Konstipasi, Hemorrhoid, Divertikulitis, dan Leukimia
I.
Konstipasi
Konstipasi
adalah kesulitan atau
jarang defekasi yang mungkin karena feses keras atau kering sehingga terjadi
kebiasaaan defekasi yang tidak teratur. Konstipasi
juga merupakan perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan
pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang dari
tiga kali per minggu dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya.Konstipasi
fungsional didasarkan atas tidak dijumpainya kelainan organik ataupun patologis
yang mendasarinya walau telah dilakukan pemeriksaan objektif yang menyeluruh.
Pasien
yang mengalami konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda.Menurut World
Gastroenterology Organization (WGO) beberapa pasien (52%) mendefinisikan
konstipasi sebagai defekasi keras, tinja seperti pil atau butir obat (44%),
ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%).
Menurut North American Society of Gastroenterology
and Nutrition, konstipasi didefinisikan dengan kesulitan atau lamanya
defekasi, timbul selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan
pada pasien.
1.1. Klasifikasi
Konstipasi
Berdasarkan patofisiologis, konstipasi dapat diklasifikasikan
menjadi konstipasi akibat kelainan struktural dan konstipasi fungsional.
Konstipasi akibat kelainan struktural atau gangguan motilitas yaitu, terjadi
melalui proses obstruksi aliran tinja, sedangkan konstipasi fungsional
berhubungan dengan gangguan motilitas kolon atau anorektal. Konstipasi yang
dikeluhkan oleh sebagian besar pasien umumnya merupakan konstipasi fungsional. Pada
awalnya beberapa istilah pernah digunakan untuk menerangkan konstipasi
fungsional, seperti retensi tinja fungsional, konstipasi retentif atau
megakolon psikogenik. Istilah tersebut diberikan karena adanya usaha anak untuk
menahan buang air besar akibat adanya rasa takut untuk berdefekasi. Retensi
tinja fungsional umumnya mempunyai dua puncak kejadian, yaitu pada saat latihan
berhajat dan pada saat anak mulai bersekolah.
1.2.
Faktor–Faktor yang Menyebabkan
Konstipasi
a. Perubahan hormon progesteron yang
menyebabkan tonus otot menurun sehingga akan menghambat gerakan
peristatik usus. Jika hal ini terjadi pada wanita hamil yang mengalami
kesulitan buang air besar. (Paath, E.F. 2004)
b. Peningkatan hormon progesteron
yang memperlambat proses pencernaan yang membuat kondisi feses cenderung lebih
keras dan lebih sulit keluar
c. Fisiologik, dehidrasi, diet rendah
serat.
d. Psikologenik atau tingkah laku
kebiasaan buruk (mengabaikan keinginan untuk buang air besar).
e. Hormonal yaitu efek relaksasi pada
otot-otot halus seluruh tubuh. Perut lebih lambat dan usus kecil menjadi lebih
santai sehingga gerakan konstraksi usus berkurang dan sering terjadi konstipasi
f. Tablet zat besi (iron) yang diberikan
oleh dokter biasanya tablet Fe tersebut menyebabkan warna feses (tinja)
kehitaman.
g. Pola hidup. Pola hidup dengan diet
rendah serat seperti terdapat pada sayuran, buah dan biji-bijian dan tinggi
lemak seperti dalam Keju, mentega, telur dan daging
h. Kurang minum
i.
Kurang olahraga
j.
Kebiasaan buang air besar yang buruk
k. Rahim yang membesar menekan kolon dan
rektun sehingga menganggu ekskresi. (Arisman. 2004).
l.
Peningkatan relaksasi pada otot-otot saluran pencernaan
akibat meningkatnya hormon-hormon tertentu selama kehamilan sehingga sistem
pembuagan sisa-sisa makanan menjadi lambat. (Eisenberg, A. 1996)
1.3.
Ciri-ciri Penderita Konstipasi
a. Merasa defekasinya menjadi sulit dan
nyeri
b. Tinja Keras
c. Mengejan pada defekasi
d. Lelah
e. Tidak nyaman
f. Defekasi hanya tiga kali atau kurang
dari seminggu
g. Perut kembung. (Sherry, j. 2000)
h. Malas
i.
Kurang enak badan
j.
Nyeri pinggang bagian bawah
k. Warna tinja kehitam-hitaman
l.
