium
Thalasemia
BAB VI
PATOGENESA
1.
Patogenesa Anemia
Patogenesa anemia defisiensi dimulai ketika terjadinya
kekurangan darah, cadangan zat besi didalam tubuh habis, yang ditandai dengan
menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh saturasi tranferin yang
disebabkan dengan tidak adanya besi didalam tubuh sehingga apotransferin yang
dibentuk hati menurun dan tidak terjadi peningkatan dengan besi dan transferin
yang terbentuk hanya sedikit. Hal ini disebabkan karena tidak adanya besi
didalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat besi dari manapun dengan
meningkatkan kapasitasnya.
2.
Patogenesa Thalasemia
Thalasemia diturunkan
dari salah satu orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika
pasangan suami - istri adalah pembawa gen thalasemia, maka kemungkinan anaknya
akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa gen thalasemia (50%) dan normal
(25%).
Gambar
1.3 Skema Patogenesa Thalasemia
11.
Thalasemia alfa ( a )
Gambar
1.3 Patogenesa Thalasemia Alfa
Jika salah satu orangtua memiliki thalasemia alfha dan
orang tua lainnya adalah pembawa diam (αα/α-), maka ada 25 persen ( 1 dari 4 )
kesempatan dengan setiap kehamilan memiliki sebuah anak dengan penyakit
hemoglobin.
v Delesi 4 gen ( hydrops fetalis )
Jka
kedua orang tua memiliki bentuk cis dari thalassemia alfa trait (αα/--),
ada 25% (1 dari 4 ) dari setiap kehamilan memiliki anak dengan menderita Hydrops
fetalis ( --/-- ). Hidrops
fetalis adalah suatu kondisi kesehatan yang sangat serius dan biasanya
menyebabkan kematian sebelum atau segera setelah lahir. Bayi yang lahir dengan Hydrops fetalis biasanya
tidak bertahan karena mereka tidak mampu membuat cukup hemoglobin.
Gambar
1.4 Patogenesa Delesi 4 gen ( hydrops fetalis )
2. Thalasemia Beta ( β )
v Thalasemia β Mayor
Jika
kedua orang tua tidak menderita thalasemia mayor, maka mereka tidak
menurunkan thalasemia mayor kepada anak-anak meraka. Semua anak-anak mereka
akan mempunyai darah yang normal.
|
|
Apabila salah seorang dari
orang tua menderita thalassemia mayor, sedangkan yang lainnya tidak, maka ( 50%
) kemungkinan setiap anak - anak mereka tidak akan menderita thalasemia
mayor.
|
|
Apabila kedua orang tua
menderita Thalassemia mayor, maka anak - anak mereka mungkin akan menderita
thalassemia mayor atau memiliki darah yang normal.
|
|
Tabel 1.2 Patogenesa Thalasemia Mayor
BAB VII
Diagnosa
A.
Diagnosa Anemia
1. Anemia
Megaloblastik
Seseorang pasien
didiagnosa menderita anemia megaloblastik perubahan perfusi jaringan b.d karena
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke
sel. Intoleransi aktivitas b.d terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen
( pengiriman ) dan kebutuhan. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
sehingga kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan (
absorpsi nutrient ) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
2.
Anemia Hipoplastik
Seseorang dapat didiagnosa menderita anemia
hipoplastim apabila telah melakukan pemeriksaan labolatorium.
3. Anemia Hemolitik Herediter
Seseorang di diagnosa dokter menderita anemia
hemolitik herediter karena ditandai dengan adanya peningkatan laju destruksi
sel darah merah, peningkatan kompensatorik eritropoiesis yang menyebabkan
retikulositosis , dan retensi produk
destruksi sel darah merah oleh tubuh termasuk zat besi.
4. Anemia Sel Sabit
Dokter
mendiagnosa pasien menderita anemia sel sabit apabila terjadinya nyeri lambung,
nyeri tulang serta mual – mual, dan juga dari hasil pemeriksaan sel darah.
