RSS

REPRODUKSI PRIA

FISIOLOGI
SISTEM REPRODUKSI PRIA


Sistem reproduksi pada laki-laki berkaitan terutama dengan kelangsungan keberadaan spesies manusia. Oleh karena itu, sistem ini berbeda dengan sistem organ lainnya dalam tubuh yang berhubungan dengan homeostatis dan kemampuan bertahan individu. Proses reproduksi pada laki-laki meliputi, maturasi seksual (perangkat fisiologi untuk reproduksi), pembentukan gamet (spermatozoa), dan ejakulasi.

Bagian-bagian dalam sistem reproduksi pria, antara lain :

A. Sepasang Testis

Kelenjar kelamin penghasil sperma dan hormon testosteron. Lokasi testis berada pada skrotum yang memiliki lingkungan suhu lebih rendah beberapa derajat daripada suhu tubuh. Pada kasus cryptorchidism (testis yang masih ada di rongga peritoneum, tidak turun ke skrotum), lingkungan testis menjadi lebih panas yang mengakibatkan tidak dapat menghasilkan sperma yang viabilitasnya baik, karena sperma sangat sensitif terhadap suhu. Testis menghasilkan jutaan sperma setiap hari mulai dari masa pubertas sampai meninggal dunia. Jika tidak dikeluarkan, sel-sel sperma akan mati dan diserap kembali oleh tubuh.


B. Epididimis

Saluran yang baru keluar dari testis disebut epididimis. Saluran ini berjalan berkelok-kelok membentuk suatu gumpalan memanjang menempel di belakang testis. Sel-sel sperma yang telah masak akan ditampung dalam saluran tersebut. Fungsi epididimis ialah sebagai tempat penyimpanan dan pematangan spermatozoa. Sewaktu orgasme dan terjadi ejakulasi, otot polos epididimis berkontraksi, mendorong sperma menuju duktus deferens dan uretra. Umur spermatozoa dalam epididimis kira-kira 1 bulan.

C. Vas Deferens

Saluran vas deferens keluar dari epididimis berjalan lurus meninggalkan kantung buah pelir (testis) untuk menuju rongga panggul. Vas deferens tersebut masuk di daerah lipat paha yang berjalan diantara serabut-serabut otot untuk masuk ke dalam rongga panggul. Di dalam rongga panggul kedua vas deferens kanan-kiri saling mendekat di belakang kantong kemih kemudian menembus kelenjar prostat (glandula prostata) untuk bermuara dalam uretra (saluran air kemih). Selanjutnya sel-sel mani dapat mengalir melalui uretra dalam penis. Jadi, uretra-penis selain mengalirkan air kemih juga mengalirkan sel-sel mani.


D. Penis

Terdiri dari 3 bagian: akar, badan dan glans penis yang membesar yang banyak mengandung ujung-ujung saraf sensorik. Organ ini berfungsi untuk tempat keluar urine dan semen serta sebagai organ kopulasi.
1. Kulit penis tipis dan tidak berambut kecuali di dekat akar organ. Prepusium (kulup) adalah lipatan sirkular kulit longgar yang merentang menutupi glans penis kecuali jika di angkat melalui sirkumsisi. Korona adalah ujung proksima glans penis.

2. Badan penis, badan penis di bentuk dari 3 massa jaringan erektil silindris ; 2 korpus karvenosum dan 1 korpus spongiosum ventral di sekitar uretra.
a. Jaringan erektil adalah jaringan-jaringan ruang darah irregular (venosa sinusoid) yang diperdarahi oleh arteriol aferen dan kapilar, di drainase oleh venula dan di kelilingi jaringan ikat rapat yang disebut tunika albuginea.

b. Korpus Kavernosum dikelilingi jaringan ikat rapat yang disebut tunika aluginea.



3. Mekanisme ereksi penis. Ereksi adalah salah satu fungsi vaskular korpus kavernosum dibawah pengendalian SSO.
a. Jika penis lunak, stimulus simpatis terhadap arteriol penis menyebabkan konstriksi sebagian organ ini, sehingga aliran darah yang melalui penis tetap dan hanya sedikit darah yang masuk ke sinusoid kavernosum.

b. Saat stimulasi mental/seksual, stimulus parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arteriol yang memasuki penis. Lebih banyak darah yang memasuki vena dibandingkan yang dapat di drainase vena.


c. Sinusoid korpus kavernosum berdistensi karena berisi darah dan menekan vena yang dikelilingi tunika albuginea non-distensi.

d. Setelah ejakulasi, impuls simpatis menyebabkanterjadinya vasokonstriksi arteri dan darah akan mengalir ke vena untuk dibawa menjauhi korpus. Penis mengalami detumesensi atau kembali ke kondisi lunak.

E. Kelenjar Tambahan :

Kelenjar tambahan berfungsi untuk mengsekresi cairan yang diperlukan sebagai media berenangnya sperma, mempertahankan kehidupan sperma, dan menetralisir asam. Cairan ini akan bergabung dengan sperma di saat ejakulasi, menghasilkan air mani (semen). Terdapat 3 kelenjar tambahan, yaitu :

1. Vesikula Seminalis
Epitel sekretorik menyekresi bahan mukus yang mengandung fruktosa, asam sitrat, prostaglandin, dan fibrinogen. Setelah itu vas deferens mengeluarkan sperma dan menamabah semen yang diejakulasi, fruktosa, dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan oleh sperma untuk membuahi ovum. Prostaglandin membutuhkan proses pembuahan yang bereaksi dengan mukus serviks dan membuat lebih reseptif (menerima) terhadap gerakan sperma untuk menggerakkan sperma sampai mencapai ke ujung atas tuba fallopi dalam waktu 5 menit.

2. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat menghasilkan cairan encer yang mengandung ion sitrat, ion phosphat, enzim pembeku, dan profibrinosilin. Selama pengisian kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer dapat dikeluarkan untuk menambah lebih banyak jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat memungkinkan untuk keberhasilan fertilisasi (gumpalan) ovum karena cairan vas deferens sedikit asam. Cairan prostat menetralisir sifat asam dari cairan lain setelah ejakulasi. Menghasilkan cairan basa berwarna putih susu. Cairan ini berfungsi untuk menetralkan sifat asam pada saluran vasa eferentia dan cairan pada vagina sehingga sperma dapat bergerak dengan aktif.

3. Kelenjar Cowperi (Bulbouretralis)
Ada sepasang, terletak pada diafragma urogenital di bawah kelenjar prostat, salurannya bermuara di uretra spongiosa, panjangnya 2-5cm, penghasil cairan pelicin.

F. Semen

Cairan semen berasal dari vas deferens dan merupakan cairan yang terakhir diejakulasi. Semen berfungsi untuk mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. Cairan dari vesikula seminalis membuat semen lebih kental. Enzim pembeku dari cairan prostat menyebabkan fibrinogen dari cairan vesikula semenalis membentuk kuagulum yang lemah.
Walaupun sperma dapat hidup beberapa minggu dalam duktus genitalia pria setelah sperma diejakulasi ke dalam semen, akan tetapi jangka hidup sperma maksimal 24-48 jam. Air mani yang normal memiliki beberapa kriteria, antara lain :
a) Berupa cairan yang sedikit kental, warna putih kadang-kadang kekuningan.
b) Volume 3-5 cc.
c) Lebih dari 60 persen sperma bergerak aktif.
d) Jumlah sperma 50-100 juta per cc, bila dibawah 20 juta per cc menunjukkan infertilisasi (tak dapat menghasilkan keturunan).
e) Jumlah sperma yang normal harus lebih besar dari 70 persen.


G. Duktus seminalis

Merupakan kelanjutan dari epididimis ke kanalis inguinalis, kemudian duktus ini berjalan masuk ke dalam rongga perut kemudian ke kandung kemih, di belakang kandung kemih akhirnya bergabung dengan saluran vesika seminalis dan selanjutnya membentuk ejakulatorius, dan bermuara di prostat, panjang duktus deferens 50-60cm berjalan bersama pembuluh darah dan saraf dalam funikulus spermatikus melalui kanalis inguinalis memanjang pada bagian akhir berbentuk kumparan disebut ampula duktus deferentis, terletak dalam osteum fesika seminalis berlanjut sebagai duktus ejakulotorius yang menembus prostat.

H. Uretra

Uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. Berfungsi sebagai saluran pengeluaran air mani. Panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya:
1. Pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.
2. Pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vas deferens.
3. Pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis.
4. Pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis.