Nafsu makan menurun.
1.4. Macam-macam Konstipasi
1.4.1. Konstipasi Kronik, merupakan
konstipasi dengan frekuensi defekasi kurang dari 3
kali per minggu, lebih dari satu kali episode inkontinensia feses per minggu,
tinja yang banyak di rektum atau abdomen dan teraba pada pemeriksaan fisik,
feses yang melewati rektum terlalu banyak sehingga dapat menyebabkan obstruksi
di kloset, perilaku menahan defekasi, dan nyeri defekasi.
1.4.2. Inkontinensia Fekal, yaitu aliran feses pada tempat
yang tidak seharusnya
1.4.3. Inkontinensia Fekal Organik, yaitu inkontinensia fekal yang
didapat dari kelainan organic
1.4.4. Inkontinensia Fekal Fungsional, yaitu inkontinensia fekal yang didapat
dari penyakit non organic, dapat berupa konstipasi yang berhubungan dengan
inkontinensia fekal, dan inkontinensia fekal non retensi
1.4.5. Konstipasi berhubungan dengan
inkontinensia fekal yaitu inkontinensia fekal fungsional yang berhubungan dengan
kehadiran konstipasi
I.
Hemorrhoid (wasir)
Hemorrhoid
merupakan pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah balik (vena) pada
daerah rektum atau anus. Keadaan ini terjadi
akibat peningkatan tekanan di daerah tersebut. Di Amerika, 50%
populasi usia 50an menderita wasir. Dan diperkirakan sekitar 50-85% populasi
dunia akan mengalami gejala wasir pada periode tertentu dalam hidupnya.
Penyebab terjadinya wasir bermacam-macam.
•
Wasir dapat diturunkan
secara genetik, atau karena memang lemahnya pembuluh darah vena di rektum atau
anus, atau juga dapat disebabkan karena terlalu sering dan kuat mengedan
(kesulitan buang air besar atau diare).Duduk yang terlalu lama juga dapat menyebabkan
terjadinya wasir. Hipertensi (darah tinggi), obesitas (kegemukan), dan gaya
hidup yang malas (tidak aktif) juga merupakan salah satu pencetus terjadinya
wasir. Konsumsi alkohol dan kopi dalam jumlah banyak dan sering juga merupakan
salah satu faktor pencetus. Alkohol dapat menyebabkan penyakit hati yang pada
akhirnya akan menimbulkan penyumbatan aliran pembuluh darah pada rektum atau
anus, sedangkan mengkonsumsi terlalu banyak kopi dapat menyebabkan hipertensi.
Keadaan dehidrasi (kekurangan cairan) dapat juga menjadi faktor
penyebab.Dehidrasi dapat menyebabkan tinja yang keras dan kesulitan buang air
besar. Diare dan konstipasi yang menahun. Kehamilan, Rahim yang membesar dapat
menekan daerah rektum dan anus sehingga menyebabkan hemorrhoid. Persalinan, Pada
saat persalinan, ibu akan berusaha mengejan sekuat tenaga untuk membantu
melahirkan bayi, sehingga akan meningkatkan tekanan dan menyebabkan hemorrhoid.
Serta Faktor gizi (Kekurangan vitamin E merupakan faktor yang lainnya).
1.1. Tipe dan Gejala
Hemorrhoid dibagi menjadi 2 tipe :
1.1.1.
Hemorrhoid eksterna
Merupakan
wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung
dari anal kanal (anus). Wasir jenis ini dapat terlihat dari luar tanpa
menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan keluhan nyeri. Dapat
terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan
adalah berupa gatal. Wasir jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan
darah). Jika pembuluh darah vena yang mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan
darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat.
1.1.2.
Hemorrhoid interna
Merupakan
wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir jenis ini tidak nyeri. Jadi
kebanyakan orang tidak menyadari jika mempunyai wasir ini. Perdarahan dapat
timbul jika mengalami iritasi. Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika
wasir jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated
hemorrhoids.
a.
Prolapsed hemorrhoid
adalah wasir yang “nongol” keluar dari rektum.
b.
Strangulated
hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karena otot
disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya wasir dan
terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian
jaringan yang dapat terasa nyeri sekali.