. 5.
Anemia Defisiensi Zat Besi
Seseorang penderita dapat di
diagnosa dokter menderita anemia defisiensi karena adanya riwayat perdarahan
kronis, Fe serum rendah, TIBC tinggi, tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang
(sideroblast- ) dan atidak adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.1,2
Diagnosa anemia
defisiensi zat besi :
Zat
besi
|
|
TIBC
|
|
Feritin
|
|
Sel darah
|
|
HbA2
|
|
Tabel
1.3 daftar diagnosa anemia defisiensi
B.
Diagnosa Thalasemia
Seseorang pasien yang menderita
thalasemia dapat di diagnosa dokter apabila menderita anemia dan adanya MCV (
Mean Corpuscular Volume ).
BAB VIII
PENCEGAHAN
1 1. Penceghan Anemia
Anemia dapat dicegah dengan memberikan
penyuluhan kesehatan kepada msayarakat, tentang pentingnya kebersihan,
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan yang bersumber zat besi.
22. Pencegahan thalasemia
Ada dua tahap untuk mencegah terjadinya thalasemia, tahap pertama
adalah untuk melibatkan pengembangan kaedah yang sesuai untuk diagnosa pranatal
dan menggunakannya untuk mengenak dengan pasti pasangan yang mempunyai resiko
tinggi misalnya mereka yang telah mempunyai anak dengan penyakit thalasemia.
Tahap kedua melibatkan penyaringan penduduk untuk mengenal pasti pembawa
thalasemia dan memberikan penjelasan kepada mereka yang mempunyai resiko.
BAB IX
TERAPI
A.
Terapi Anemia
1. Anemia
Megaloblastik
Terapi anemia megaloblastik
dilkukan dengan cara sebagai berikut :
v Terapi
suportif
Terapi suportif dilakukan dengan
cara transfusi bila hipoksia, suspensi trombosit, trombosotopenia mengancam
jiwa.
v Terapi penyakit dasar
Terapi penyakit dasar dilakukan
untuk menghentikan obat - obatan penyebab anemia megaloblastik.
2.
Anemia Hipoplastik
Penderita anemia hipoplastik tidak dilakukan terapi,
melainkan transfusi darah.
3. Anemia Hemolitik Herediter
Penderita
anemia hemolitik herediter tidak dilakukan terapi melainkan dengan cara
pemberian obat, jenis obat yang diberikan adalah kortikosteroid. Selain
dilakukannya terapi dapat juga dilakukan operasi untuk mengangkat limpa.
4. Anemia sel sabit
Terapi
anemia sel sabit dilakukan dengan cara memberikan obat – obatan untuk
mengurangi rasa nyeri, jenis obat yang diberikan berupa antibiotik hydrociurea.
Selain itu juga dapat dilakukan dengan terapi genetic yang merupakan penanaman
gen abnormal.
