RSS

kanker Hati, Pankreatitis dan Koleosistitis

Kanker Hati, Pankreatitis dan Koleosistitis

Kanker Hati
• Definisi
Karsinoma Hepato Selular (KHS) atau hepatoma merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit yang paling sering ditemukan dibandingkan dengan tumor ganas primer hati lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma dan hemangioendotelioma.
KHS ditemukan di seluruh dunia, tapi paling banyak di Sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Laki-laki lebih banyak dibanding wanita dengan rasio 4:1. Di Afrika seperti Mosambique, dan Asia Tenggara seperti Singapura kebanyakan pasien KHS berumur antara 20-40 tahun, sedangkan di Eropa dan Amerika jarang sebelum umur 60 tahun. Menurut WHO, insidensi KHS di Asia Tenggara termasuk kategori tinggi. Di Indonesia angka kejadiannya belum dapat dikemukakan tapi diperkirakan tidak berbeda jauh dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Thailand. Penelitian Noer dkk, menunjukkan KHS di Indonesia paling banyak ditemukan pada umur antara 50-60 tahun, pria lima kali lebih banyak dibanding wanita, terdapat 10-20% dari seluruh penyakit hati dan 2-3% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam periode 1976-1980. Akil, Junus di Ujung Pandang mendapatkan KHS 16,8% dari seluruh penyakit hati menahun yang dirawat pada tahun 1978.
Umumnya diagnosis KHS terlambat ditegakkan. Untuk mendiagnosis KHS dapat dipakai berbagai macam sarana diagnostik baik yang sifatnya invasis maupun yang tidak invasif. Sarana diagnostik invasif antara lain angiografi, biopsi hati, laparaskopi dan laparatomi. Sedangkan yang tidak invasif antara lain pemeriksaan fisis, ultrasonografi, CT-scan dan laboratorium.
Pada KHS selain faal hati yang terganggu, tumor dapat memproduksi sunstansi-substansi yang mengakibatkan peningkatan kadar hemoglobin, kolesterol, kalsium dan alfa feto protein yang disebut sebagai manifestasi paraneo-plasma.
• Klasifikasi
Karsinoma hati primer dibedakan atas:
• Karsinoma yang berasal dari:
- Sel-sel hati disebut karsinoma hepato-selular.
- Sel-sel saluran empedu disebut karsinoma kolangioselular.
- Campuran kedua sel tersebut disebut kolangiohepatoma.
• Karsinoma yang berasal dari jaringan ikat :
- Fibrosarkoma
- Hemangioma-endotelioma maligna
- Limfoma maligna
- Leiomiosarkoma
Menurut MC Kew, 1982 karsinoma hati primer dibagi menjadi:
• Karsinoma yang berasal dari epitelial
- Karsinoma hepatoselular
- Kolangiokarsinoma
- Kistadenokarsinoma biliaris
- Karsinoma squamosa
- Karsinoma mukoepidermoid
• Karsinoma yang berasal dari mesenkim
- Hemangiosarkoma
- Fibrosarkoma
- Lelomiosarkoma
- Leiomioblastoma
• karsinoma bentuk campuran
- Hepatoblastoma
- Karsinosarkoma
Secara makroskopis dibedakan atas:
1. Tipe masif : biasanya di lobus kanan, batas tegas, dapat disertai nodul-nodul kecil di sekitar massa tumor, bisa dengan atau tanpa sirosis.
2. Tipe nodular : terdapat nodul-nodul tumor dengan ukuran yang bervariasi tersebar di seluruh hati.
3. Tipe difus : secara makroskopis sukar ditentukan daerah massa tumor.
Walaupun karsinoma hati primer banyak jenisnya, tapi yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah karsinoma kolangioselular. Hal ini sama dengan yang didapatkan di Afrika sub-Sahara, Asia Timur Jauh dan Asia Tenggara. Karsinoma hati sekunder paling sering berasal dari karsinoma saluran cerna, payudara dan paru.

Kategori kanker hati :
1. Localized resectable
Kanker hanya pada satu titik di liver dan tidak berpotensi menyebar. Dapat dianggap.
2. Localized unresectable
Sel kanker masih pada satu bagian liver, tidak bisa diangkat.
3. Advanced
Sel kanker menyebar di liver dan kemungkinan besar juga mempengaruhi organ lain di dalam tubuh.
4. Reccurent
Kanker kembali timbul padahal sudah dilakukan perawatan.

Stadium Kanker Hati
Sebelum menyarankan opsi pengobatan bagi Anda, dokter biasanya perlu mengetahui stadium kanker hati.
Ada empat tahap kanker hati:

# Stadium I: kanker hati bersifat lokal dan bisa diangkat/dioperasi. Tumor berukuran 2 cm atau kurang, terletak di daerah tunggal hati dan dapat dilakukan pembedahan.

# Stadium II: Kanker hati masih bersifat lokal dan dapat dioperasi. Pada tahap ini, kanker hadir dalam satu atau lebih lokasi di hati tetapi tidak menyebar ke kelenjar getah bening atau pembuluh darah yang berdekatan.

# Stadium III: pada tahap ini, kanker belum menyebar ke organ tubuh lainnya atau kelenjar getah bening. Biasanya ukuran tumor sudah > 2 cm.

# Stadium IV: Pada tahap ini, kanker hadir di lebih dari satu lobus hati, mungkin sudah menyebar ke kelenjar getah bening yang berdekatan, organ lain (tapi bukan kantong empedu) dan struktur (seperti peritoneum), dan tumbuh ke dalam atau di sekitar pembuluh darah utama.
• Penyebab
Penyebab KHS belum diketahui secara pasti, beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya adalah infeksi/penyakit hati kronik akibat virus hepatitis, sirosis, beberapa macam parasit seperti Clonorchis sinensis, predisposisi herediter, ras dan zat hepatoksik terutama aflatoksin yang berasal dari makanan yang tercemar Aspergillus Flavus dan obat-obatan.

Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B banyak dihubungkan sebagai penyebab hepatitis kronik, sirosis hati bentuk makronodular atau post nekrotik dan selanjutnya berkembang menjadi KHS. Banyak bukti-bukti epidemiologis yang menunjang peran virus hepatitis B sebagai faktor risiko terjadinya KHS.
Epidemologis
Secara epidemologis antara virus hepatitis B dan KHS:
* Terdapat hubungan geografis infeksi virus hepatitis B dengan KHS, misalnya di Afrika dan Asia Tenggara prevalensi hepatitis virus B cukup tinggi pada pasien KHS.
* Pada pasien pengidap HBsAG setelah dievaluasi beberapa tahun, terdapat risiko yang tinggi untuk terjadinya KHS.
* Prevalensi HBsAg positif didapatkan cukup tinggi pada pasien-pasien KHS.
* Dari sediaan biopsi hati pasien KHS ditemukan HBsAg.

Sirosis Hati
Sirosis hati sering disebut-sebut sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya KHS, bahkan tidak jarang diemukan sirosis hati bersama-sama dengan KHS.
Edmonson, 1954 dalam penelitiannya menemukan bahwa 89,2% pasien KHS disertai dengan sirosis hati.
Kemungkinan timbuknya KHS pada sirosis hati adalah adanya hiperplasia nodular yang berubah menjadi adenomata multipel dan kemudian berubah menjadi karsinoma yang multipel. Namun demikian tidak semua jenis sirosis hati mempunyai risiko menjadi KHS. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa sirosis hati makronodular (post-nekrotik) sering ditemukan pasien KHS. Penelitian lain mengatakan bahwa sirosis hati mempunyai beberapa faktor agen sebagai karsinogenik primer.
Aflatoksin
Aflatoksin adalah suatu mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergilus Flavus yang biasanya tumbuh pada bahan makanan. Dikenal beberapa macam spesies Aspergilus dan Penicilium yang dapat menghasilkan aflatoksin yaitu B1, B2, G1, dan G2 yang masing-masing mempunyai daya toksis yang berbeda. Yang paling toksis adalah aflatoksin B1, di Indonesia dijumpai pada kacang tanah, tembakau beberapa bahan makanan dan jamur.
Infeksi
Infeksi clonorchiasis dan sistosomasis dapat menyebabkan trrjadinya KHS atu karsinoma kolangioselular. Patogenesis terjadinya karsinoma pada infeksi ini belum diketahui.
Keturunan dan Ras
Faktor keturunan ini diasumsikan karena banyaknya insidensi KHS di benua Afrika, orang-orang Afrika yang tinggal di Amerika jarang sekali menderita KHS.