Hemorrhoid
interna dapat dikelompokkan menjadi :
·
Grade I : wasir tidak keluar dari rektum
·
Grade II : wasir prolaps (keluar dari rektum)
pada saat mengedan, namun dapat masuk kembali secara spontan
·
Grade III : wasir prolaps saat mengedan, namun
tidak dapat masuk kembali secara spontan, harus secara manual (didorong kembali
dengan tangan)
·
Grade IV : wasir mengalami prolaps namun tidak
dapat dimasukkan kembali.
Gejala
wasir :
·
Gatal
dan nyeri di permukaan dubur.
·
Keluarnya
lendir atau darah bersama kotoran.
·
Tetesan
darah segar dari dubur.
·
Benjolan
lunak di permukaan dubur.
1.2. Pemeriksaan
Hemorrhoid
Konfirmasi
secara visual dari wasir dapat dilakukan dengan tehnik anuskopi, yaitu dengan
memasukkan suatu alat yang dinamakan
anuskop (suatu tabung panjang yang diujungnya terpasang lampu) melalui anus
sehingga memungkinkan dokter melihat secara langsung wasir yang letaknya
didalam (hemorrhoid interna). Untuk pemeriksaan lebih lanjut (menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain seperti polip, infeksi usus, atau tumor),
sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat dilakukan. Pada sigmoidoskopi, sekitar 60
cm dari usus besar dapat terlihat.Sedangkan dengan kolonoskopi, seluruh usus
dapat terlihat.
1.3.
Pencegahan hemorrhoid
a.
Minum banyak air,
makan makanan yang mengandung banyak serat (buah, sayuran, sereal, suplemen
serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari
b.
Olahraga
c.
Mengurangi mengedan
d.
Menghindari penggunaan
laksatif (perangsang buang air besar)
e.
Membatasi mengedan
sewaktu buang air besar.
f.
Penggunaan celana
dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan dapat mengiritasi wasir
yang sudah ada.
g.
Penggunaan jamban
jongkok juga sebaiknya dihindari.
1.4.
Pengobatan Hemorrhoid
a.
Terapi pengobatan
Tidak
ada obat yang dapat mengobati wasir. Yang paling penting adalah untuk melakukan
pencegahan (dijelaskan dibawah) terhadap timbulnya wasir. Namun wasir kita
menimbulkan rasa nyeri, dapat diberikan obat penghilang
nyeri yang dimasukkan melalui anus. Selain itu juga dapat digunakan krim
penghilang rasa sakit, namun harus hati-hati terhadap krim yang mengandung
steroid karena justru dapat memicu timbulnya serangan nyeri.
b.
Terapi operatif, jika wasir yang
kita alami tidak sembuh-sembuh dengan perubahan pola hidup, maka sebaiknya dilakukan
tindakan operasi yang dapat berupa :
·
Rubber band ligation, suatu karet
diikatkan pada wasir sehingga pasokan pembuluh darah menjadi berkurang atau
tidak ada. Setelah beberapa hari, jaringan wasir akan mengalami kematian yang
pada akhirnya akan lepas sendiri bersamaan dengan buang air besar.
·
Hemorrhoidolysis/Galvanic
Electrotherapy, merupakan
tindakan pemotongan wasir dengan menggunakan arus listrik.
·
Sclerotherapy, penyuntikan zat
sklerosan dilakukan pada wasir sehingga menyebabkan runtuhnya dinding pembuluh
darah pada wasir.
·
Cryosurgery, merupakan
tindakan penghancuran wasir dengan cara membekukannya. Tindakan ini sudah
jarang sekali digunakan karena efek sampingnya.
·
Laser, infrared or
BICAP coagulation,
adalah tindakan pemotongan wasir dengan menggunakan laser
atau inframerah. Sekarang ini, laser sudah mulai ditinggalkan karena penelitian
menunjukkan bahwa penanganan wasir lebih efektif dengan menggunakan inframerah.
·
Hemorrhoidectomy, tindakan ini
merupakan tindakan pembedahan. Namun banyak pasien yang mengeluhkan nyeri yang
hebat setelah dilakukan operasi ini. Untuk itu, tindakan ini dilakukan
sebaiknya untuk hemorrhoid interna grade IV saja.
II.