I. Skrotum

Sebuah kantung kulit yang menggantung dibawah penis. Tugasnya adalah menyanggah dan melindungi testis. Karena menggantung diluar tubuh, Skrotum juga membuat suhu testis lebih rendah dari suhu tubuh. Kondisi ini menguntungkan karena testis dapat membuat sperma pada kondisi terbaik dalam menjalankan fungsinya, skrotum dapat merubah ukuranya. Bila suhu udara dingin, skrotum akan mengerut dan menyebabkan testis lebih dekat dengan tubuh dan dengan demikian lebih hangat sebaliknya pada cuaca panas, skrotum akan membesar dan mengendur akibatnya luas permukaan skrotum meningkat dan panas dapat di keluarkan.

 J. Fenikulus spermatikus

Merupakn bangunan penyambung yang berisi duktus seminalis, pembuluh limfe dan serabut-serabut saraf.

K. Vasa eferentia

Vasa eferentia merupakan bagian yang berfungsi menampung sperma untuk disalurkan ke epididimis berjumlah antara 10-20 buah.

L. Korpus Spongiosum

Jaringan seperti spons yang bisa membesar dan menegang. Bila hasrat seksual seorang pria meningkat, jaringan ini akan terisi darah dan akibatnya penis membesar dan mengeras. Keadaan ini disebut ereksi. Kemampuan untuk ereksi sangat berperan dalam fungsi reproduksi.


M. Hormon Pada Pria :

1. Hormon Testosteron

Dihasilkan oleh sel interstial yang terletak antara tubulus seminiferus. Sel ini berjumlah sedikit pada bayi dan anak, tetapi banyak terdapat pada pria dewasa.
Setelah pubertas, sel interstial banyak menghasilkan hormon testosteron yang disekresi oleh testis. Sebagian besar testosteron berikatan longgar dengan protein plasma yang terdapat dalam darah dan sebagian terikat pada jaringan yang dibuahi dalam sel menjadi dehidrasi testosteron. Testosteron yang tidak terikat pada jaringan dengan cepat diubah oleh hati menjadi aldosteron dan dehidroepialdosteron. Konjugasi ini disekresi dalam usus melalui empedu ke dalam urin.

Fungsi hormon testosteron :
1. Efek desensus (penempatan) testis.
Hal ini menunjukkan bahwa testosteron merupakan hal yang penting untuk
perkembangan seks pria selama kehidupan manusia dan merupakan faktor
keturunan.

2. Perkembangan seks pria dan sekunder.
Sekresi testosteron setelah pubertas menyebabkan penis, testis, dan skrotum
membesar sampai usia 20 tahun serta mempengaruhi pertumbuhan sifat
seksual sekunder pria mulai pada masa pubertas.

2. Hormon Gonadotropin

Kelenjar hipofisis anterior menghasilkan dua macam hormon, yaitu Lutein Hormon (LH) dan Folikel Stimulating Hormon (FSH). Bila testis dirangsang oleh LH dari kelenjar hipofisis, maka sekresi testosteron selama kehidupan fetus penting untuk peningkatan pembentukan organ seks pria.

3. Hormon Estrogen

Dibentuk dari testosteron dan dirangsang oleh hormon perangsang folikel. Hormon ini memungkinkan spermatogenesis untuk menyekresi protein pengikat endogen untuk mengikat testosteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan lumen tubulus semininferus untuk pematangan sperma.




4. Hormon Pertumbuhan

Diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis secara khusus dan untuk meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis sendiri. Bila tidak terdapat hormon pertumbuhan, maka spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama sekali.

N. Fisiologi Sperma

Mortilitas dan fertilitas sperma terjadi karena gerakan flagella melalui medium cairan. Sperma normal cenderung untuk bergerak lurus daripada berputar. Aktivitas ini ditingkatkan dalam medium netral dan sedikit basa. Pada medium yang sangat asam dapat mematikan sperma dengan cepat. Aktivitas sperma dapat meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu dan kecepatan metabolisme. Sperma pada traktus genetalia wanita hanya dapat hidup 1-2 hari.

O. Spermatogenesis

Tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum yang berukuran kecil dinamakan spermatogenia, menjadi sprematosit, dan membelah diri membentuk 2 spermatosit yang masing-masing mengandung 23 kromosom setelah beberapa minggu menjadi spermatozoa. Spermatid pertama kali dibentuk masih mempunyai sifat umum sel epiteloid kemudian sitoplasma menghilang lalu spermatid memanjang menjadi spermatozoa yang terdiri atas kepala, leher, badan, dan ekor.
Setelah pembentukan tubulus seminiferus, sperma masuk ke seminiferus selama 18 jam-10 hari hingga mengalami proses pematangan. Epididimis menyekresi cairan yang mengandung hormon, enzin, dan gizi yang sangat penting dalam proses pematangan sperma. Sebagian besar terdapat pada vas deferens dan sebagian kecil di dalam epididimis.
Sel sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses kompleks yang disebut dengan spermatogenesis. Secara simultan proses ini memproduksi sperma matang di dalam tubulus seminiferus lewat langkah-langkah berikut ini:
1. Ketika seorang anak laki-laki mencapai pubertas pada usia 11 sampai 14
tahun, sel kelamin jantan primitif yang belum terspesialisasi dan disebut
dengan spermatogonium menjadi diaktifkan oleh sekresi hormon
testosteron.

2. Masing-masing spermatogonium membelah secara mitosis untuk
menghasilkan dua sel anak yang masing-masing berisi 46 kromosom
lengkap.

3. Dua sel anak yang dihasilkan tersebut masing-masing disebut
spermatogonium yang kembali melakukan pembelahan mitosis untuk
menghasilkan sel anak, dan satunya lagi disebut spermatosit primer yang
berukuran lebih besar dan bergerak ke dalam lumen tubulus seminiferus.

4. Spermatosit primer melakukan meiosis untuk menhasilkan dua
spermatosit sekunder yang berukuran lebih kecil dari spermatosit
primer. Spermatosit sekunder ini masing-masing memiliki 23 kromosom yang terdiri atas 22 kromosom tubuh dan satu kromosom kelamin (Y atau X).

5. Kedua spermatosit sekunder tersebut melakukan mitosis untuk
menghasilkan empat sel lagi yang disebut spermatid yang tetap memiliki
23 kromosom.

6. Spermatid kemudian berubah menjadi spermatozoa matang tanpa
mengalami pembelahan dan bersifat haploid (n) 23 kromosom.
Keseluruhan proses spermatogenesis ini menghabiskan waktu sekitar 64 hari.


Sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus yang memiliki panjang 250 m
dalam testes. Sel-sel yang berada di tubulus seminiferus berupa sel germinal dengan bermacam-macam tahap perkembangan dan sel Sertoli yang memberikan dukungan penting pada spermatogenesis. Spermatogenesis adalah proses kompleks sel germinal prmordial spermatogonia (46 kromosom) berproliferasi dan dikonversi menjadi spermatozoa motil (23 kromosom). Prosesnya memerlukan waktu 64 hari dengan 3 tahap: mitosis, meiosis, dan spermiogenesis. Spermatozoa memiliki 4 bagian, yaitu kepala, akrosom, midpiece, dan ekor. Kepala terdiri dari nukleus yang terdapat informasi genetik. Akrosom adalah vesikel pada kepala yang terdapat enzim yang digunakan untuk penetrasi sperma. Akrosom dibentuk dengan agregasi vesikel dihasilkan oleh retikulum endoplasmik/ kompleks golgi. Mobilitas spermatozoa dapat terjadi karena adanya ekor yang panjang yang tumbuh dari sentriol. Pergerakan ekor terjadi hasil dari pergerakan mikrotubul yang menggunakan energi (ATP) dari mitokondria yang berada pada bagian midpiece sperma. Proses spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli.

Fungsi penting sel Sertoli selama proses spermatogenesis antara lain:
1. Sel Sertoli membentuk tight junction sebagai barrier spermatozoa dengan
darah sehingga dapat mencegah pembentukan antibodi yang dapat
menyerang sel spermatozoa (dianggap sebagai zat asing karena haploid,
sel tubuh bersifat diploid).

2. Memberikan makanan.

3. Sel Sertoli berfungsi untuk memfagosit sitoplasma dari spermatid yang
berubah menjadi spermatozoa dan menghancurkan sel germinal yang
rusak.