• Manifestasi Klinis
Keluhan
Pada awal penyakit kadang-kadang tidak ada keluhan, atau keluhannya samar-samar, sehingga pasien tidak sadar sampai pada suatu saat tumor sudah besar. Kebanyakan pasien datang ke dokter sudah dalam keadaan lanjut, dengan ukuran tumor yang sudah besar.
Keluhan yang sering dirasakan adalah adanya perasaan sakit atau nyeri yang sifatnya tumpul, tidak terus-menerus, tersa penuh diperut kanan atas, tidak ada nafsu makan karena perut selalu teraa kenyang sehingga berat badan menurun secara dratis.
Pasien merasakan adanya pembengkakan perut kanan atas atau daerah epigastrium, kadang-kadang ada keluhan seperti peritonitis lokal atau difus. Dalam keadaan seperti itu perlu dipikirkan perdarahan intra-abdominal.
Gejala Klinis dan Komplikasi
Gejala klinis bervariasi, pada umumnya dibedakn atas enam tipe:
1. Klasik :ditandai dengan malaise anoreksia, berat badan menurun, perut tersa penuh, yeri epigsrium, hati membesar, berbebjol, asites.
2, Demam : gejala utama demam menggil, perasaan lemah, nyeri perurt kanan atas. Hal ini timbul oleh karena nekrosis sentarl tumor atau perdarahan.
3. Abdomen akut : mula-mula idak bergejala, kemudian tiba-tiba terjadi nyeri perut hebat, mual, muntah, tekanan darah menurun samapi terjadi renjatan. Biasanya hal ini karena adanya perdarahan tumor.
4, Ikterus : tumoe meberi gejala ikterus obstruktif.
5. Metastatik : Tanda metastasis pada tulang, kadang-kadang tanpa teraba massa tumor di hati.
6. Tersamar : ditemukan secara kebetulan pada llaparatomi dan pada pemeriksaan lain.
Kebanyakkan pasien KHS disertai dengan sirosis hati sebagai penyakit dasarnya. Sering paien pada awalnya mengeluh sakit daerah epigsantrium seperti keluhan sakit lambung, dan pada perabaan perut kanan ats ditemukan pembesaran hati dengan konsistensi keras, berbenjol.
Gejala yang dijumpai tergantung pada keadaan pasien pada waktu datang ke dokter. Seperti dikatakan dia atas, pada tahap awal biasnya tidak ada keluhan dan gejala yang khas, tapi kalau sudah sampai stadium lanjut baru teraba hati membesar dengan konsistensi keras, sering berbenjol. Gejala ini yang paling banyak ditemukan di samping adanya asitesm ikterus, pembesaran limpa, dan bising arteri.
Komplikasi
Paraneoplastik
Pada KHS manifestasi paraneoplastik antara lain eritrositosis, hiperkalsemia, hiperkolesterolemia, peningkatan kadar alfa feto protein dan des gamma carboxy prothrombin.
1. Eritrositosis
Patogenesis eritrositosis pada KHS belum jelas. Eritropoetin atau zat yang menyerupai eritropoetin diduga diproduksi dan disekresi oleh tumor. Tapi teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa pada sejumlah kasus tidak ditemukan adanya eritropoetin jaringan. Beberapa teori lain menerangkan terjadinya eritropoetin antara lain karena tumor memproduksi sejumlah besar globulin yang berinteraksi dengan erithropoesies stimulating factor sehingga produksi eritropoetin meningkat. Hipoksia sel hati akibat penekanan tumor, merangsang ginjal untuk membuat eritropoetin.
2. Hiperkalsemia
Kalsium dalam tubuh ditemukan terbanyak dalam tulang (98%) selebihnya terdapat dalam sel dan cairan diluar sel termasuk plasma. Hiperkalsemia didapatkan pada 0,1-0,6 % populasi umum dengan penyebab terbanyak adalah hiperparatiroidisme dan tumor ganas termasuk KHS.
Mekanisme terjadinya hiperkalsemia pada KHS diperkirakan karena terjadi peningkatan resorpsi tulang oleh sebab kerusakan langsung pada tulang akibat metastasis atau melalui jalur peningkatan berbagai hormon antara lain : parathyroid like substance, prostaglandin dan osteoclastic activating factor.
3. Hiperkolesterolemia
Terlihat adanya hubungan antara KHS dan hiperkolesterolemia, hal ini dimungkonkan karena peningkatan sintetis kolesterol oleh tumor, hal ini oleh karena hilangnya mekanisme umpan balik negatif. Lebih dari 90% kolesterol yang diproduksi akibat hilangnya kontrol ini. Kemungkinan lain yang menyebabkan peningkatan kolesterol adalah cacat pada pengambilan dari kilomikron remnant oleh karena kurangnya reseptor pada permukaan membran sel dan kerusakan pada peningkatan intraseluler dari kolesterol.
Menurut Durrington peningkatan kolesterol pada KHS sebagian akibat obstruksi biliaris. Pada keadaan ini ditemukan suatu lipoprotein yang densitasnya sama dengan LDL dan disebut sebagai Lipoprotein X.

• Diagnosis
Pada pusat-pusat pendidikan untuk mendiagnosis secara dini KhS pada saat ini tidak sukar. Dengan pemeriksaan ultrasonografi realtime linier sonography diketahui tumor hati dengan diameter kurang dari 3 cm.
Untuk menegakkan diagnosis KHS selain anamnesin/pemerikasaan fisis, diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan antara lain pemeriksaan radiologi, ultrasonografi, CT scan (computed tomography scanning) , peritoneoskopi dan laboratorium. Diagnosis yang pasti ditegakkan dengan pemeriksaan jaringan melalui biopsi hati.
Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan suatu pemeriksaan pencitraan yang banyak dipakai umtuk mendiagnosis tumor hati. Pemeriksaan ultrasonografi adalah sejenis pemeriksaan yang tidak invasif, aman, tidak memberikan efek samping kepada pasien dan pemeriksaan, dapat dilakukan setiap saat tanpa persiapan khsusu, serta ketepannya tinggi.Saat ini ultrasonografi tidak Hanya memberikan dua macam warna hitam putih saja, tapi dapat memberikan gradasi warna dari hitam, hitam pekat, keabu-abuan, sedikit putih sampai putih bersih. Bahkan warna pembuluh darah arteri maupun vena dapat terlihat sebagai warna merah dan biru. Ketepatan ultrasonografi untuk mendeteksi KHS bervariasi. Shinagawa dkk melaporkan 92,2%, Regan 70-80%. Cotton dkk bahwa pemeriksaan ultrasonografi mempunyai sensitivitas 90%, sedangkan Hadi. S melaporkan 100%.
Gambaran ultrasonografi pada KHS bervariasi, seperti yang dilaporkan oleh beberapa penelitian antara lain : Shinagawa dkk, pada KHS diameter kecil pada umumnya hipoekoik, batas jelas dengan parenkim sekitarnya atau terlihat adanya rim sonolusen. Pada KHS diameter besar gambarannya adalah hiperekoik.
Cotton dkk meneliti KHS yang disertai sirosis hati, mendapatkan hipoekoik 60%, hiperekoik 26%, dan campuran 4%.
Yoshida dkk membedakan KHS primer dan sekunder dengan pemeriksaan ultrasonografi. Pada KHS primer gambarannya hipoekoik, sedangkan pada KHS sekunder hiperekoik homogen. Hal ini terjadi karena KHS sekunder banyak mengandung stroma interselular dan kurang pembuluh darah.
Hadi S melaporkan juga gambaran ultrasonografi pada KHS primer dan sekunder. Pada KHS primer : nodul gema berdensitas rendah homogen atau heterogen, berbatas tegas disertai bayangan samping berbentuk pita bebas gema dan ditemukan trombus dalam vena porta terutama pada KHS lanjut. Pada KHS sekunder : nodul dengan diameter kecil gema berdensitas tinggi dikelilingi oleh gema berdensitas rendah sehingga berbentuk seperti mata sapi, sedangkan nodul berdiameter besar gema berdensitas tinggi yang disertai daerah bebas gema dibagian sentralnya dan gambaran gema kasar heterogen yang difus tanpa disertai tanda-tanda trombus dalam vena porta.
Kesulitan yang timbul dengan pemeriksaan ini ialah pada pasien-pasien KHS yang disertai dengan sirosis yang juga disertai asites masif.
CT-scan dan Anglografi
Kedua jenis pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor hati dengan diameter 2 cm. Dengan media kontras lipiodol yang disuntikkan ke dalam arteri hepatika, lipiodol ini dapat masuk ke dalam nodul KHS melalui arteri hepatika. Juga kemudian dilakukan pemeriksaan arteriografi dan diikuti dengan pemeriksaan CT-scan, maka ketepatan diagnosis karsinoma hati akan lebih tinggi.
Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium serum pasien dapat membantu diagnosis KHS. Pemeriksaan tersebut antara lain uji faal hati yang terganggu, sindrom para neoplastik karena tumor memproduksi beberapa jenis hormon.
Uji Faal Hati
KHS dapat menyebabkan obstruksi saluran empedu atau merusak sel-sel hati akibat penekanan oleh massa tumor atau invasi sel-sel tumor sehingga terjadinya gangguan faal hati. Gangguan faal hati tersebut antara lain peningkatan kadar SGOT dan SGPT, fosfatase alkali, laktat dehidrogenase dan peningkatan alfa-L- fukosidase. Gangguan faal hati tersebut hanya memberi petunjuk kemungkinan adanya KHS tapi tidak spesifik sebagai petanda tumor.
• Pengobatan
KHS pada umumnya sukar diobati baik dengan operasi maupun dengan sitostatika, sebab biasanya pasien datang pada stadium lanjut dan sudah terjadi metastatis ke organ-organ sekitarnya.
Dengan kemajuan diagnostik dan kesadaran pasien untuk memeriksakan setiap keluhan/gejala lebih awal, maka harapan hidup akan jauh lebih baik.
Kemoterapi :
Obat-obat sitostatik bukan merupakan pengobatan yang efektif pada KHS. Yang banyak dipergunakan adalah 5 flourourasil (5 FU) dan adriamisin, yang diberikan secara intra-vena dengan memasang selang polietilen melalui arteri femoralis, obat sitostatik tersebut disuntikkan secara teratur setiap minggu, hasilnya kurang memberikan harapan.
Dicoba pula dengan cara pemberian langsung melalui arteri hepatika. Dengan cara demikian diharapkan di dalam sirkulasi hati konsentrasi obat tersebut cukup tinggi, namun hasilnya masih belum memuaskan. Terakhir dengan cara implantable pump memakai obat 5 fluoro-2-deoksirubin (FUBR), yaitu dengan memasang pompa subkutan.
Jenis-Jenis kemoterapi regional, antara lain:
1. Hepatic Artery Chemoembolization: Perawatan ini menggunakan obat antikanker yang disuntikkan ke dalam arteri hati untuk memblokir aliran darah yang masuk ke hati/liver. Penyumbatan ini bisa bersifat sementara atau permanen, dan memungkinkan obat untuk membunuh sel kanker dengan cara menghentikan pasokan darah kaya oksigen dan nutrisi ke tumor. Namun, pendekatan ini tidak merusak bagian hati lainnya, yang terus menerima darah dari vena portal. Efek samping yang paling umum dari metode ini adalah adalah: mual, muntah, demam, sakit perut, kelelahan, infeksi atau masalah dengan perangkat pompa (yang digunakan).
2. Hepatic Arterial Infusion: merupakan pilihan pengobatan di mana agen-agen kemoterapi diinfuskan dalam arteri hati. Obat secara periodik dimasukkan melalui kateter.
3. Isolated Liver Perfusion: metode ini masih dalam uji klinis. Tujuannya adalah untuk mengekspos hati dengan kemoterapi dosis tinggi dimana pasokan darah ke hati untuk sementara dihentikan. Treatment ini memerlukan operasi kompleks dimana kateter dimasukkan ke dalam arteri hati, portal vena dan dan vena hati.
4. Injeksi 11perkutaneus dengan Ethanol: adalah prosedur inovatif dengan tingkat kematian rendah dimana kanker hati dibunuh oleh etanol (alkohol). Zat ini diinjeksikan ke dalam tumor. Alkohol menghancurkan tumor dengan mendehidrasi sel kanker dan mengubah struktur protein selular. Efek samping yang paling umum dari perawatan ini adalah demam dan rasa sakit yang disebabkan oleh kebocoran alcohol pada permukaan hati dan ke rongga perut.
5. Embolisasi Portal Vena: adalah pendekatan perawatan di mana pasokan portal vena darah tersumbat. Perawatan ini memiliki dua manfaat: 1) secara substansial mengurangi satu bagian dari hati (di mana biasanya tumor terletak) dan 2) menyebabkan organ hati yang tersisa untuk tumbuh. Metode embolisasi ini adalah langkah pra-operasi untuk pasien yang membutuhkan operasi tetapi ukuran tumornya terlalu besar untuk diangkat.