Divertikulitis
Divertikulitis adalah peradangan pada satu atau lebih
divertikula dalam saluran pencernaan. Divertikula adalah kantong kecil yang
menggembung dan dapat terbentuk di mana saja di sistem pencernaan, termasuk
lambung, kerongkongan dan usus kecil. Namun, divertikula paling sering
ditemukan dalam usus besar. Divertikula yang umum, terjadi pada orang setelah
memasuki usia 40 tahun. Biasanya
terjadi didaerah kolon. Kolon adalah struktur seperti
tabung panjang yang menyimpan dan kemudian membuang bahan
limbah. Seiring penuaan, tekanan di dalam kolon menyebabkan
kantong dari jaringan yang menyembul keluar dari
dinding kolon, disebut divertikulum (jamak: divertikuli). Divertikuli
dapat terjadi di sepanjang kolon, tetapi yang paling umum di dekat
ujung kolon yang disebut kolon sigmoid. Kondisi di mana kolon memiliki
divertikulum disebut divertikulosis.
3.1 Gejala Divertikulitis :
Gejala
yang paling umum adalah :
·
Nyeri
sisi kiri perut bagian bawah. Mula-mula sakit perut ringan dan menjadi lebih buruk
selama beberapa hari.
·
Jika
penyebabnya infeksi, lalu timbul : mual, muntah, merasa panas sementara
memiliki tidak demam, kram, dan konstipasi dapat terjadi juga.
·
Perubahan
kebiasaan buang air besar
·
Diare
3.2 Penanganan Divertikulitis :
Secara umum,
pengobatan tergantung pada tingkat keparahan dari tanda dan gejala serta sejauh mana infeksi dan
komplikasi. Jika gejala yang
ringan, cairan atau diet rendah serat dan antibiotik dapat mengatasi gejala.
Namun, jika gejala berrisiko komplikasi atau serangan berulang divertikulitis,
kemungkinan butuh perawatan yang lebih intensif (perawatan di instalsi
kesehatan : Rumah sakit).
III.
Leukemia
Leukemia berasal
dari bahasa Yunani “Leukos” yang artinya putih dan “Haima” artinya darah dan
lebih dikenal sebagai kanker darah dan termasuk dalam klasifikasi kanker pada
sumsum tulang atau darah. Leukemia adalah suatu keadaan dimana ketika sel darah
bersifat kanker (ganas) yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau
banyak sel di sumsum tulang. Hal ini disebabkan karena pembelahan sel yang tak
terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah normal. Pertumbuhan dari sel
yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga
akan menimbulkan gejala klinis.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal
dengan jumlah yang berlebihan, dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi.Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.
Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk
sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.
Leukemia
terjadi jika proses pematangan dari stem sel (sel induk) menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut sering kali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali
dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan
otak.
4.1.
Klasifikasi Leukimia
4.1.1.
Leukimia
Akut
Leukemia
akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang diakibatkan karena terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai
dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis
yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6
bulan.
A.
Leukemia
Limfositik Akut (LLA)
LLA
merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi
sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali
(pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA
lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden
LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan, sebagian
anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh
kegagalan dari sumsum tulang.
Radiasi, bahan racun (misalnya benzena), dan beberapa
obat kemoterapi diduga menjadi penyebab terjadinya Leukemia Limfositik Akut.
Kelainan kromosom juga memegang peranan dalam terjadinya Leukemia Limfositik
Akut. Faktor resiko untuk leukemia akut adalah:
-
Sindrom Down
-
Memiliki kakak atau adik yang menderita leukemia-
pemaparan oleh radiasi (penyinaran), bahan kimia dan obat.
Gejala
yang ditimbulkan pada penderita LLA
sangat bervariasi.Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang.Gejala LLA berhubungan dengan anemia (mudah
lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.Selain itu
juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme.Nyeri tulang
bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
B.
Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA
merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi.
LMA
atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang
dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).Permulaannya mendadak dan progresif
dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat.Jika tidak
diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi
dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita
LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain
itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
4.1.2.
Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.
A.
Leukemia Limfositik
Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B dan jarang
terjadi pada limfosit T. Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi
progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk
laki-laki.
Sekitar 25%
penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami
gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan, dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya
nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam, dan jika ada infeksi maka infeksi tersebut akan semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.
B.
Leukemia
Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
Leukemia Granulositik adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel
mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. Leukimia Granulositik mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan
(40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan
sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi
neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
LGK memiliki 3
fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, gejalanya adalah merasa cepat kenyang akibat
desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit
berlangsung lama. Pada fase akselerasi terjadi keluhan anemia yang bertambah
berat, petekie, ekimosis, dan demam yang disertai infeksi.