4. Sel Sertoli membentuk lumen cairan tubulus seminiferus sehingga
sperma dapat dilepaskan dari tubulus ke epididimis untuk disimpan dan
diproses lebih lanjut.

5. Sel Sertoli mensekresi androgen-binding protein (ABP). ABP berfungsi
untuk mempertahankan testosteron tetap berada dalam tubulus
seminiferus, karena testosteron berupa lipid yang mudah keluar dari
membran plasma dan meninggalkan lumen.

6. Menghasilkan hormon inhibin sebagai umpan balik negatif yang
mengontrol sekresi FSH.

 P. Pematangan Sperma

Setelah terbentuk dalam tubulus semeniferus, spema membutuhkan waktu beberapa hari untuk melewati epididimis. Sperma bergerak dari tubulus seminiferus ke bagian awal epididimis selama 18-24 jam. Sperma memiliki kemampuan mortalitas walaupun beberapa faktor menghambat cairan dalam epididimis untuk mencegah mobilitas setelah ejakulasi menyekresi cairan yang mengandung hormon testosteron dan estrogen, enzim-enzim, serta nutrisi khusus untuk pematangan sperma.
Q. Penyimpanan Sperma

Kedua testis dapat membentuk sperma ± 120 juta setiap hari. Sejumlah kecil sperma dapat disimpan dalam epididimis, sedangkan sebagian besar sisanya disimpan dalam vas deferens dan ampula vas deverens sehingga dapat mempertahankan fertilitasnya dalam duktus genitalis selama 1 bulan. Dengan aktivitas seksualitas yang tinggi, penyimpanan hanya beberapa hari saja.

R. Kegiatan Seksual Pria

Rangasangan akhir organ sensorik dan sensasi seksual menyebar melalui saraf pudendus melalui pleksus sakralis dari medula spinalis untuk membantu rangsangan aksi seksual dalam mengirim sinyal ke medula dan berfungsi untuk meningkatkan sensasi seksual yang berasal dari struktur interna. Dorongan seksual akan mengisi organ seksual dengan sekret yang menyebabkan keinginan seksual dengan merangsang kandung kemih dan mukosa uretra.
Unsur psikis rangsangan seksual : sesuai dengan meningkatnya kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan seksual dengan memikirkan/khayalan akan menyebabkan terjadinya aksi seksual sehingga menimbulkan ejakulasi atau pengeluaran sepanjang mimpi/khayalan, terutama usia remaja.
Aksi seksual pada medula spinalis : fungsi otak tidak terlalu penting karena rangsangan genital yang menyebabkan ejakulasi dihasilkan dari mekanisme refleks yang sudah terintegrasi pada medula spinalis lumbalis. Mekanisme ini dapat dirangsang secar psikis dan seksual yang nyata ataupun kombinasi keduanya.

S. Pengaturan Fungsi Reproduksi

Pengaturan fungsi reproduksi dimulai dari pelepasan hormon gonadotropin (GnRH) oleh hipotalamus lalu merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresi Lutein Hormon, hormon perangsang Lutein Hormon (LH), dan Folikel Stimulating Hormon (FSH). Lutein Hormon merupakan rangsangan utama untuk sekresi testosteron oleh testis dan folikel stimulating. Hormon yang disekresi akan merangsang spermatogenesis.
Ejakulasi disertai orgasme merupakan titik kulminasi aksi seksual laki-laki. Semen diejeksikan melalui serangkaian semprotan.
1. Impuls simpatis dari pusat refleks medula spinalis menjalar di sepanjang spinal lumbal (L1 dan L2) menuju organ genital dan menyebabkan kontraksi peristaltik dalam duktus testis epididimis dan duktus deferens. Kontraksi ini menggerakkan sperma di sepanjang saluran.

2. Impuls parasimpatis menjalar pada pusat pudendal dan menyebabkan otot bulbo kavernosum pada dasar penis berkontraksi secara berirama.


3. Kontraksi awal pada vesikel spinalis, prostat, dan kelenjar bolborektalis menyebabkan terjadinya sekresi cairan seminal yang bercampur dengan sperma untuk membentuk semen.

T. Pengaruh GnRH Meningkatkan Sekresi LH dan FSH

Hipotalamus melepaskan Gonadotropin Hormon (GnRH) yang diangkut ke kelenjar hipotalamus anterior untuk merangsang pelepasan LH dan FSH dalam darah porta. Perangsangan hormon ini ditentukan oleh frekuensi dari siklus sekresi dan jumlah GnRH yang dilepas dari setiap siklus. Sekresi LH mengikuti pelepasan GnRH lalu sekresi FSH berubah lebih lambat sebagai respons perubahan jangka panjang GnRH.
Pengaruh hormon gonadotropin terhadap LH dan FSH : hormon ini disekresi oleh sel-sel yang sama dalam kelenjar hipofisis anterior. LH dan FSH adalah glikoprotein yang berkaitan dengan protein dalam molekul yang sangat bervariasi. Dalam keadaan yang berbeda dapat mengubah kemampuan aktivitas dasar LH maupun FSH hingga mengeluarkan pengaruhnya pada jaringan di dalan testis melalui aktivitas pengaktifan sistem enzim khusus dalam sel-sel target berikutnya.

U. Sekresi Metabolisme dan Sifat Kimia

Sekresi androgen dalam tubuh memiliki efek maskulinisasi termasuk testosteron. Aktivitas maskulinisasi dari semua hormon sangat sedikit yaitu kurang dari 5% seluruh aktivitas tubuh pria dewasa. Sifat kimia androgen adalah senyawa steroid untuk testosteron yang dapat dibentuk dari kolesterol langsung dari asetil koenzim A. Setelah testosteron di metabolisme dan disekresi testis, sekitar 97% testosteron akan menjadi lemah ikatannya dengan albumin plasma atau lebih kuat berikatan dengan globulin yang disebut globulin pengikat hormon kelamin dan bersirkulasi dengan darah.
Sebagian besar testosteron yang terikat ke jaringan diubah dalam sel-sel menjadi dehidrotestosteron dalam organ khusus seperti kelenjar prostat pada pria dewasa dan dalam genitalia eksterna pada janin laki-laki. Pembentukan estrogen juga terjadi pada pria. Di samping itu, testosteron dan estrogen juga ditemukan dalam urine pria. Jumlah estrogen dalam cairan tubulus seminiferus cukup tinggi dan menjalankan perannya dalam spermatogenesis.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERNAPASAN

FISIOLOGI PERNAPASAN

Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran , yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksternal : 1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2. Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi pengeluaran CO2 dan memungut lebih banyak O2.

PERNAPASAN JARINGAN ATAU PERNAPASAN INTERNAL
Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida. Perubahan- perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau penapasan jaringan. Udara (atmosfer) yang dihirup : Nitrogen : 79 % Oksigen : 20 % Karbondioksida : 0-0,4 %
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer. Udara yang dihembuskan Nitrogen : 79 % Oksigen : 16 % Karbon dioksida : 4-0,4 Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan)
Daya Muat Udara oleh Paru-paru Besarnya daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5.000 ml atau 4,5 sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu yang dihirup masuk dan dihembuskan ke luar pada pernapasan biasa dengan tenang. Kapasitas tidal. Volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas dan pengeluaran napas paling kuat, disebut kapasitas vital paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru , pada penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan pada kelemahan otot pernapasan.


KECEPATAN DAN PENGENDALIAN PERNAPASAN
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama.
(a) kimiawi
(b) pengendalian oleh saraf.
Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernapasan yang terletak di dalam medula oblongata. Dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot pernapasanyaitu otot diafragma dan otot interkostalis. Pengendalian oleh saraf. Pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radix saraf servikalis impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus dan di bagian yang lebih rendah pada sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah torax melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang kecepatan kira-kira lima belas kali setiap menit. Impuls aferen yang dirangsang oleh pemekaran gelembung udara, diantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di dalam medula.
Pengendalian secara kimiawi Faktor kimiawi ini ialah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan di dalam sumsum sangat peka pada reaksi : kadar alkali darah harus dipertahankan. Karbondioksida adalah produk asam dari metabolisme, dan bahan kimia yang asam ini merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan. Kedua, pengendalian, melalui saraf dan secara kimiawi adalah penting. Tanpa salah satunya orang tak dapat bernafas terus. Dalam hal paralisa otot pernapasan (interkostal, dan diafragma), digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan lainnya untuk melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluarmasukkan paru-paru. Faktor tertentu lainnya menyebabkan penambahan kecepatan dan dalamnya pernapasan.