Radiasi :
Pada umumnya tidak banyak perannya, sebab KHS tidak sensitif terhadap radiasi, dan sel hati yang normal sangat peka terhadap radiasi.
Embolisasi :
Akhir-akhir ini dikembangkan suatu cara embolisasi transkateter arteri hepatik (TAE= transcatheter hepatic artery embolization). Cara ini merupakan pilihan pada pasien-pasien yang tidak mungkin dilakukan operasi, yaitu dengan cara menyuntikkan gel-foam melalui arteri hepatika. Jaringan tumor yang mendapat aliran darah dari arteri tersebut akan mati oleh karena tidak mendapat suplai makanan.
Cara ini tidak boleh dilakukan kalau ada trombus vena porta oleh tumor, oleh karena terjadi kehilangan suplai darah total dan terjadi kegagalan hati dengan cepat.
Penyuntikan alkohol : cara ini yang disebut percutaneous alcohol injection (PAI) yaitu penyuntikan alkohol etanol langsung ke dalam tumor dengan tuntunan ultrasonografi.
Pembedahan :
Seperti pada tumor ganas lainnya, pengobaan terbaik adalah pembedahan. Pembedahan berhasil baik kalau tumor relatif kecil dan hanya pada satu lobus. Disamping itu keberhasilan pembedahan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor misalnya lokasi tumor, besarnya tumor, obstruksi vena porta intra hepatika oleh invasi tumor, adanya nodul-nodul matastasis, tidak terdapat tanda-tanda sirosis. Pembedahan yang dilakukan dengan cara segmentektomi atau sub-segmentegtomi sebaiknya dengan tuntunan ultrasonografi intra-operasi. Dengan cara ini kita dapat mengontrol banyaknya jaringan hati yang masih bisa ditinggalkan, yang nantinya akan menjalankan fungsi hati.
Pada follow up sesudah operasi perlu diperiksa ultrasonografi dan alfa feto protein secara berkala.

Jenis-jenis pembedahan bagi penderita kanker hati:

1. Hepatektomi parsial: pembedahan yang hanya mengangkat tumornya saja (sebagian dari hati).

2. Hepatektomi total: operasi yang kompleks di mana seluruh hati/liver akan diangkat. Prosedur ini diikuti dengan transplantasi hati karena tubuh tidak dapat hidup tanpa hati.

3. Transplantasi hati: Prosedur operasi ini melibatkan dua langkah. Organ hati/liver sehat akan diambil dari donor (orang yang mati otak) dan kemudian ditanamkan ke dalam tubuh untuk menggantikan organ hati/liver pasien yang rusak. Transplantasi hati tergolong tindakan yang cukup mahal biayanya.

Efek samping utama transplantasi hati termasuk:
o Resiko tinggi infeksi.
o Perdarahan yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ hati baru memproduksi protein pembekuan darah
o Pembekuan dalam pembuluh darah utama yang mensupply darah ke hati
o Penolakan hati hasil transplantasi (tidak diterima oleh tubuh)
4. Cryosurgery: adalah prosedur invasif minimal (untuk membunuh sel kanker dengan cara dibekukan), secara substansial meminimalkan rasa sakit dan bekas luka pasca operasi sehingga pasien lebih cepat pulih. Namun ada beberapa risiko terkait, seperti kerusakan jaringan sehat di dekatnya dan jaringan saraf.
5. Radiofrekuensi Ablasi (RFA): adalah metode invasif minimal lain yang tingkat kesuksesannya tinggi dalam mengangkat kanker hati. Metode ini bekerja membunuh sel kanker dengan "memasak" mereka. Caranya adalah: mengalirkan listrik melalui frekuensi radio ke organ hati untuk mengangkat tumor.

• Prognosis
Pada umumnya prognosis KHS adalah jelek. Tanpa pengobatan biasanya terjadi kematian kurang dari satu tahun sejak keluhan pertama. Pada pasien KHS stadium dini yang dilakukan pembedahan dan diikuti dengan pemberian sitostatik, umur pasien dapat diperpanjang antara 4-6 tahun, sebaliknya pasien KHS stadium lanjut mempunyai masa hidup yang lebih pendek.
• Diet
Diet Penyakit Hati
Menurut Atmarita (2005), terdapat 3 jenis diet khusus penyakit hati. Hal ini didasarkan pada gejala dan keadaan penyakit pasien. Jenis diet penyakit hati tersebut adalah Diet Hati I (DH I), Diet Hati II (DH II), dan Diet Hati III (DH III). Selain itu pada diet penyakit hati ini juga menyertakan Diet Garam Rendah I.
1. Diet Garam Rendah I (DGR I)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.
2. Diet Hati I (DH I)
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.
3. Diet Hati II (DH II)
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.
4. Diet Hati III (DH III)
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I.
Syarat Diet
1. Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein, yang diberikan bertahap sesuai kemampuan pasien, yaitu 40-45 kkal/Kg BB.
2. Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energo total, dalam bentuk yang mudah dicerna atau dalam bentuk emulsi. Bila pasien mengalami steatorea, gunakan lemak dengan asam lemak rantai sedang. Pemberian lemak sebanyak 45 Kg dapat mempertahankan fungsi imun dan proses sintesis lemak.
3. Protein agak tinggi, yaitu 1.25-1.5 g/Kg BB agar terjadi anabolisme protein. Asupan minimal protein 0.8-1g/Kg BB, protein nabati memberikan keuntungan karena kandungan serat yang dapat mempercepat pengeluaran amoniak melalui feses.
4. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu, diberikan suplemen vitamin B kompleks, C, dan K serta mineral Zn dan Fe bila ada anemia.
5. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien mendapat diuretika, garam natrium dapat diberikan lebih leluasa.
6. Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali bila ada kontraindikasi.
7. Bentuk makanan lunak bila ada keluhan mual dan muntah, atau makanan biasa sesuai kemampuan saluran cerna.

Bahan Makanan yang Dibatasi:
Bahan makanan yang dibatasi untuk Diet Hati I, II, dan III adalaha dari sumber lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak dan santan serta bahan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.

Bahan Makanan yang tidak dianjurkan:
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet Hati I, II, III adalah makanan yang mengandung alkohol, teh atau kopi kental.