4.2 Ciri-ciri Leukimia
1.
Mengalami lelah dan lesu yang berkepanjangan. Hal ini karena sel darah putih
yang diproduksi dalam jumlah yang meningkat dapat menyebabkan energi yang
dihasilkan oleh tubuh diserap oleh sel darah putih.
2.
Penurunan berat badan yang terjadi terus-menerus. Hal ini karena, sel darah
putih yang diproduksi dalam jumlah yang meningkat dapat menyebabkan energi yang
dihasilkan oleh tubuh diserap oleh sel darah putih.
3.
Sering berkeringat terutama dimalam hari yang disertai nyeri pada tulang dan
perut kemudian diikuti adanya rasa mual atau kembung.
4.
Sering sakit kepala atau tiba-tiba bingung. Hal ini karena, produksi sel darah
putih yang meningkat menyebabkan gangguan pada sistem saraf.
5. Wajah pucat seperti anemia. Hal ini
karena, sel darah putih mengalamai meningkat
yang tidak normal dan menekan produksi sel darah merah sehingga kita akan
kekurangan sel darah merah.
6. Terjadi pendarahan (mimisan) serta
lebam-lebam pada bagian tubuh. Dan juga terdapat bintik-bintik merah akibat
pembengkakkan pada hati dan limpa (getah bening).
7. Infeksi yang tak kunjung sembuh. Hal
ini karena, sel darah putih yang diproduksi tidak sempurna sehingga tidak mampu
melindungi tubuh.
4.3
Pencegahan Leukimia
4.3.1Pencegahan
Primer
Pencegahan primer
meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau
gangguan sebelum hal itu terjadi.
4.3.1.1 Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini
ditujukan untuk petugas radiologi dan pasien yang melakukan kegiatan medisnya
menggunakan radiasi.Untuk petugas radiologi dapat dilakukan pencegahan dengan
menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan
pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan
pelayanan diagnostik radiologi sesuai dengan kebutuhan klinis.
4.3.1.2
Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia
Pencegahan ini
dilakukan kepada pekerja yang sering terpapar atau benzene dan zat adiktif
serta senyawa lainnya. Untuk cara pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
pengetahuan dan informasi mengenai bahan-bahan karsinogen. Pekerja juga
dianjurkan untuk menghindari paparan langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.
4.3.1.3
Mengurangi Frekuensi Merokok
Pencegahan ini
ditujukan kepada kelompok perokok berat. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang dapat menyebabkan kanker
termasuk leukemia.
4.3.1.4 Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Pencegahan ini
ditujukan kepada pasangan yang akan menikah. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai. Apabila salah satu
dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang mengalami sindrom Down
atau kelainan gen lainnya, dianjurkan agar segera berkonsultasi dengan ahli
hematologi.
4.3.2
Pencegahan Sekunder
4.3.2.1. Diagnosis dini
4.3.2.1.1 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan
fisik Leukemia Limfositik Akut, ditemukan splenomegali (86%), hepatomegali,
limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.
Sedangkan pada Leukemia Mielositik Akut ditemukan hipertrofi gusi yang mudah
berdarah. Terkadang timbul gangguan penglihatan yang disebabkan adanya
perdarahan fundus oculi. Pada penderita Leukemia Limfositik Kronis ditemukan
hepatosplenomegali dan limfadenopati. Jika terjadi anemia dan gejala-gejala hipermetabolisme
(penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut.
Pada LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali.
Selain itu penderita juga merasakan nyeri tekan pada tulang dada dan
hepatomegali. Terkadang terdapat pula purpura, perdarahan retina, panas,
pembesaran kelenjar getah bening dan kadang-kadang priapismus.
4.3.2.1.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum
tulang.
4.3.3
Pencegahan Tertier
Pencegahan ini
ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan kemampuan, kondisi,
atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap selanjutny yang membutuhkan
perawatan intensif.Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan
oleh tenaga medis yang ahli di rumah sakit.Salah satu perawatan yang diberikan
yaitu perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita
dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan di bidang
psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga
diperlukan.