Gerakan badan yang kuat yang memakai banyak oksigen dalam otot untuk memberi energi yang diperlukan untuk pekerjaan, akan menimbulkan kenaikan pada jumlah karbon dioksida di dalam darah dan akibatnya pembesaran ventilasi paru-paru. Emosi, rasa takut dan sakit misalnya, menyebabkan impuls yang merangsang pusat pernapasan dan menimbulkan penghirupan udara secara kuat. Hal yang kita ketahui semua. Impuls aferen dari kulit menghasilkan efek serupa- bila badan dicelup dalam air dingin atau menerima guyuran air dingin, maka penarikan napas kuat menyusul. Pengendalian secara sadar atas gerakan pernapasan mungkin, tetapi tidak dapat dijalankan lama. Oleh sebab gerakannya adalah otomatik. Suatu usaha untuk menahan napas untuk waktu lama akan gagal karena pertambahan karbondioksida yang melebihi normal di dalam darah akan menimbulkan rasa tak enak.
Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Kalau bernapas secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi-istirahat. Pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan urutannya menjadi : innspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernapasan terbalik. Kecepatan normal setiap menit : Bayi baru lahir 30-40 Dua belas bulan 30 Dari dua sampai lima tahun 24 Orang dewasa 10-20 Gerakan pernapasan. Dua saat terjadi sewaktu pernapasan: (a) inspirasi dan (b) ekspirasi.
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum yang ditimbulkan oleh kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada ke dua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastik mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempes kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak dan alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis. Kebutuhan tubuh akan oksigen


Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut, oksigen dapat diatur menurut keperluan. Orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak mendapatkannya selama lebih dari empat menit akan menyebabkan kerusakan pada otak yang tak dapt diperbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan genting timbul bila misalnya seorang anak menudungi kepala dan mukanya dengan kantong plastik dan menjadi mati lemas. Tetapi bila penyediaan oksigen hanya berkurang, maka pasien menjadi kacau pikiran (menderita anoxia serebralis) Hal ini terjadi pada orang yang bekerja dalam ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, di dalam tank atau ruang ketel uap: oksigen yang ada mereka habiskan dan kalau mereka tidak diberi oksigen untuk bernapas atau tidak dipindahkan ke udara yang normal, maka mereka akan meninggal karena anoxemia atau disingkat anoxia. Istilah lain adalah hipoxemia atau hipoxia. Bila oksigen di dalam darah tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah menjadi kebiru-biruan, bibir, telinga, lengan dan kaki pasien menjadi kebirubiruan dan ia disebut menderita sianosis. Orang yang berusaha bunuh diri dengan memasukkan kepalanya ke dalam oven gas, bukan saja terkena anoxia tetapi ia juga menghirup karbon monoksida yang bersifat racun dan yang segera bergabung dengan hemoglobin sel darah merah, menyingkirkan isi normal oksigen. Dalam hal ini, bibir tidak kebiru-biruan, melainkan merah ceri yang khas. Pengobatan yang diperlukan adalah pengisapan dan pemberian oksigen dalam konsentrasi sampai lima kali jumlah oksigen udara atmosfer atau lima atmosfer.
Sumber :
http://www.scribd.com/doc/8343651/FISIOLOGI-PERNAPASAN



STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM RESPIRASI
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

STRUKUTR SISTEM RESPIRASI
Sistem respirasi terdiri dari:
1. Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan
2. Saluran nafas bagian bawah
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli
3. Alveoli
Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2
4. Sirkulasi paru
Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.
5. Paru
terdiri dari :
a. Saluran nafas bagian bawah
b. Alveoli
c. Sirkulasi paru


6. Rongga Pleura
Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis
7. Rongga dan dinding dada
Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi.
Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
- Dihangatkan
- Disaring
- Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke
b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah)
d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting :
- Tulang rawan krikoid
- Selaput/pita suara
- Epilotis
- Glotis
b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.
c. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior


Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.
Membran alveolar :
- Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
- Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant.
- Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel
- Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.

Aliran pertukaran gas
Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli - membran dasar -endotel kapiler - plasma - eitrosit. Membran - sitoplasma eritrosit - molekul hemoglobin O² dan Co²
Surfactant
Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.




Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.

Paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
- Otot –otot interkostalis
- Otot – otot pektoralis mayor dan minor
- Otot – otot trapezius
- Otot –otot seratus anterior/posterior
- Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
- Kedua hemi diafragma
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
 Gbr. Anatomi sistem pernafasan

FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU
1. Respirasi : pertukaran gas O² dan CO²
2. Keseimbangan asam basa
3. Keseimbangan cairan
4. Keseimbangan suhu tubuh
5. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi
6. Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin
7. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri


MEKANISME PERNAFASAN
Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada:
1. Tekanan intar-pleural
Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
2. Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai copliance.
Ada dua bentuk compliance:
- Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O
- Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O.

Compliance dapat menurun karena:
- Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru
- Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
- Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas.
3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)
Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas

SIRKULASI PARU
a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit
Ventilasi alveolar = 4 liter/menit Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8
b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.
Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg. Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis
c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial.

TRANSPOR OKSIGEN
1.Hemoglobin
Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk:
- Kelarutan fisik dalam plasma
- Ikatan kimiawi dengan hemoglobin
Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun.
2. Oksigen content
Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 )
- Plasma
- Hemoglobin
REGULASI VENTILASI
Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur:
-Rate impuls Respirasi rate
-Amplitudo impuls Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCO2, pH darah, PaO2
PEMERIKSAAN FUNGSI PARU
Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis
Indikasi klinik:
- Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks
- Payah jantung kanan dan kiri
- Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen
- Penyakit-penyakit neuromuskuler
- Usia lebih dari 55 tahun.

http://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pernapasan/


HISTOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.



Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia

 dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh. epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.
epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.
Gbr.epitel trakea dipotong memanjang

 Gbr.epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

Bronkus
Mukosa bronkus secara tructural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.
 Gbr.epitel bronkus

Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.



Gbr.bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

 Gbr.alveolus

Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

Gbr.sawar udara-kapiler

Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pencernaan 2

SISTEM PENCERNAAN 2
FISIOLOGI USUS HALUS DAN USUS BESAR

A. SISTEM TUBUH MANUSIA
Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit, dan zat gizi tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh makanan harus digerakkan sepanjang saluran pencernaan dengan kecepatan yang sesuai agar langsung fungsi pencernaan dan absorpsi.




B. USUS HALUS
SIFAT – SIFAT DINDING HALUS

Gambar di atas potongan dinding usus yang khas menunjukkan lapisan-lapisan sebagai berikut dari luar dalam: (1) serosa, (2) lapisan otot longitudinal, (3) lapisan otot sirkular, (4) submukosa, dan (5) mukosa. Selain itu lapisan serabut otot polos yang tipis muskularis mukosae teletak pada lapisan dalam mukosa. Fungsi motoris usus dilakukan oleh berbagai lapisan otot polos.
SIFAT-SIFAT OTOT POLOS USUS
Beberapa sifat khas otot polos pada usus adalah sebagai berikut:
Sinsitium Fungsional adalah serabut-serabut otot polos usus satu sama lain sangat berdekatan sekali. Sekitar 12 persen permukaan membrannya sebenarnya bersatu dengan membran serabut otot yang berdekatan dalam bentuk neksus. Pengukuran tranpor ion melalui daerah yang berhubungan erat ini menunjukkan resistensi listriknya sangat rendah, sedemikian rendah sehingga arus listrik intrasel dapat berjalan sangat mudah dari satu serabut otot polos ke serabut lainnya. Sehingga otot polos saluran pencernaan melakukan sinsitium fungsional yang berarti bahwa potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya dihantarkan dari serabut ke serabut.
Kontraksi Otot Intestinalis adalah otot polos saluran pencernaan menunujukkan kontraksi tonik dan kontraksi ritmik, Keduanya adalah sifat dari sebagian besar jenis otot polos.
Kontraksi tonik bersifat kontinu berlangsung bermenit-menit atau malahan berjam-jam, kadang-kadang meningkatkan atau menurunkan intensitas tetapi walaupun demikian tetap kontinu. Kontraksi ini bisa disebabkan oleh serangkaian potensial aksi atau oleh perangsangan nonelektrogenik oleh hormon. Intensitas kontraksi tonik pada setiap segmen usus menentukan jumlah tekanan yang terus menerus dalam segmen tersebut dan kontraksi tonik sfingter menentukan jumlah resistensi yang di berikan sfingter terhadap pergerakan isi usus. Dengan jalan ini sfingter pilorus, ileosekalis, dan analis semuanya membantu mengatur pergerakkan makanan dalam usus
Pada berbagai bagian usus kontraksi ritmik otot pada saluran pencernaan terjadi secepat 12 kali per menit atau selambat 3 kali per menit. Frekuensi ini ditentukan oleh ‘’gelombang lambat’’ dalam potensial listrik otot gelombang yang berbeda dari potensial aksi tetapi ia menyebabkan rentetan potensial aksi yang berirama. Kontraksi ritmik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran pencernaan seperti pencampuran makanan atau dorongan peristaltik makanan.
GERAK MENCAMPUR
Pada sebagian besar bagian saluran pencernaan gerak mencampur disebabkan oleh kontraksi lokal segmen kecil dinding usus. Pergerakan ini mengalami modifikasi pada berbagai bagian saluran pencernaan.
GERAK MENDORONG – PERISTALTIK
Gerak dasar mendorong pada saluran pencernaan adalah peristaltis yang di lukiskan dalam gambar 42-3.Suatu cincin kontraksi timbul sekitar usus dan kemudian bergerak ke depan ini mirip dengan meletakkan jari-jari seseorang sekitar tabung tipis yang tegang kemudian menyempitkan jari dan kemudian menggerakkannyake depan sepanjang tabung. Jelas bahwa setiap zat yang terletak didepan cincin kontraksi di gerakkan ke depan.
Peristaltik merupakan sifat yang terdapat pada tabung otot polos sinsitium dan perangsangan pada sembarang tempat menyebabkan cincin kontraksi menyebar ke kedua arah.
Rangsang yang biasa menimbulkan peristaltis adalah peregangan yaitu bila makanan dalam jumlah besar menggumpal pada suatu tempat dalam usus,peregangan merangsang dinding usus 2 sampai 3 cm di atas tempat tersebut dan timbul cincin kontraksi yang memulai pergerakan peristaltik.