PANKREATITIS

• Definisi
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas (inflamasi pankreas). Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengna cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
Pada pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya keluar dari saluran-saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac, dan rongga peritoneum. Bahan-bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Penyulit yang serius dapat timbul seperti kehilangan cairan yang banyak mengandung protein, hipovolemia, dan hipotensi.
Bahan-bahan tersebut dapat memasuki sirkulasi umum melalui jalur getah bening retroperitonial dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal pernafasan, gagal ginjal, dan kolaps kardiovaskular.
Faktor-faktor yang menentukan beratnya pankreatitis akut sebagian besar belum diketahui. Pada hampir 80% kasus pankreatitis akut, jaringan pankreas mengalami imflamasi tetapi masih hidup, keadaan ini disebut pankreatitis interstisial, sisanya ±20% mengalami nekrosis pankreas atau peripankreas yang merupakan komplikasi yang berat, mengancam jiwa dan memerlukan perawatan intensif. Nekrosis peripankreas diduga terjadi akibat aktivitas lipase pankreas pada jaringan lemak peripankreas,sedangkan penyebab nekrosis pankreas multi faktor, termasuk kerusakan mikrosirkular dan efek langsung enzim-enzim pankreas pada parenkim pankreas. Pasien dengan pankreatitis interstisial dapat juga menunjukan toksisitas sistemikyang jelas dengan gagal pernafasan, tetapi pada umumnnya keadaan toksik ini self limited bila tidak terdapat nekrosis pankreas.
Bilamana pankreas mengalami nekrosis apalagi bila nekrosisnya luas, keadaan toksik yang sistemik ini akan menetap. Penyebeb keadaan ini belum jelas, tetapi yang pasti adalah adanya enzim-enzim pankreas serta toksin-toksin dan timbulnya infeksi sekunder pada jaringan pankreas yang mengalami nekrosis. Kematian terbesar pasien pankreatitis akut terdapat pada pasien-pasien pankreastitis akut dengan nekrosis pankreas yang mengalami infeksi ini.

• Klasifikasi

Berdasarkan The Second International Symposium on the Classification of
Pancreatitis (Marseilles, 1980), pankreatitis dibagi atas:
a. Pankreatitis akut (fungsi pankreas kembali normal lagi).
b. Pankreatitis kronik (terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen).

Untuk menyempurnakan klasifikasi tersebut, pada tahun 1992 diadakan simposium internasional di Atlanta, Georgia, untuk mengembangkan sistem klasifiaksi yang telah berorientasi klinis.
Terdapat dua hal penting yang dicetuskan pada simposium tersebut, yakni :
1. Indikator beratnya pankreatitis akut yang terpenting adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan, insufisisiensi paru (PaO <60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2mg/dl) dan perdarahan saluran cerna bagian atas (>500ml/24jam). Adanya penyakit lokal seperti nekrosis, pseuokista atau abses harus dimasukkan sehingga komponen sekunder dalam penentuan beratnya pankreatitis.
Sebelum timbulnya gagal organ atau nekrosis pankreas, terdapat 2 kriteria dini yang haru s diukur yanki kriteria Ranson dan APACHE II.
Pentingnya kriteria-kriteria tersebut adalah untuk dapat memberikan informasi sedini mungkin, pasien mana yang paling besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi pankreatitis berat. Adanya tanda-tanda Ranson >48 jam pertama dan atau > dari APACHE II merupakan tanda-tanda dini yang berharga mengenai beratnya pankreatitis.
2. Pankreatitis interstisial dapat dibedakan dari pankreatitis nekrosis dengan menggunakan CT scan abdomen. Perbedaan ini secara klinis sangat penting karena pada umumnya pankreatitis nekrosis lebih berat daripada pankreatitis interstisial, dan disertai dengan gagal organ yang lebih lama, mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk infeksi dan disertai dengan mortalitas yang lebih tinggi.
Pankreatitis dapat merupakan episode tunggal atau berulang. Tergantung pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan : 1. Pankreatitis akut tipe interstisial; terdapat nekrosis lemak di tepi pankreas dan edema interstisial; biasanya ringan dan self limited. 2. Pankreatitis akut dengan nekrosis yang dapat setempat atau difusi; terdapat kolerasi antara derajat nekrosisi pankreas dengan beratnya serangan serta manifestasi sistemiknya.
Diantara kedua tipe ini terdapat bentuk antara yang secara klinis beratnya penyakit sedang-sedang saja, nekrosis hanya sebagian dan sebagian besar pankreas edem dan membengkak. Keadaan ini sering menjurus kepada timbulnya pseudokista dangan fungsi pankreas baik eksokrin dan endokrin terganggu selama beberapa waktu.

• Epidemiologi
Frekuensi dan penyebab
Insidensi pankreatitis sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain dan juga di satu tempat lain di dalam negara yang sama. Hal ini disebabkan selain karena faktor-faktor lingkungan yang sebenarnya (alkoholisme, batu empedu, dll), juga karena tidak adanya keseragaman pengumpulan dan pencatatan data, serta perbedaan kriteria diagnosis yang dipakai, misalnya pencampuradukan antara diagnosis pankreatitis akut dan pankreatitis kronik.
Di negara Barat penyakit ini sering kali ditemukan dan berhubungan erat dengan penyalahgunaan pemakain alkohol dan penyakit hepatobilier. Frekuensi berkisar antara 0,14%-1% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk.
Terdapat kecenderungan meningkatnya insidensi pankreatiti akut dengan etiologi alkohol sebagai akibat pankreatitis akut makin bertambah di negara-negara yang konsumsi alkoholnya meningkat. Walaupun demikian batu empedu masih merupakan faktor resiko penting.
Di Indonesia penyakit ini sudah banyak dilaporkan, sebelumnya jarang dilaporkan mungkin karena adanya dugaan bahwa tingkat konsumsi alkohol masih sangat rendah sehingga penyakit ini tidak terpikirkan.
Pasien-pasien dengan nyeri ulu hati hebat pada waktu yang lalu kebanyakan didiagnosis sebagai gastritis akut atau tukak peptik.
Di negara Barat penyebab utama adalah pemakaian alkohol (80-90% pada pria) dan batu empedu (±75% pada perempuan), kelompok ketiga (±25%) penyebabnya tidak diketahui (idiopatik, mikrolitiasis). Ketiga penyebab ini merupakan 90% penyebab pankreatitis akut. Sisanya 10% (8) antara lain karena trauma pada pankreas (tumpul atau tajam atau pada pembedahan abdomen), tukak peptik yang menembus pankreas, obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema, penyakit-penyakit metabolik, antara lain hiperlipoproteinemia, hiperkalsimia (sarkoidosis, metastatis tulang, hiperparatiroidisme), diabetes, gagal ginjal, hemokromatosis, pankreatitis herediter, kehamilan(0,025%), pemakaian obat-obat tertentu (tiazid, furosemid, steroid, azatrioprin, isoniasid, tetrasiklin, salazoprin,asparginase, indometasid), infeksi virus, penyakit vaskular primer (misalnya SLE, periarteritis nodosa), akibat ERCP.
Di negara barat , pankreatitisa jarang tejadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan kebanyakkan disebabkan oleh infeksi (parotitis, infeksi parasit misalnya ascaris, giardia, klonorkis), trauma tumpul abdomen, kelainna bilier atau obat-obatan.

Frekuensi berdasarkan kelamin
Di negara barat bilamana batu empedu merupakan penyebab utama pankreatitis akut, maka usia terbanyak terdapat sekitar 60 tahun dan terdapat lebih banyak pada perempuan (75%), bila dihubungkan dengan penyebab pemakaian alkohol yang berlebih pria lebih banyak (80-90%)
Distribusi Umur

• Patofisiologi
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase. Pertama, fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.
Patogenesis
Sebagai kontras adanya berbagai fakror etiologi yang menyertai pankreatitis akut, terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform yang terjadi pada timbulnya penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam pankreas yang kemudian mengakibatkan autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik.
Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan
serum sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam proses aktivasi di dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen pankreas yang terlihat dapam proses autodigesti (kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen secara normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas.
Faktor etiologik (penyakit billier, alkoholisme, tak diketahui, dll)
Proses yang memulai (refluks empedu, refluks duodenum, dll)
Kerusakan permulaan pankreas (edema, kerusakan vaskular, pecahnya saluran pankreas asinar)
Aktivasi enzim digestif
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan. Isis duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu manginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus pankreatikus yang utama menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik pankrataitis tipe edema ke tipe hemoragik.
Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah nekrosis keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang cepat diikut oleh degradasi asini yang nekrotik dan absopsi debris yang timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis menunjukkan kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan.

PANKREATITIS AKUT
A. Definisi
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan di pankreas yang timbulnya secara akut serta dapat mengalami perbaikan klinis dan biologis dengan sempurna. Tidak ada gejala klinis ikutan yang menyertai seperti pada pankreatitis kronik.

B. Etiologi
Banyak hal yang dapat menyebabkan timbulnya pankreatitis akut antara lain : alkoholisme, penyakit saluran empedu, hiperlipidemia, trauma, hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia, infeksi, kelainan vaskular, trauma pada perut bagian atas, dan lain-lain. Sebagian besar pankreatitis akut ditemukan pada penderita alkoholisme atau mempunyai penyakit saluran empedu.
Alkoholisme
Di Amerika Serikat tercatat, bahwa insiden pankreatitis alkoholikdi Veterans Administration Hospital adalah tertinggi, sebaliknya di rumah sakit kecil di Amerika ditemukan bahwa penyebab utamanya ialah adanya penyakit pada saluran empedu sebagai faktor predisposisi pankreatitis akut masih belum jelas.