5. Anemia defisiensi zat besi
Terapi untuk anemia defisiensi dibagi
menjadi dua yaitu terapi besi oral dan terapi parenteral. Terapi besi oral merupakan
dengan pemberian preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat ini dengan dosis 60mg/hari yang dapat
menaikan kadar Hb sebanyak 1gr%/bulan. Saat ini program nasional
menganjurkankombinasi 60mg
besi dan 50gr asam folat untuk profilaksis anemia terapi pilihan utama karena efektif dan
aman. Efek samping dari terapi besi oral adalah dapat mengurangi kecanduan
pasien dalam minum obat. Selain itu juga dapat dilkukan terapi parenteral, terapi parental
dapat diberikan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral karena adanya
gangguan penyerapan, dan terjadi penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua. Preparat parenteral dapat diberikan dengan ferum dextran
sebanyak 1000mg/intravena atau 2x10 ml/IM pada gluteus, sehingga dapat
meningkatkan Hb lebih cepat yaitu sebanyak 2%/gr Terapi ini merupakan terapi terhadap
penyebab terjadinya anemia defisiensi, seperti
kombinasi 60mg
besi dan 50gr asam folat untuk profilaksis anemia terapi pilihan utama karena efektif dan
aman. Efek samping dari terapi besi oral adalah dapat mengurangi kecanduan
pasien dalam minum obat. Selain itu juga dapat dilkukan terapi parenteral, terapi parental
dapat diberikan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral karena adanya
gangguan penyerapan, dan terjadi penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua. Preparat parenteral dapat diberikan dengan ferum dextran
sebanyak 1000mg/intravena atau 2x10 ml/IM pada gluteus, sehingga dapat
meningkatkan Hb lebih cepat yaitu sebanyak 2%/gr. Terapi ini merupakan terapi terhadap
penyebab terjadinya anemia defisiensi, seperti pengobatan terhadap perdarahan
kronis yang disebabkan oleh cacing tambang, hemoroid, memoragia. Karena jika
tidak dilakukan terapi maka anemia defisiensi akan kambuh kembali.
Pemberian besi oral dilakukan untuk
mengganti kekurangan besi dalam tubuh ( iron repilacmennt theraphy ). Selain
dilakukannya terapi pada penderita anemia defisiensi dapat juga dilakukan
pengobatan lain seperti, diet yang diiberikan makanan bergizi dengan tinggi
protein terutama protein hewani, diberikan vitamin c dengan dosis 3X100mg/hari untuk absorbsi besi.
B. Terapi Penderita
Thalasemia
Terapi dilakukan secara teratur untuk mempertahankan kadar
hemoglobin ( HB ) diatas 10g/dl. Terapi yang dilakukan berupa pemberian regimen
hiper transfusi ini akan memberikan kerja aktifitas normal dengan nyaman,
mencegah ekspansi sum – sum,
1.
Thalasemia Alfa ( a )
Terapi untuk penderita thalasemia alfa (
a ) adalah dengan cara transfusi darah.
2.
Thalasemia Beta ( β )
v Thalasemia β Mayor
Terapi pada penderita thalasemia β mayor
dilakukan dengan cara transfursi darah seumur hidup, dan dengan memberikan
perhatian khusus kepada si penderita.
v Thalasemia β Minor
Terapi yang dilakukan pada penderita
thalasemia β minor adalah terapi celasi ( chelation therapy ) dengan
bahan desferal.
BAB X
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa anemia defisiensi diebabkan karena kekurangannya
zat besi, dan sering terjadi di masyarakat kalangan bawah dan pada ibu hamuil,
sedangkan kesimpulan dari thalasemia. Thalasemia merupakan suatu masalah yang
semakin karena thalasemia merupakan kelainan genetic gen yang mengakibatkan
berkurang atau tidak adanya sinetis satu atau rantai globin yang lebih.
2 2. Saran
Saran terhadap
penyakit anemia defisiensi sebaiknya pemerintah setempat memberikan bantuan
kepada kalangan masyarakat kurang mampu, dan di adakannya penyuluhan supaya
masyarakat mengerti pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi terutama
mengandung zat besi. Sedangkan saran terhadap penyakit thalasemia sebaiknya diadakan
penyuluhan kepada masyarakat dan pemerintah memberikan perhatian kepada seluruh
masyarakat supaya tidak terjadi pernikahan antara pasangan yang sama – sama
mempunyai pembawa sifat thalasemia.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku saku dokter gejala klinis anemia
Doengges, 1999, pengertian anemia defisiensi
http://id.blog
keperawatan thalasemia
Journal – kesehatan.blogspot.com/2012. Gejala klinis
anemia hemolitik hediter
Medicastore.com/penyakit anemia sel sabit
Smeltzer, 2002:935, pengertian anemia defisiensi
Saiffuddin, 2002, pengertian thalasemia