Fungsi Pleksus Mienterikus pada peristaltik walaupun peristaltik merupakan sifat dasar semua struktur tabung otot polos peristaltik hanya terjadi lemah pada bagian-bagian saluran pencernaan yang secara kongenital tidak mempunyai pleksus mienterikus. Peristaltik juga sangat tertekan atau terhambat sama sekali pada seluruh usus bila orang di beri atropin untuk melumpuhkan pleksus mienterikus pada dasarnya di bawah pengaturan nervus parasimpatis, intesitas peristaltic, dan kecepatan konduksinya dapat diubah oleh perangsangan parasimpatis.
Oleh karena itu walaupun fenomena dasar peristaltis tidak memerlukan pleksus nervorum mienterikus, namun peristaltis sebenarnya memerlukan pleksus nervorum mienterikus aktif.
C. PERGERAKAN USUS HALUS
Pergerakan usus seperti dimanapun dalam saluran pencernaan dapat di bagi dalam kontraksi pencampur dan kontraksi pendorong. Akan tetapi dalam arti yang luas pembagian ini bersifat artifisial karena pada hakekatnya semua pergerakkan usus halus dapat menyebabkan pencampuran dan pendorongan dalam derajat tertentu.
KONTRAKSI PENCAMPUR (KONTRAKSI SEGMENTASI)
Bila sebagian usus halus di regangkan oleh kimus hal ini menimbulkan kontraksi konsentrik lokal seperti cincin dengan interval sepanjang usus. Kontraksi ritmik ini berlangsung dengan kecepatan 11 sampai 12 per menit dalam duodenum dan secara progresif kecepatannya makin lambat sampai sekitar 7 per menit dalam ileum terminalis. Kontraksi ini menyebabkan “segmentasi” usus halus kadang-kadang membagi usus menjadi segmen dalam jarak teratur yang mempunyai bentuk seperti rantai sosis. Sekelompok kontraksi segmentasi mengadakan relaksasi bila kelompok kontraksi segmentasi yang baru mulai timbul tetapi kontraksi yang terjadi saat ini terjadi pada tempat baru antara kontraksi-kontraksi sebelumnya. Oleh karena itu kontraksi segmentasi “membelah” kimus berkali-kali dalam semenit. Dengan cara ini meningkatkan pencampuran progresif partikel-partikel makanan yang padat dengan sekret usus halus.
GERAKAN PENDORONG
Kimus di dorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Hal ini terjadi pada bagian usus halus manapun dan mereka bergerak ke arah anus dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm per detik jauh lebih cepat pada usus proksimal dan jauh lebih lambat pada usus terminal. Akan tetapi normalnya ia sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berjalan hanya beberapa sentimeter sehingga pergerakkan kimus lambat. Sebagai akibatnya pergerakkan bersih kimus sepanjang usus halus rata-rata hanya 1 cm per menit. Hal ini berarti bahwa dalam keadaan normal di utuhkan 2 sampai 5 jam untuk jalannya kimus dari pilorus ke valva ileosaekalis.
Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkatkan setelah makan. Hal ini sebagai disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam duodenum tetapi juga oleh apa yang dinamakan refleks gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung dan terutama di hantarkan melalui pleksus mienterikus dari lambung turun sepanjang dinding usus halus. Refleks ini meningkatkan kepekaan usus halus termasuk peningkatan gerakan dan sekret.
Refleks peristaltik penyebab umum peristalsis pada usus halus adalah peregangan. Regangan sirkum ferensial usus merangsang reseptor-reseptor pada dinding usus dan hal ini menimbulkan refleks mienterikus lokal yang mulai dengan kontraksi dari otot longitudinal atas jarak beberapa sentimeter diikuti oleh kontraksi otot sirkular. Secara serentak proses kontraksi menyebar kesearah anus dengan proses peristalsis. Pergerakkan kontraksi peristaltik menuruni usus di atur oleh pleksus ini di hambat oleh obat-obatan atau bila pleksus telah berdegenerasi.
Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus seperti yang terjadi pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan “peristaltic rush” yang merupakan gelombang peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam beberapa menit. Gelombang ini dapat menyapu isi usus halus masuk ke kolon dan karena itu menghilangkan zat pengiritasi atau peregangan yang berlebihan pada usus halus.
Fungsi gelombang peristaltik pada usus halus tidak hanya menyebabkan perjalanan kimus ke arah katup ileosekalis tetapi juga menyebabkan penyebaran kimus sepanjang mukosa usus.

FUNGSI KATUP ILEOSEKALIS
Fungsi utama katup ileosekalis adalah mencegah aliran balik feses dari kolon ke dalam usus halus. Seperti di lukiskan dalam gambar 42-7 bibir bibir katup ileosekalis menonjol ke dalam lumen sekum sehingga terpaksa menutup bila sekun terisi. Biasanya katup dapat menahan tekanan balik sebesar 50 sampai 60 cm air.
Dinding ileum dalam beberapa sentimeter sebelum katup ileosekalis mempunyai penebalan otot yang dinamakan sfingter ileosekal. Sfingter ini dalam keadaan normal tetap berkontraksi ringan dan mengosongkan isi ileum perlahan-lahan ke sekum kecuali segera makan bila refleks gastroiliaka memperkuat peristaltik pada ileum. Hormon gastrin yang di keluarkan dari mukosa lambung akibat respon makanan dalam lambung juga mempunyai efek relaksan langsung pada sfingter ileosekal jadi memungkinkan pengosongan pada katup ileosekal memperlama kimus tinggal dalam ileum sehingga mempermudah absorpsi.

Pengaturan fingter ileosekal terutama di atur oleh refleks yang berasal dari sekum. Bila sekum teregang ferjat kontraksi sfingter ileosekal di perkuat yang sangat menghambat pengosongan kimus tambahan dari ileum. Setiap iritan pada sekum juga menyebabkan konstriksi sfingter ileosekal. Misalnya bila orang menderita peradangan apendiks iritasi sisa sekum ini dapat menyebabkan spasme sfingter ileosekal yang demikian kuat sehingga mengambat sempurna pengosongan ileum. Refleks-refleks dari sekum ke sfingter ileosekal ini di perantarai oleh pleksus mienterikus.

D. PERGERAKAN KOLON
Fungsi kolon adalah (1) mengabsorpsi air dan elektrolit dari kimus dan (2) menyimpan feses sampai dapat di keluarkan. Setengah proksimal kolon dilukiskan dalam Gambar 42-8 terutama di hubungkan dengan penyimpanan karena pergeraknan kolon dalam keadaan normal adalah lamban. Namun dengan cara yang lamban ini pergerakannya tetap mempunyai sifat yang sama seperti sifat usus halus dan sekali lagi dapat di bagi dalam pergerakan pencampur dan pergerakan pendorong.