Penyakit pada saluran empedu
Adanya kelainan di saluran empedu karena di antaranya obstruksi, dapat menyebabkan terjadi imflamasi. Timbulnya spasme atau batu yang lokalisasinya di ampula vateri, sfingter oddi, dapat menyebabkan terjadinya sumbatan pengeluaran getah pankreas, hal ini menimbulkan kenaikan tekanan pada duktus pankreatikus, yang juga akan menghambat sekresi enzim tersebut ke dalam cairan interstisial. Bilamana tekanan duktus biliaris naik melampaui tekanan duktus pankreatikus, maka enzim tersebut akan mengaktivasi refleks bilier dan timbullah muntah.
Trauma
Pankreatitis akut dapat pula terjadi setelah ada trauma, tapi hal ini jarang terjadi. Misalnya pada laserasi, maserasi, dan devaskularisasi pankreasaa yang dapat terjadi akibat trauma, akan dapat menyebabkan timbulnya pankreatitis.
Infeksi
Beberapa sarjana menemukan bakteri di dalam empedu, yang diguna merupakan penyebab yang mengaktivasi enzim pankreas. Beberapa bakteri yang diduga menyebabkan pankreatitis adalah : Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes, streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeroginosa. Dengan penyuntikan Escherchia coli atau mengadakan ligasi duktus pankreatikus dapat menimbulkan nekrosis pankreas akut. Selain itu, infeksi virus mungkin pula menyebabkan pankreatitis akut, seperti pada morbili tang dapat disertai dengan pankreatitis, begitu pula pada hepatitis virus aktif.
Dari berbagai penyebab tersebut, diduga yang terbanyak menimbulkan pankreatitis akut ialah penyakit bilier dan alkoholime. Tetapi bagaimana mekanisme terjadinya, sampai saat ini masih belum jelas benar.

C. Patofisiologi
Berbagai macam teori telah dikemukakan untuk menerangkan timbulnya pankreatitis akut, tetapi banyak penelitian yang sependapat bahwa timbulnya pankreatitis akut disebabkan oleh autodigesti enzim pankreas.
Sebagaimana diketahui bahwa duktus pankreatikus dan duktus koledokus bermuara pada tempat yang sama, yaitu ampula vateri. Berdasarkan penelitian pada binatang percobaan dengan melakukan penyumbatan di ampula, maka terjadi refluks empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreatikus. Ada dugaan bahwa empedu tersebutakan mengaktivasi tripsinogen menjadi tripsin. Tripsin inilah yang diduga memegang peranan penting timbulnya pankreatitis akut. Dengan terjadinya refluks enzim, terutama tripsin, ke dalam duktus pankreatikus maka terjadi edema pada pankreas. Tripsin sendiri tidak merusak jaringan, tetapi mengaktivasi dua macam enzim lain, yaitu fosfolipase A dan B, yang pada waktu sekresi empedu akan mengubah lesitin menjadi lisolesitin. Lisolesitin akan merusak lapisan memban fosfolipid. Tripsin juga mengaktifasi elastase. Elastase menyebabkan gangguan vaskularisasi yang hebat sehingga timbul perdarahan hebat pada pankreatitis.
Tripsi sendiri terdapat di dalam duodenum dalam bentuk tidak aktif yaitu tripsinogen, dan baru aktif setelah kontak dengan enterokinase. Dan adanya refluks di dalam duodenum yang mengandung enzim-enzim , termasuk tripsin, ke duktus pankreatikus, maka dapattimbul pankreatitis. Jadi kesimpulannya ialah dengan terjadinya refluks tipsin ke dalam saluran pankreas akan mengaktivasi fosfolipaseA dan elastase yang menimbulkan terjadinya edema, nekrosis dan perdarahan pada pankreas.
D. Gejala klinis
Gambaran khas pankreatitis akut ialah, timbulnya selalu mendadak berat, dengan keluhan nyeri yang hebat di daerah epigastrum. Sifat nyeri timbulnya mendadak dan terus menerus, seperti tertusuk-tusuk dan terbakar, yang mulai di epigastrum kemudian menjalar ke punggung, kadang-kadng sampai ke bahu kanan. Beberapa jam kemudian perasaan nyeri tersebut menjalar ke seluruh perut dan dirasakan tegang, kadang-kadang pindah ke hipokondrium kanan (sehingga mudah keliru dengan kolesistitis), atau juga ke perut bagian bawah. Untuk mengurangi perasaan nyeri, penderita tidur membungkukkan badan. Sebagai faktor presipitasi biasanya ialah, makan terlalu banyak atau terlalu banyak minum alkohol, gangguan emosi, berbagai macam stress psikis.
Timbul demam disertai dengan mual dan muntah. Kadang-kadang ada obtipasi pada hari-hari pertama serangan. Rasa dingin pada ekstremitas. Pada penderita yang berat, timbul sianosis pada ekstremitas.
Pada pemeriksaan fisis,tampak penderita yang kesakitan di daerah perut. Terdapat kenaikan suhu badan sekitar 39°, tetapi tidak pernah melebihi 40°C. Pada penderita sakit berat, nadi teraba cepat, volum nadi menurun, tensi menurun, kulit penderita menjadi dingin dan lembab. Pada penderita yang dalm keadaan kritis, mungkin terjadi perubahan warna kulit, ada yang menjadi pucat, kebiru-biruan, sampai bercak-bercak kuning kecoklatan karena ekimosis. Hal tersebut mungkin dapat dijumpai di daerah pinggang yang disebut tanda Gray Turner. Atau juga dapat terlihat di sekitar umbilikus, dan disebut tanda Cullen, yang biasanya baru terlihat pada hari ke 5-7 dari saat mulainya penyakit. Gambaran semacam ini menandakan timbulnya pankreatitis hemoragik. Pada penderita yang akaut biasanya di sertai dengan ikterus yanng ringan, yang akan menghilang dalam beberapa hari. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kompresi duktus koledokus. Kompresi tersebut akan menghilang bila edema di pankreas menghilang.
Dinding perut terlihat tegang, mula-mula di epigastrum, yang kemudian menjalas ke seluruh perut dan terjadilah nyeri tekan. Adanya massa di epigastrum ditemukan pada 10-20% penderita.
Pada auskultasi biasanya terdapat peristaltik yang normal. Tapi pada ±20% penderita, peristaltik usus terdengar makin berkurang atau menghilang terutama pada penderita dengan nekrosis yang berat.
E. Laboratorium
Darah. -Ditemukan kenaikan jumlah leukosit sekitar 10.000/mm³, jarang sekali melebihi 30.000/mm³. Apabila dijumpai anemia, maka biasanya menunjukan tanda perdarahan yang berat. Kenaikan serum bilirubin di atas 1,5mg% dijumpai pada 50% atau lebih penderita dengan etiologi kelainan traktus biliaris.
Kadar amilase. –Rata-rata 2 jam setelah timbulnya gejala pankreatitis, terjai kenaikan kadar serum amilase. Kadar ini tetap tinggi pada 24-48 jam, sedangkan kadarnya dalam urin tetap tinggi sampai 72 jam. Kenaikan kadar amilase bila lebih dari 10 hari harus dipertimbangkan adanya kompikasi atau nekrosis pankreas. Bila kadar amilase dalam serum seseorang sebesar 5 kali nilai normalnya, dapat dipastikan orang tersebut menderita pankreatitis akut.
Kadar lipase. – Kadar lipase dalam serum juga meninggi. Kenaikan kadar lipase ini paralel dengan kenaikan serum amilase.
Kadar kalsium. –Timbulnya hipokalsimia pada hari kedua atau lebih menunjukan adanya nekrosis pankreas. Apabila kadar kalsium lebih rendah dari 7,0 mg, berarti prognosisnya jeles. Dengan timbulnya hipokalsimia akan timbul tanda-tanda tetani. Tidak adanya kalsium dalam urin dipakai sebagia diagnosis dini pankreatitis akut.
Kadar gula darah. –Kadar gula darah meninggi pada 15-25% penderita. Hal ini disebabkan karena terdapat kenaikan kadar glukagon.
F. Pemeriksaan penunjang diagnostik lain
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan sebagai saran penunjang diagnostik, yaitu :
Radiologis
Pemeriksaan foto rontgen polos perut paling mudah dilaksanakan. Tampak adanya dilatasi di kolon transversum atau dilatasi di kolon asenden, disebut tanda colon cut off. Hal ini disebabkan terjadinya eksudasi pankreas sehingga timbul spasme di tempat tersebut di atas. Karena eksudasi pankreas, maka usus halus di sekitar pankreas mengalami dilatasi dan terisi udara, disebut tanda sentinel loop. Pada gastroduodenografi akan dapat dilihat pelebaran kurve duodenal, yang disebabkan oleh edema kaput pankreas.
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mudah dilaksanakan. Gambaran ultrasonografi pankreatitis akut tampak pelebaran menyeluruh pankreas , maka tampak densitas gema menurun. Secara ultrasonografi dapat diikuti perkembangan pankreatitis.
Computed tomograpi
Hasil pemeriksaan CT, tampak pankreas yang lebih melebar dari normalnya.
Diagnosis banding
Pankreatitis akut dapat digolongkan pada kelainan abdomen akut, oleh karena itu perlu dipertimbangkan dengan penyakit lain, yaitu:
-perforasi ulkus peptik
-kelainan empedu dan salurannya (kolesistitis akut, kolelitiasis yang memberi keluhan kolik)
-apendisitis retrosekal
-infark miokard dinding inferior
Terapi
Terapi dibagi 2 bagian, yaitu terapi konservatif, pembedahan
Terapi konservatif
Bertujuan untuk
-mengurangi rasa nyeri
Petidin dapat mengurangi spasme sfingter. Di sampingitu perlu diberi pula atropi sulfat, yang merupakan kombinasi yang baik dengan petidin.
-mengurangi sekresi pankreasperlu dilakukan pengurasan isi lambung untuk mengurangi rangsangan asam lambung. Selama beberapa hari penderita jangan diberikan makan peroral, yang bertujuan mencegah rangsangan pada lambung dan duodenum. Penderita perlu diberi propantelin 15-30 mg dengan maksud mencegah sekresi asam lambung dan sekresi enzim-enzim pankreas.
-mencegah infeksi sekunder
Pemberian antibiotik tak berpengaruh terhadap penyakitnya sendiri, tapi diperlukan untuk mencegah kemungkinan renjatan septik. Tertasiklin dapat diberikan secara oral. Pemberian aprotinin (trasilol) pada penderita pankreatitis akut merupakan obat pilihan. Dosis trasilol yang diberikan ialah, pada permulaannya diberikan 500.000KIU intravena, kemudian disusul 200.000 KIU intravena tiap 6 jam, selama 5 hari
-menghilangkan shock / renjatan akibat gangguan elektrolit yang mungkin timbul.
Untuk menghilangkan rejatan perlu diberikan cairan infus pada penderida dan perlu diberi transfusi darah, ekspander plasma. Atau bila perlu diberi non-adrenalin untuk menaikkan tekanan darah. Bila ditemukan hipokalsemimia, maka penderita perlu diberi kalsium glukonat 10%.
G. Komplikasi
Komplikasi pankreatitis akut dapat timbul pada saat serangan pertama kali atau selama sakit. Adapun komplikasi yang sering terjadi ialah:
Shock (renjatan)
Renjatan merupakan komplikasi yang tersering. Pankreatitis akut menyebabkan bertambahnya eksudasi pankreas ke dalam ruang retroperitoneal dan intraperitoneal yang dapat mempengaruhi volum intravaskular sehingga timbul hipotensi dan renjatan.
Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan dapat timbul sebagai akibat terlalu seringnya muntah-muntah sehingga timbul sindrom Mallory Weiss. Dapat juga terjadi perdarahan difus di duodenum sebagai akibat rangsangan edema kaput pankreas yang sedang dalam keadaam inflamasi.
Hepatitis
Hepatitis juga dapat timbul pada pankreatitis akut, sebagai proses kolestasis ekstra hepatik.
Komplikasi di paru
Komplikasi di paru dapat timbul pada waktu serangan pertama pankreatitis akut, yaitu timbul efusi pleura sebagai akibat ekstravasasi cairan pankreas ke dalam pleura.
Obstruksi saluran empedu
Sebagai akibat pankreatitis akut, terjadi edema pada pankreas. Bila edema di kaput pankreas demikian hebat, maka dapat menyebabkan obstruksi di saluran empedu. Selain itu obstruksi ini juga timbul karena adanya batu di duktus koledokus sendiri.
Komplikasi pada jantung
Komplikasi pada jantung dapat berupa iskemia, miokarditis, infark miokard.
Komplikasi pada kolon
Sebagi akibat eksudasi pankreas, menyebabkan spasme pada kolon transversum terutama di dekat fleksura hepatis.
Komplikasi pada intestin
Eksudasi pada pankreas dapat juga mempengaruhi intestin dan menyebabkan timbulnya tanda-tanda ileus. Eksudasi pankreas dapat juga melalui mesenterium dan kemungkinan menyebabkan obstruksi pada duodenum, sehingga timbul sindrom arteria mesentrika superior.
H. Prognosis
Pankreatitis akut mungkin dapat digolongkan sebagai penyakit yang sedang, bila disertai dengan edema interstisial dari kelenjar; atau dapat pula meupakan penyakit berat dan fatal bola disertai dengan nekrosis masif atau perdarahan. Pada penyakit yang disertai dengan edema interstisial, angka kematiannya± 5%. Tetapi pada penyakit dengan perdarahan atau nekrosis yangmasif, angka kematian dapat sampai 85%. Prognosis jelek pada penderita yang lanjut usianya atau pankreatitis yang disusul dengan tindakan pembedahan. Prognosis juga jelek juga bila penderita juga menderita penyakit kardiovaskular.