4.4
Pengobatan Leukimia
Tidak seperti jenis kanker lainnya, leukemia
bukan tumor yang padat dimana dokter bedah dapat menghilangkannya. Perawatan
leukemia kompleks. Tergantung pada banyak faktor, termasuk usia dan kesehatan
secara keseluruhan, jenis leukemia yang Anda miliki dan apakah telah menyebar
ke bagian lain dari tubuh Anda.
Terapi yang digunakan untuk melawan
leukemia meliputi:
1. Kemoterapi.
Kemoterapi adalah bentuk utama pengobatan untuk
leukemia. Perawatan ini menggunakan senyawa kimia untuk membunuh sel-sel
leukemia. Tergantung pada jenis leukemia yang Anda miliki, Anda mungkin akan
menerima satu jenis obat atau kombinasi dari satu atau lebih obat-obatan. Obat
ini dapat dalam bentuk pil, atau mereka mungkin disuntikkan langsung ke
pembuluh darah.
2. Biological terapi.
Juga dikenal sebagai immunotherapy, terapi biologi menggunakan
zat-zat yang
meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap kanker.
3. Kinase inhibitor.
Bagi kebanyakan orang dengan CML, obat imatinib
mesylate (Gleevec) adalah baris pertama dari terapi. Imatinib mesylate adalah
jenis obat kanker yang disebut kinase inhibitor. Obat ini secara khusus
dikembangkan untuk menghambat protein BCR-ABL, dan telah terbukti efektif dalam
mengobati tahap-tahap awal leukimia myelogenous kronis. Foodand Drug
Administration telah menyetujui dua inhibitor kinase lainnya, dasatinib
(Sprycel) dan nilotinib (Tasigna), yang dapat membantu orang-orang yang tidak dapat
mengambil atau yang telah menjadi resisten terhadap imatinib.
4. Terapi obat lain.
Arsenik trioksida dan semua-trans retinoic acid
(ATRA) adalah obat anti kanker yang dokter dapat gunakan sendiri - atau dalam
kombinasi dengan kemoterapi - untuk mengobati subtipe tertentu dari AML disebut
promyelocytic leukemia. Obat ini menyebabkan sel-sel leukemia dengan mutasi gen
spesifik menjadi dewasa dan mati.
5. Terapi radiasi.
Terapi radiasi menggunakan sinar X atau sinar berenergi tinggi
untuk merusak sel-sel leukemia dan menghentikan pertumbuhan mereka. Anda
mungkin menerima radiasi di satu wilayah tertentu dari tubuh Anda di mana
terdapat kumpulan sel-sel leukemia, atau Anda mungkin menerima radiasi yang
diarahkan pada seluruh tubuh Anda.
6. Transplantasi sumsum tulang.
Proses ini menggantikan sumsum tulang leukemia Anda dengan sumsum
bebas leukemia. Dalam perawatan ini, Anda menerima kemoterapi dosis tinggi atau
terapi radiasi, yang menghancurkan sumsum tulang menghasilkan leukemia Anda.
Sumsum ini kemudian digantikan oleh sumsum tulang dari donor yang kompatibel.
Dalam beberapa kasus, Anda mungkin juga dapat menggunakan sumsum tulang Anda
sendiri untuk transplantasi (autologous transplantasi). Hal ini mungkin jika
Anda menyimpan sumsum tulang sehat untuk masa depan transplantasi, dalam kasus
kambuhnya leukemia.
7. Transplantasi sel induk.
Transplantasi sel induk serupa dengan transplantasi sumsum tulang
kecuali sel dikumpulkan dari sel-sel batang yang beredar dalam aliran darah
(darah perifer). Sel yang digunakan untuk transplantasi dapat dari sel sehat
Anda sendiri (autologous transplantasi), atau mereka dapat dikumpulkan dari
donor yang kompatibel (allogeneic transplantasi). Dokter menggunakan prosedur
ini lebih sering daripada transplantasi sumsum tulang karena memperpendek
pemulihan dan kemungkinan penurunan risiko infeksi.
8. Terapi pendukung.
Tidak peduli apa pun jenis terapi kanker yang Anda pilih, Anda
mungkin perlu obat untuk mengontrol rasa sakit dan efek samping.
DAFTAR PUSTAKA
Leukimia – medicastore.pdf
Leukemia.pdf
Konstipasi.pdf
http://www.news-medical.net/health/Diverticulitis-What-is-Diverticulitis-(Indonesian).aspx