Pencampur-Haustrasi dengan cara yang sama seperti pergerakan segmentasi yang terjadi dalam usus halus, kontraksi sirkular yang besar juga terjadi pada usus besar. Pada setiap tempat konstriksi ini sekitar 2,5 cm otot sirkular berkontraksi kadang-kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tertutup. Pada saat yang sama otot longitudinal kolon yang terkumpul dalam tuga pita longitudinal yang di namakan tenia koli berkontraksi. Kontraksi gabungan otot polos sirkular dan longitudinal ini menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol ke luar menjadi seperti kantong yang di namakan haustrasi. Kontraksi haustfal setelah di mulai biasanya mencapai intensitas puncak sekitar 30 detik dan kemudian menghilang selama 30 detik dan kemudian menghilang selama 60 menit berikutnya. Mereka kadang-kadang juga bergerak lambat ke arah anus selama masa kontraksinya setelah beberapa menit kemudian konstraksi haustral yang baru terjadi dekat daerah tersebut tetapi tidak pada daerah yang sama. Oleh karena itu feses dalam usus besar dengan lambat “di aduk” dan di putar dengan cara yang banyak persamaannya seperti seseorang menyekop tanah. Dengan cara ini semua feses secara bertahap terpapar permukaan usus besar dan cairan secara progresif di absorpsi sampai hanya tersisa 80 sampai 150 ml yang hilang dalam fesesdari 800 kimus per hari.
Pergerakan Pendorong – “Mass Movement” gelombang peristaltik yang sejenis dengan usus halis tidak terdapat pada kolon sebagai gantinya terdapat jenis pergerakan lain yang di namakan “mass movement” yang mendorong feses ke arah anus. Pergerakan ini biasanya terjadi hanya beberapa kali setiap hari paling banyak selama sekitar 15 menit selama jam pertama atau lebih setelah makan pagi.
“Mass movement” di tandai oleh rangkain peristaltik sebagai berikut: Pertama, tempat konstrinsik terjadi pada tempat dalam kolon yang teregang atau iritasi. Segera setelah itu 20 cm atau lebih kolon distal dari yang berkontriksi, berkontraksi hampir sebagai satu unit mendorong massa feses pada segmen ini secara keseluruhan menuruni kolon. Permulaan kontraksi sempurna sekitar 30 detik dan relaksasi kemudian terjadi selama dua atau tiga menit kemudian “Mass movement” dapat terjadi pada setiap bagian kolon walaupun paling sering terjadi pada kolon transversum atau kolon desenden. Bila “Mass movement” mendorong feses ke rektum terasa keinginan untuk defekasi.
Pemulaian ”Mass Movement” oleh refleks gastrokolika dan Duodenokolika” timbulnya “Mass Movement“ setelah makan di sebabkan paling tidak sebagian oleh apa yang dinamakan refleks gastrokolika dan duodenokolika. Refleks-refleks ini akibat dari peregangan lambung dan duodenum dan mereka terutama di hantar melalui pleksus mienterikus.
Iritasi dalam kolon juga dapat memulai “mass movement” yang kuat. Misalnya seseorang yang menderita tukak pada kolon (kolitis ulserativa) sering mempunyai “mass movement” yang menetap hampir setiap saat.

E. DEFEKASI
Di bagian terbesar waktu rektum tidak mengandung feses hal ini sebagian akibat kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan antara sigmoid dan kolon desenden dan rektum.Akan tetapi bila “mass movement” mendorong feses masuk rektum kontraksi refleks rektum, sigmoid dan kolon desenden dan juga relaksasi sfingterani.


Pendorongan massa feses terus menerus melalui anus di cegah oleh kontraksi tonik dari (1) sfingter ani internus, suatu massa sirkular otot polos yang terletak tepat di sebelah dalam anus dan (2) sfingter ani eksternus yang terdiri atas otot lurik volunter yang mengelilingi dan terletak sedikit distal terhadap sfingter ani internus dan di atur oleh sistem saraf somatik sehinggaa di bawah pengaturan volunter biasanya defekasi akibat dari refleks defekasi.

F. SEKRESI USUS HALUS
SEKRESI MUKUS OLEH KELENJAR BRUNNER DAN OLEH SEL MUKOSA PERMUKAAN USUS HALUS
Suatu kelenjar mukosa komposita yang tersebar luas yang di namakan kelenjar brunner terdapat pada beberapa sentimeter pertama duodenum terutama antara pilorus dan papila vateri tempat getah pankreas dan empedu di kosongkan ke dalam empedu. Kelenjar ini menyekresi mukus akibat respon terhadap: (1) rangsang taktil langsung atau rangsangan iritasi pada mukosa yang bersangkutan, (2) perangsangan vagus yang menyebabkan sekresi bersamaan dengan peningkatan sekresi lambung dan (3) hormon-hormon usus khususnya sekretin. Fungsi mukus yang yang di sekresi oleh kelenjar brunner adalah melindungi dinding duodenum dari pencernaan oleh getah pankreas dan respon mereka yang kuat dan cepat terhadap rangsang iritasi khususnya cocok untuk tujuan ini.
Kelenjar Brunner di hambat oleh perangsang simpatis oleh karena itu perangsang seperti ini mungkin menyebabkan bulbus duodeni tidak terlindung san mungkin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan daerah saluran pencernaan ini merupakan tempat tukak peptik pada sekitar 50 persen kasus.
Mukus juga di sekresi dalam jumlah besar oleh sel-sel goblet yang terletak banyak pada permukaan mukosa usus. Sekresi ini terutama akibat rangsangan taktil langsung atau kimia pada mukosa oleh kimus. Mukus tambahan juga di sekresi oleh sel goblet dalamkelenjar usus yang di namai kripti Lieberkuhn. Sekresi ini mungkin di atur terutamg oleh refleks saraf lokal.
SEKRESI GETAH PENCERNAAN USUS-KRIPTI LIEBERKUHN
Terletak pada semua permukaan usus halus dengan kekecualian daerah kelenjar Brunner duodenum terdapat kiptus kecil-kecil yang dinamakan kripti lieberkuhn, salah satu di antara kripti ini di lukiskan dalam gambar 43-11. Sekresi usus di duga bentuk oleh sel-sel epitel kripti tersebut dengan kecepatan sekitar 2000 ml per hari. Sekresi hampir murni cairan ekstrasel dan mempunyai Ph netral dengan batas 6,5 sampai 7.5. Sekresi ini dengan cepat direabsorpsi oleh vili.Sirkulasi cairan dari kripti sampai vili ini sebenarnya mensuplai alat tranpor seperti air untuk absorpsi zat-zat dari usus halus yang merupakan salah satu fungsi utama usus halus.
Enzim-enzim dalam sekresi usus halus bila sekresi usus halus di kumpulkan tanpa debris sel mereka hampir tidak mempunyai enzim. Akan tetapi sel-sel epitel mukosa mengandung enzim-enzim pencernaan dalam jumlah besar yang mencernakan zat-zat makanan sementara mereka di absorpsi melalui epitel. Enzim-enzim ini adalah sebagai berikut: (1) beberapa peptidase untuk pemecahan polipeptida menjadi asam amino, (2)empat enzim untuk pemecahan disakarida menjadi monosakarida –sukrase, maltase, isomaltase, dan taktase. Dan (3) sejumlah kecil lipase usus untuk pemecahan lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak. Sebagian besar tetapi tidak semua enzim-enzim tersebut terutama terdapat pada “Brush border”sel epitel. Oleh karena mereka di duga menyebabkan hidrolisis makanan di luar permukaan mikrovili sebelum di absorpsi dalam bentuk hasil akhir pencernaan.