PANKREATITIS KRONIK
A. Definisi
Pankreatitis kronik adalah suatu proses inflamasi kronik pada pankreas disertai salh astu fungsi gejala, yaitu kalsifikasi, diabetes melitus, steatorea. Penyakit ini dapat disamakan dengan penyakit ginjal yang kronik atau penyakit hati yang kronik yang sudah lanjut, yang bersifat ireversibel, progresif, sklerotik, dengan berbagai macam penyebab penyakit.
Pankreatitis kronik dapat timbul sendiri sejak permulaan sakit sebagai penyakit yang kronik,atau merupakan kelanjutan dari suatu relapsing pankreatitis akut atau kalau ada sebagai akibat kelanjutan dari pankreatitis akut, sesuatu yang jarang terjadi. Penyakit ini memberikan cacad (sequelle) baik anatomis maupun fungsional, meskipun penyakitnya telah hilang. Jadi pankreatitis kronik memberikan satu atau lebih gejala yang menyertainya, yaitu kalsifikasi, diabetes, steatoria.

B. Etiologi
Pada umumnya penyebab pankreatitis kronik adalah sama seperti penyebab dari pankreatitis akut. 10-30% penyebabnya tak diketahui jelas. Yang sering disebut-sebut ialah karena alkoholisme dan karena kelainan atau penhyakit pada saluran empedu.
1. Alkoholisme
Di negara yang banyak ditemukan alkoholisme, juga banyajk ditemukan penderita pankreatitis kronik
2. Penyakit pada saluran empedu
Penderita dengan kelainan saluran empedu misalnya adanya batu dalam saluran, terutama yang lokalisasinya di ampula vateri, menyebabkan terjadinya sumbatan pada duktus pankretikus, sehingga sekresi enzim akan berlebihan dan mengakibatkan perangsangan yang berlebihan pada pankreas, terjadilah pankreatitis.
3. Faktor mekanis
Adanya sumbatan pada saluran pankreas dari luar misalnya oleh neoplasma (ekstraduktal), dapat merangsang timbulnya pankreatitis kronik.
4. Faktor nutrisi
Di negara yang sedikit meminum alkohol, faktor nutrisi merupakan faktor penyebab timbulnya pankreatitis kronik. Bagaimana mekanisme timbulnya penyakit ini yang disebabkan malnutrisi dan hiperlipidemia, sampai sekarang masih belum jelas.
5. Faktor autoimun
Terbukti pada penderita pankreatitis, di dalam darahnya ditemukan auto-antibodi yang khas. Teori ini diperkuat dengan penemuan peninggian kadar glukagon dalam serum penderita diabetes melitus yang disertai dengan pankreatitis kronik.
6. Sebab-sebab lain
a. Infeksi; misalnya infeksi oleh bakteri tifus, abdominalis, atau karena virus morbili.
b. Obat-obat; misalnya krolotiazid, steroid dan lain-lainnya.
c. Hormon; misalnya pada penderita hiperparatirodisme akan timbul deposit kalsium dalam pankreas yang akan menyumbat duktus pankreatikus sehingga timbul pankreatitis kronik.

C. Patologi
Pada permulaan penyakit terlihat berbagai macam gambaran patologis, tetapi pada stadium akhir penyakit ini diperoleh gambaran, di antaranya:
1. Sirosis pankreas
Terjadi pengerasan organ pankreas, terutama pada kaputnya. Mula-mula terjadi pembesaran dan mengalami fibrosis kemudian mengecil dan mengers seperti batu. Pada keadaan demikian si penderita umumnya dapat tidak mempunyai keluhan sama sekali.
2. Pankreatolitiasis
Banyak ditemukan pada penderita peminum alkohol (±90%). Komponennya terdiri atas garam karbonat yang tertimbun, terutama di saluran pankreas. Jarang ada yang tertimbun dalam parenkim.

D. Gejala klinis
Pankreatitis kronik biasanya ditenukan pada usia 30-40 tahun.tetapi dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak atau pada usia >40 tahun.
Kaum pria biasanya lebih sering menderita penyakit ini dibanding kaum wanita.
Penderita biasanya mengeluh nyeri diperut bagian atas. Sifat nyeri seperti kolik yang kemudian menetap dengan ekserbasi yang tidak menentu munculnya. Lokalisasi rasa nyeri ialah di daerah epigastrum yang menjalar ke punggung atau bahu. Rasa nyeri hebat tersebut disertai dengan mualdan muntah, yang kadang-kadang disertai menggigil dan takikardia. Ada kalanya penderita mengeluh sesak nafas, yang timbul karena bertambahnya gas di dalam perut yang menekan ke atas. Seringkali keluhan di perut hanya samar- samar, berupa rasa tak enak atau nyeri yang tak khas di perut bagian atas. Pada proses yang sudah lanjut akan timbul kalsifikasi, steatorea dan diabetes melitus. Jadi pada keadaan demikian penderita akan mengeluh sering mengalami diare atau steatorea, serta keluhan seorang penderita diabetes melitus. Berat badan penderita makin menurun.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan penderita yang tampak kesakitan, gelisah pada saat timbul serangan. Gizi yang kurang, kurus, suhu badan sedikit meninggi, dan takikardia. Mungkib pula ditemukan seorang penderita dalam keadaan shock atau tetani atau penderita dengan tanda-tanda dehidrasi, yaitu bila keadaan sudah lanjut. Pada ±15% penderita ditemukan ikterus yang ringan, disebabkan penekanan duktus koledokus oleh pembengkakan pankreas. Pemeriksaan di abdomen menunjukan rasa nyeri tekan terutama di perut bagian atas. Dinding perut agak tegang, meteoristik.
E. Laboratorium
Darah. –tak diperoleh tanda yang khas. Jumlah leukosit juga sedikit meninggi pada ¾ penderita. Walaupun demikian terdapat berbagai perubahan lain sebagai berikut :
Kadar serum amilase. Terdapat kenaikan kadar serum amilase. Pada 67,7% penderita ditemukan kenaikan sekitar 600-800 satuan sommogyl. Puncak peninggian kadar amilase darah dicapai 24-72 jam setelah serangan sakit dan turun kembali sampai normal setelah 6 hari. Selain peninggian amilase serum juga disertai peninggian amilase pada urin. Peninggian amilase dalam urin mempunyai arti bila melebihi 900 satua sommogyl.
Kadar kalsium. Kadar kalsium serum biasanya menurun. Penurunan kalsium baru terjadi pada hari ke 5-10. Pemeriksaan ini menentukan prognosis daripada diagnosis.
Kadar tripsin. Kadar serum tripsin meninggi.
SGOT. SGOT meninggi 2/3 penderita.
Kadar gula darah. Pada keadaan yang sudah lanjut, terdapat peninggian gula darah.
Tinja. Dalam tinja ditemukan bertambahnya kadar lemak, hal ini berati danya tanda-tanda steatore. Tinja berbau lemak busuk,dan tampak terapung.
Urin. Pada pemeriksaan urin rutin, bila ditemukan redukdi positif berarti diabetes melitus yang menyertai pankreatitis kronik.
Pemeriksaan sarana penunjang diagnostik
1. Radiologi
Pada foto polos abdomen kadang-kadang tidak ditemukan kelainan. Tetapi pada keadaan yang lanjut akn ditemukan kelainan berupa kalkuli dan kalsifikasi pada saluran panreas atau pada parenkimnya.
2. Ultrasonografi
Gambaran pankreatitis kronik secara ultrasonografi akan tampak pembengkakan seluruh bagian pankreas dengan gema yang heterogen, disertai pelebaran saluran pankreas yang melebar berkelok-kelok. Selain itu, kadng-kadang ditemukan kalsifikasi pankreas, yang secara ultrasonografi tampak sebagai massa berdensitas tinggi yang disertai bayangan akustik.
3. Computed tomografy (CT)
Secara CT tampak pembengkakan seluruh bagian pankreas denganpelebaran saluran pankreas yang terisi kalsifikasi.
4. Endoscopic retrograde choledocho pancreaticography (ERCP)
Gambaran pankreatitis kronik secara ERCP tampak pelebaran saluran pankreas yang berkelok-kelok, ditemukan kalsifikasi intraduktal. Selain itu dengan cara ini pula dapat diaspirasi cairan pankreas untuk pemeriksaan biokimia dan sitologi.
F. Komplikasi
Komplikasi pada umumnya terjadi pada stadium akhir pankreatitis kronik, dan juga bergantung pada luasnya kerusakan pankreas. Komplikasi yang sering terjadi yaitu :
1. Gangguan metabolisme
Pada pankreatitis kronik yang disertai steatorea akan terjadi defisiensi vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E,K), sehingga timbul keluhan karenanya, antara lain terjadi gangguan fungsi retina akibat defisiensi vitamin A, timbul gejala tetani akibat defisiensi vitamin D, da lain-lain. Selain itu jugadapat terjadi gangguan metabolisme bahan mineral, antara lain kalsium, magnesium.
2. Komplikaso pada gastrointestinal
Sebagai akibat fibrosis di kaput pankreas dapat menybabkan obstruksi saluran empedu, sehingga timbul gejala ikterus obstruksi. Pankreatitis kronik dengan kalsikasi mungkin dapat menyebabkan timbulnya trombosis di vena porta, vena lienalis, sehingga dapat terjadi sistem kolateral, ang mungkin dapat menyebabkan timbulnya perdarahan varises esofagus atau lambung.
3. Komplikasi diabetes
Pankreatitis kronik yang disertai tanda-tanda diabetes melitus, dapat timbul komplikasi sebagai akibat dari diabetesnya sendiri.
4. Karsinoma pankreas
Adanya kalsifikasi yang menyertai pankreatitis kronik, merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya karsinoma.
5. Komplikasi lain
Komplikasi lain yaitu terjadinya kista semu (pseudocyst), abses, nekrosis pankreas (agak jarang terjadi).

G. Diagnosis banding
Apabila penderitanya merasakan nyeri di abdomen bagian atas, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis/ kolelitiasis, ulkus peptik yang mengalami perforasi, obstruksi usus halus, trombosis mesenterium, apendistitis retrosekal.
Pada penderita pankreatitis kronik dengan steotorea perlu dipikirkan adult coeliac disease, karsinoma pankreas, penyakit whipple.
Apabila pada penderita ditemukan kalkuli dan kalsifikasi, maka perlu dipikirkan kemungkinan batu saluran empedu, nefrolitiasis, kalsifikasi kelenjar getah bening.
Diagnosis
Diagnosis pankreatitis kronik sering sekali sulit ditentukan, terutama pada permulaan serangan. Tetapi pada keadaan yang sudah lanjut,selain adanya rasa nyeri di perut bagian atas juga disertai gejala trias yaitu adanya diabetes melitus, steatorea dan kalsifikasi maka dalam keadaan demikian tidak sulit untuk membuat diagnosis.
Walaupun belum timbul gejala trias seperti tersebut, tetapi bila ditemukan penderita dengan rasa nyeri hebat di epigastrum yang menjalar ke belakang, dengan kelainan laboratorium berupa peninggian kadar amilase darah dan urin, kadar kalsium menurun, maka perlu dipikirkan kemungkinan pankreatitis. Lebih-lebih lagi bila disertai tanda diabetes melitus dan steatorea, maka diagnosis pankreatitis kronik makin pasti.
Pada gastroduodenografi terdapat pelebaran suodenal loop, terutama bila ditemukan kalsifikasi atau kalkuli maka makin pasti diagnosis pankreatitiskronik.
H. Terapi
Terapi untuk pankreatitis kronik dapat dibagi atas 2 bagian yaitu konservatif dan pembedahan.
Terapi konservatif
Cara terapi ini dilakukan sebagai berikut :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri dapat diberikan petidin, dan disamping itu dapat pula dikombinasikan dengan atropi sulfat.
2. Diet, pada saat serangan sebaiknya penderita jangan diberi makan dan minum, tetapi diberikan cairan infus. Bila serangan nyeri hilang, dapat diberi makanan cair, lembek, tapi jangan sampai kenyang. Lemak dibatasi 50-70 gr/hari. Protein diberikan sampai 120 gr/hari. Penderita dilarang makan atau minum yang umengandung alkohol.
3. Obat-obat, diberikan antasid/antikolenergiktiap ½ jam sebelum makan atau sebelum tidur. Maksudnya untuk mengurangi sekresi asam lambung, sehingga perangsangan terhadap pankreas juga berkurang. Perlu jyga diberikan substitusi enzim pankreas, untuk mencegah terjadinya steatorea. Selain itu sedatif perlu diberikan agar penderita dapat istirahat.
Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan perlu dilakukan, apabila penderita terdapat indikasi :
1. Serangan semakin sering timbul dan makin berat, atau
2. Timbulnya komplikasi kista semu atau abses pada pancreas.