PENGATURAN SEKRESI USUS HALUS
Sejauh ini terpenting untuk pengaturan sekresi usus halus adalah berbagai refleks saraf lokal. Khususnya penting adalah peregangan usus halus yang kripti lieberkuhn. Selain itu rangsangan taktil dan iriatif dapat mengakibatkan sekresi yang banyak. Oleh karena itu sebgian besar sekresi dalam usus halus terjadi secara sederhana akibat respon adanya kimus dalam usus.
SEKRESI USUS BESAR
Sekresi Mukus mukosa usus besar seperti mukosa usus halus di lapisi oleh kripti Lieberkuhn tetapi sel-sel epitel hampir tidak mengandung enzim sebagai gantinya mereka hampir seluruhnya diliputi oleh sel goblet. Pada permukaan epitel usus besar juga terdapat banyak sel goblet yang terbesar di antara sel-sel epitel lainnya.
Oleh karena itu satu-satunya sekresi yang bermakna dalam usus besar adalah mukus. Kecepatan sekresi terutama di atur oleh perangsang taktil langsung sel goblet pada permukaan mukosa dan oleh refleks saraf lokal yang menuju ke sel goblet dalam kripti Lieberkuhn. Akan tetapi perangsangan nerviarigentes yang membawa persarafan parasimpatis ke setengah distal usus besar juga menyebabkan peningkatan jelas dalam sekresi mukus. Hal ini terjadi bersama-sama dengan peningkatan motilitas yang telah di bicarakan dalam bab sebelumnya. Oleh karena itu selama perangsangan parasimpatis yang ekstrim yang sering di sebabkan oleh gangguan emosi yang berat, mukus yang di sekresi ke dalam usus besar sedemikian banyak sehingga sering berdefekasi dengan mukus yang seperti tali setiap 30 menit mukus mengandung sedikit atau tidak mengandung feses.
Mukus dalam usus besar sebenarnya melindungi dinding terhadap ekskoriasi tetapi selain itu berperan sebagai media pelekat agar bahan feses saling bersatu. Selanjutnya ia melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang besar yang berlangsung di dalam feses dan mukus di tambah sekresi yang bersifat alkali (ph 8,0) juga memberikan sawar terhadap asam yang di bentuk dalam feses yang mencegah penyerangan dinding usus.
Sekresi Air dan Elektrolit sebagai respon terhadap iritasi bila suatu segmen usus besar mengalami iritasi hebat seperti yang terjadi bila infeksi bakteri meghebat selama enteritis bakterialis mukosa kemudian mensekresi air dan elektrolit dalam jumlah besar selain larutan mukus normal yang kental. Zat ini terjadi bekerja mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan feses yang cepat menuju ke anus. Hasilnya biasanya berupa diare disertai kehilangan banyak air dan elektrolit tetapi juga penyembuhan dari penyakit yang lebih awal di bandingkan bila hal ini terjadi.

G. MEKANISME DASAR ABSORPSI
Absorpsi melalui mukosa saluran pencernaan terjadi dengan transpor aktif dan difusi, seperti halnya yang terdapat pada membran lain. Singkatnya transpor aktif memberikan energi untuk mengerakkan zat melintasi suatu membran, sehingga zat ini dapat di gerakkan melawan perbedaan konsentrasi atau melawan potensial listrik. Sebaliknya istilah “difusi” berarti transpor sederhana zat melalui membran sebagai akibat pergerakan molekul mengikuti bukan melawan perbedaan elektrokimia.