Kolesistitis
• Definisi
Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.
• Epidemiologi
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk. insidensi kolesistitis di Negara Indonesia relative lebih rendah di banding negara-negara barat.
• Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.Adapun penyebab lainnya seperti kepekatan cairan empedu,kolesterol,lisolesitin dan progstaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
• Patogenesis
Umumnya kolesistitis sangat berhubungan dengan kolelithiasis. Kolesistitis dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan akibat jejas kimia.
Kolesistitis Akut
A. Definisi
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam (Pridady, 2006).
B. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperikan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain demam tifoid dan diabetes mellitus (Pridady, 2006).
C. Patofisiologi
- Kolesistitis akut (AC) merupakan suatu peradangan akut dari kandung empedu (GB), disebabkan oleh banyak hal oleh terhalangnya saluran kistik, menyebabkan inflamasi akut dari dinding kandung empedu; yang biasa penyebab obstruksi adalah batu empedu. AC adalah salah satu komplikasi utama cholelithiasis. Proses peradangan diawali dengan terhalang calculous di duktus cystikus dan colum kandung empedu. Mekanisme yang tepat mulainya peradangan kandung empedu tidak diketahui.
- Mikroorganisme diidentifikasi dalam 80% kasus awal dalam perjalanan penyakit; Escherichia coli merupakan organisme utama yang ditemukan; organisme lain meliputi batang aerobik gram negatif, enterococci, dan sejumlah Anaerob. Invasi bakteri tidak dianggap sebagai acara utama, karena dalam 20% dari pasien, tidak ada pertumbuhan bakteri terjadi pada spesimen bedah. 2 konsensus umum bahwa infeksi bakteri sekunder adalah peristiwa, bukan memulai satu.
- Faktor-faktor yang dapat memulai proses peradangan meliputi pembentukan mediator peradangan (misalnya, lysolecithin dan prostaglandin); peningkatan tekanan intralumen kompromi berkaitan dengan suplai darah dan iritasi kimia oleh asam empedu.
- Resolusi spontan AC dapat terjadi dalam waktu 5-7 hari setelah onset gejala, karena pembentukan kembali dari paten saluran kistik. Pada sebagian besar kasus seperti itu, terjadi penebalan dinding fibrotic GB; ini adalah karakteristik dari kolesistitis kronis. Di lebih dari 90% dari spesimen kolesistektomi, maka pola histologis adalah satu di mana AC adalah kolesistitis kronis. Jika patency duktus cystikus tidak dibangun kembali, infiltrasi sel inflamasi dari dinding GB berkaitan dengan mural dan hemoragik nekrosis mukosa berikut. Gangren kolesistitis dapat dilihat dalam sebanyak 21% kasus.
- Acalculous kolesistitis terjadi dalam pengaturan klinis yang berbeda. Hal ini terjadi lebih sering pada laki-laki (biasanya anak-anak) dan orang yang lebih tua dari 65 tahun. Patofisiologi kolesistitis acalculous belum dipahami dengan baik tetapi mungkin multifaktor. Ini mungkin bahwa kolesistitis acalculous terjadi melalui efek gabungan dari reaksi mediator inflamasi sistemik; lokal atau iskemia jaringan umum; dan stasis empedu.
- Sering kali, faktor predisposisi tempat orang-orang yang beresiko stasis empedu; faktor-faktor tersebut mencakup kelaparan; penggunaan nutrisi parenteral; penggunaan analgesik narkotika dan kurangnya mobilitas di negara-negara pasca-operasi. Hipovolemia dan syok prediposisi pasien untuk iskemia jaringan. Iskemia, seperti terjadi dalam hubungan dengan vaskulitis pembuluh darah kecil, mungkin menjadi penyebab utama acalculous AC; iskemia dapat juga terjadi sebagai komplikasi chemoembolization hepatik. Sering kali, obstruksi duktus kistikus fungsional hadir; halangan tersebut berhubungan dengan peradangan dan viskos empedu. Kompresi ekstrinsik mungkin memainkan peran dalam pengembangan stasis empedu.
- Pada sebagian besar pasien dengan colesistitis akut acalculous, terjadi infeksi sekunder oleh flora enteric gram negative, namun pada pasien dengan demam tifoid, infeksi oleh organisme Salmonella telah diidentifikasi sebagai acara utama. Kolesistitis terkait AIDS dan cholangiopathy dapat terjadi infeksi sekunder oleh sitomegalovirus (CMV) dan infeksi organisme Cryptosporidium.
- Pada pasien kolesistitis emphysematous, iskemia dari dinding GB diikuti oleh infeksi dengan pembentukan gas oleh organisme yang memproduksi gas dalam lumen GB, di dinding GB, atau keduanya. Pada 30-50% pasien, diabetes melitus sudah ada sebelumnya hadir; laki-laki-wanita rasio 5:1. Gas mungkin akan terbatas pada GB, namun, dalam 20% kasus, gas juga terlihat di seluruh dari cabang bilier. Batu empedu tidak terdapat dalam 30-50% kasus, dan angka kematian adalah 15%. Ada kecenderungan untuk pembentukan gangren dan perforasi, namun gejala klinis ringan; gejala-gejala tersebut dapat menipu. Emphysematous cholecystitis may occur after chemoembolization performed as palliation for hepatocellular carcinoma; after atheromatous embolism during aortography; and after GB hypoperfusion during cardiorespiratory resuscitation. Kolesistitis emphysematous bisa terjadi setelah dilakukan chemoembolization sebagai terapi paliatif untuk karsinoma hepatocellular; setelah emboli atheromatous selama aortography; dan setelah hypoperfusi GB selama resusitasi cardiorespirasi (Nawaz Khan, 2009).

D. Gejala dan Tanda
Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan bagian atas. Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke bahu kanan. Biasanya terdapat mual dan muntah.
Jika menekan perut kanan sebelah atas, penderita akan merasakan nyeri tajam. Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.
Biasanya serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
Gejala lain yang mungkin terjadi meliputi:
• Perut kepenuhan
• Feses seperti dempul
• Demam
• Mual dan muntah
• Ikterus
( Elsevier, 2007)

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan (Pridady, 2006).
Foto polos abdomen tidak memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu yang tidak tembu pandang (radiopak) oleh karena menganding kalisium cukup banyak.
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesisititis akut.
Pemeriksaan USG sebaiknya di kerjakan secara rutin dam sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatic. Nilai kepekaan dan ketepatan USG 90-95%.
Skintigrafi saluran empedu menggunakan zat radioaktif HIDA ata 99n Tc6 iminodiacetik acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapik teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duc.koledokus tanpa gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral dan scintigrafi sangat menyongkong kolesistitis akut.
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG (Pridady, 2006).

F. Komplikasi
• Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung empedu.
• Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan.
• Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

G. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangrene, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 th) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemugkinan banyak timbul komplikasi paska bedah (Pridady, 2006).
H. Pengobatan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septicemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep. Faecalis dan Klebsiella (Pridady, 2006)
Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat di rumah sakit, diberikan cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan maupun minum. Mungkin akan dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar lambung tetap kosong sehingga mengurangi rangsangan terhadap kandung empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin jika dicurigai kolesistitis akut.
Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Jika penderita memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko pembedahan, operasi ditunda dan dilakukan pengobatan terhadap penyakitnya. Jika serangannya mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu kemudian atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung empedu), diperlukan pembedahan segera.
Sebagian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru atau berulang, yang menyerupai serangan kandung empedu, meskipun sudah tidak memiliki kandung empedu. Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan akibat dari fungsi sfingter Oddi yang abnormal. Sfingter Oddi adalah lubang yang mengatur pengaliran empedu ke dalam usus halus.
Rasa nyeri ini mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan di dalam saluran yang disebabkan oleh penahanan aliran empedu atau sekresi pankreas. Untuk melebarkan sfingter Oddi bisa digunakan endoskopi. Hal ini biasanya akan mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan sfingter, tetapi tidak akan membantu penderita yang hanya memiliki nyeri tanpa disertai kelainan pada sfingter. (anonim, 2008).
KOLESISTITIS KRONIK
A. Definisi
Kolesititis kronik lebih sering dijumpai dan sangat erat hubungannya dengan... dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan.
B. Gejala klinis
Diagnosis kolesititis kronok sering sulit ditegakkan oleh karena gejala sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrum dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat mendukung diagnosis.
Diagnosisi banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma kolon kanan, pankreastitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlu dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukan kolesistektomi.
C. Diagnosis
Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan kolangiografi dapat memperlihatkan koletiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopik retrograde choledochopankreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan batu di kandung empedu dan duktus koledokus.
D. Pengobatan
Pada sebagian besar pasien kolesititis kronik dengan atau tanpa batu kandung empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sebelum menyelinap ke keterangan budget sunat laser, silahkan kita menyimak narasi sunat bersama bermacam metodenya. trick sunat sememangnya berbagai, bersama majunya era dan technologi sehingga berkembang jugalah trick di bidang medis. apabila di lihat ke buntut pass tidak sedikit rahasia baru pada jurusan medis yg terlahir sebab penghambaan yg tinggi asal sebanyak cendekiawan kesegaran, demikian berulang di bidang sunatan yg benar-benar pass tinggi angkanya di Indonesia.

Salah wahid trick yg populer dan telah diterapkan kuno oleh hunian Sunatan merupakan rumus klamp, trick ini amat sangat efisien pada wong lanjut usia yg mau mengyunatkan anaknya tidak dengan rasa sakit yg berlebihan dan serentak pulih. resep klamp mengizinkan perbuatan sunat dilaksanakan tidak dengan mesti dijahit dan diperban, klamp telah dgn system modis menukar peran jahitan dan perban.

Tabung yg ada di klamp anak memelihara sirah penis bersama betul maka tak butuh resah anak bakal merasa kesakitan disaat sirah penisnya tergesek lancingan, tak cuma itu, system jepit terhadap klamp dapat memelihara timbil terdedah dgn amat sangat bagus. dgn klamp tak ada infeksi terkuak maka tak bakal berjalan pendarahan atau barah.

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar penyakit kelamin yang anda rasakan, jangan ragu untuk bertanya pada kami karena isi konsultasi aman terjaga, privasi pasien terlindugi, dan anda bisa tenang berkonsultasi langsung dengan kami. Anda dapat menghubungi hotline di (021)-62303060 untuk berbicara dengan ahli Klinik Apollo, atau klik website bawah ini untuk berkonsultasi dengan ahli klinik Apollo.

Rumah sakit andrologi jakarta | Mengatasi kulup panjang

Sunat laser di jakarta | Metode sunat modern di Klinik Apollo

Chat Online | Free Consultasion

Posting Komentar