ABSORPSI DALAM USUS HALUS
Dalam keadaan normal absorpsi dari usus halus setiap hari terdiri atas beratus-ratus gram karbohidrat 100 gram atau lebih lemak, 50 sampai 100 gram ion dan 8 atau 9 liter air. Akan tetapi kapasitas absorpsi usus halus jauh lebih besar daripada ini: sebanyak beberapa kilogram karbohidrat per hari 500 sampai 1000 gram lemak per hari, 500 sampai 700 gram asam amino per hari dan 20 liter air atau lebih per hari. Selain itu usus besar dapat mengabsorpsi lebih banyak air dan ion-ion walaupun hampir tanpa zat gizi.
ABSORPSI AIR
Absorpsi Isosmotik ialah air ditanspor melalui membran usus halus seluruhnya dengan proses difusi, selanjutnya difusi ini mengikuti hukum osmosis yang berlaku.Karena zat yang terlarut di tranpor aktif dari lumen usus ke dalam darah, tranpor ini menurunkan tekanan osmotik kimus tetapi air berdifusi demikian mudah melalui membran usus yang hampir saat itu juga “mengikuti” zat yang di absorpsi masuk ke sirkulasi. Oleh karena itu waktu ion dan zat gizi di absorpsi air yang secara “isoosmotik” di absorpsi. Dengan cara ini tidak hanya ion dan zat gizi yang hampir seluruhnya di absorpsi sebelum kimus melewati usus halus tetapi juga hampir semua air di absorpsi.
ABSORPSI ION
Tranpor Aktif Natrium dua puluh sampai 30 gram natrium di sekresi ke dalam sekret usus setiap hari. Selain itu orang normal makan 5 sampai 8 gram natrium setiap hari. Gabungan kedua keadaan ini usus halus mengabsorpsi 25 sampai 35 gram natrium setiap hari yang merupakan sekitar satu per tujuh dari semua natrium yang terdapat dalam tubuh.
Mekanisme dasar absorpsi natrium dari usus di lukiskan dalam Gambar 44-8. Daya penggerak untuk absorpsi natrium di sediakan oleh transpor aktif natrium dari dalam sel epitel melalui dinding samping sel tersebut masuk ke ruang intersel. Hal ini di lukiskan oleh panah balik yang tebal dalam gambar 44-8. Transpor aktif mematuhi hukum transpor aktif yang umum: ia membutuhkan suatu pembawa, ia membutuhkan energi dan ia dikatalisis oleh enzim-enzim pembawa-ATPase yang sesuai dalam membran sel.
Transpor aktif natrium mengurangi konsentrasi di dalam sel sampai mencapai nilai yang rendah kemudian menyebabkan natrium berdifusi dari kimus melalui “brush border”sel epitel masuk ke sitoplasma sel epitel.Ia masih menyebabkan lebih banyak natrium yang secara aktif di transpor keluar intersel.
Langkah selanjutnya dalam proses tranpor adalah osmosis air keluar sel epitel masuk ke ruang intersel. Pergerakan ini di sebabkan oleh selisih osmotik yang di timbulkan oleh pengurangan konsentrasi natrium didalam sel dan peningkatan konsentrasi di dalam ruang intersel. Pergerakan osmotik air menimbulkan arus cairan masuk ke dalam ruang intersel, kemudian melalui membrana basalis epitel dan akhirnya masuk ke dalam sirkulasi darah vili. Air yang baru berdifusi bersama natrium melalui “brush border” sel epitel menggantikan air yang mengalir masuk ruang intersel.
Transpor Klorida pada sebagian besar usus halus transpor klorida berlangsung dengan difusi pasif.Transpor ion natrium melalui epitel menimbulkan elektronegativitas dalam kimus dan elektropsitivitas pada bagian basal sel epitel. Kemudian ion klorida bergerak mengikuti selisih listrik ini mengikuti ion natrium.
Akan tetapi sel-sel epitel ileum distalis dan usus besar mempunyai kemampuan khusus secara aktif mengabsorpsi ion klorida. Akan tetapi hal ini terjadi dengan cara mekanisme transpor aktif yang bergabung erat tempat sejumlah ion bikarbonat dalam jumlah setara disekresi. Mekanisme ini mungkin bertujuan menyediakan ion bikarbonat untuk menetralkan hasil-hasil asam yang di bentuk oleh bakteri khususnya dalam usus besar.
Absorpsi io-ion lain ion kalsium secara aktif di absorpsi khususnya dari duodenum dan absorpsi ion kalsium jelas di atur sesuai dengan kebutuhan tubuh akan kalsium oleh hormon paratiroid yang di sekresi oleh kelenjar paratiroid dan oleh vitamin D.
Ion besi secara aktif juga di absorpsi dari usus halus. Kalium, magnesium, fosfat, dan mungkin ion-ion lainnya juga dapat secara aktif di absorpsi melalui mukosa.
ABSORPSI ZAT GIZI
Absorpsi karbohidrat pada hakekatnya semua karbohidrat di absorpsi dalam bentuk monosakarida hanya sebagian kecil dari satu persen di absorpsi sebagai disakarida dan hampir tidak ada yang di absorpsi sebagai senyawa karbohidrat yang besar. Selanjutnya sedikit absorpsi karbohidrat yang berasal dari difusi karena pori-pori mukosa pada hakekatnya tidak permeabel terhadap solut yang larut dalam air dengan berat molekul yang lebih besar dari 100 .
Mekanisme absorpsi monosakarida kita tetap tidak mengetahui mekanisme yang tepat mengenai absorpsi monosakarida tetapi kita tahu bahwa kebanyakan transpor monosakarida menjadi terhambat bila transpor natrium di hambat. Sehingga di anggap bahwa energi yang di perlukan bagi kebanyakan tranpor monosakarida sebenarnya di selenggarakan oleh sistem transpor natrium. Suatu teori yang mencoba menerangkan ini adalah sebagai berikut: Telah diketahui bahwa pengangkut bagi tranpor glukosa dan monosakarida lain terutama galaktosa terdapat di dalam “brush border” sel epitel. Tetapi pengangkut ini tak akan mengangkut tak akan mengangkut glukosa bila tak ada tranpor natrium. Sehingga dianggap bahwa pengangkut ini mempunyai tempat reseptor untuk molekul glukosa dan ion natrium serta bahwa ia tak akan mentranspor glukosa ke dalam sel jika tempat reseptor untuk natrium tak diisi secara simultan. Energi untuk menimbulkan gerakan pembawa dari luar membran ke dalam berasal dari perbedaan konsentrasi natrium antara di luar dan di dalam yaitu karena natrium berdifusi ke dalam sel ia “menarik” pembawa dan glukosa bersamanya jadi memberikan energi untuk mengangkut glukosa .Karena alasannya jelas penjelasan ini di namai teori ko-transpor natrium untuk transpor glukosa.
Absorpsi Protein hampir semua protein di absorpsi dalam bentuk asam amino. Empat sistem pembawa yang berbeda mentranspor asam amino berbeda. Salah satu mentranspor asam amino netral kedua mentranspor asam amino basa, ketiga mentranspor asam amino asam dan keempat mempunyai spesifisitas untuk dua asam amino prolin dan hidroksiprolin.
Transpor asam amino, seperti transpor glukosa, terjadi hanya dengan adanya tranpor natrium bersamaan. Selanjutnya, sistem pembawa untuk tranpor asam amino, seperti untuk tranpor glukosa, ‘terletak pada brush border’ sel epitel. Diduga bahwa asam amino ditranpor oleh mekanisme kontranspor natrium yang sama sepertiyang telah dijelaskan di atas untuk tranpor glukosa. Yaitu, teori ini mengemukakan bahwa pembawa mempunyai tempat reseptor bagi molekul asam amino dan ion natrium. Hanya bila kedua tempat tersebut terisi, pembawa akan bergerak ke bagian dalam sel. Karena selisih natrium sebelah menyebelah ‘brush border’, difusi natrium yang masuk ke dalam sel manarik pembawa dan ia mengikat asam amino ke dalam, tempat asam amino terperangkap. Oleh karena itu, konsentrasinya meningkat di dalam sel, dan kemudian berdifusi melalui sisi atau basis sel masuk darah porta.
Absorpsi Lemak. Pada permulaan bab ini telah dijelaskan bahwa lemak yang dicernakan membentuk monogliserida dan asam lemak bebas, kedua zat hasil akhir pencernaan ini terutama larut dalam bagian lipid misel asam empedu. Karena ukuran misel ini dan juga karena muatannya sangat besar di bagian luar, mereka larut dalam kimus. Dalam bentuk ini, monogliserida dan asam lemak ditranpor ke permukaan sel epitel. Waktu mengadakan kontrak dengan permukaan ini, monogliserida dan asam lemak, keduanya dengan cepat berdifusi melalui membrane epitel, meninggalkan misel asam empedu tetap dalam kimus. Misel ini kemudian berdifusi kembali ke dalam kimus dan terus mengasorpsi monogliserida dan asam lemak, dan hal yang sama juga mentranspor zat-zat ini ke sel epitel. Jadi, asam empedu melakukan fungsi “pengangkut”, yang sangat penting untuk absorpsi lemak. Dengan adanya banyak asam empedu, kira-kira 97 persen lemak diabsorpsi; tanpa adanya asam empedu, hanya 50 sampai 60 persen yang diabsorpsi dalam keadaan normal.
Mekanisme absorpsi monogliserida dan asam lemak melalui ‘brush border’ didasarkan bukti bahwa kedua zat tersebut sangat larut dalam lemak. Oleh karena itu, mereka larut dalam membrane dan berdifusi ke bagian dalam sel.
Setelah masuk ke dalam sel epitel, banyak monogliserida dicernakan lebih lanjut menjadi gliserol dan asam lemak oleh lipase sel epitel. Kemudian, asam lemak bebas dibentuk kembali oleh retikulum endoplasma menjadi terigliserida. Hamper semua gliserol yang digunakan untuk tujuan ini disintesis denovo dari alfa-gliserofosfat. Akan tetapi, sejumlah kecil gliserol asli dari monogliserida terdapat dalam trigliserida yang baru disintesis.
Setelah terbentuk, trigliserida terkumpul dalam butiran bersama dengan kolesterol yang diabsorpsi, fosfolipid yang diabsorpsi, dan fosfolipid yang baru disintesis. Masing-masing zat tersebut diliputi oleh selubung protein. ß lipoprotein yang digunakan juga disintesis oleh retikulum endoplasma. Massa berbutir ini, bersama dengan selubung protein, dikeluarkan dari sisi sel epitel masuk ruang intersel dan dari sini berjalan masuk lakteal sentral vili. Butiran seperti ini dinamakan kilomikron. Selubung protein kilomikron membuat mereka hidrofilik, memungkinkan stabilitas suspense yang layak dalam cairan ekstrasel.
Transpor Kilomikron dalam Limfe. Dari bawah sel epitel, kilomikron masuk kr dalam lakteal sentralia vili dan didorong bersama limfe oleh pompa pembuluh limfe ke atas melalui duktus torasikus untuk dimasukkan ke vena-vena besar pada leher.
ABSORPSI DALAM USUS BESAR; PEMBENTUKAN FESES
Kira-kira 500 sampai 1000 ml. kimus melalui katup ileosekalis masuk usus besar setiap hari. Sebagian besar air dan elektrolit dalam kimus diabsorpsi dalam kolon, hanya menyisakan 50 sampai 200 ml. cairan untuk diekskresi dalam feses.
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada setengah proksimal kolon, sehingga daerah ini dinamakan kolon absorpsi, sedangkan kolon distal pada dasarnya berfungsi untuk penyimpan dan oleh karena itu dinamakan kolon penyimpan.
Absorpsi dan Sekresi Elektrolit dan Air. Mukosa usus besar, seperti mukosa usus halus, mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk absorpsi aktif natrium dan potensial listrik yang ditimbulkan oleh absorpsi natrium menyebabkan absorpsi klorida. Selain itu, seperti pada bagian distal usus halus, mukosa usus besar secara aktif mengabsorpsi ion klorida tambahan dalam jumlah kecil. Bikarbonat membantu menetralkan hasil akhir kerja bakteri dalam kolon yang bersifat asam.
Absorpsi ion natrium dan klorida menghasilkan perbedaan osmotik diantara kedua sisi mukosa usus besar, yang sebaliknya menyebabkan absorpsi air.
Kerja Bakteri pada Kolon. Banyak bakteri, khususnya hasil kolon, terdapat pada kolon absorpsi. Zat yang dibentuk sebagai hasil aktivitas bakteri adalah vitamin K, vitamin B1 2, tiamin, riboflavin, dan berbagai gas yang menimbulkan flatus pada kolon. Vitamin K khususnya penting, karena jumlah vitamin ini dalam makanan yang dimakan dalam keadaan normal tidak cukup untuk mempertahankan koagualasi darah yang adekuat.
Susunan Feses. Dalam keadaan normal feses sekitar tiga per empat merupakan air dan satu per empat zat padat yang terdiri atas sekitar 30 persen bakteri yang mati, 10 sampai 20 persen lemak, 10 sampai 20 persen zat organik, 2 sampai 3 persen protein, dan 30 persen sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicernakan dan unsur-unsur kering getah pencernaan, seperti pigmen empedu dan sel epitel yang mengelupas.
Warna feses yang coklat disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin, yang merupakan derivate bilirubin. Bau terutama disebabkan oleh hasil kerja bakteri; hasil ini berbeda-beda dari satu orang ke orang lain, tergantung pada flora bakteri kolon orang tersebut dan pada jenis makanan yang dimakan. Hasil yang sebenarnya member bau adalah indol, skatol, merkaptan, dan hydrogen sulfide.



H. GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN
1. MALABSORPSI USUS HALUS “SPRUE”
Kadang-kadang, zat gizi tidak secara adekuat diabsorpsi dari usus halus walaupun makanan dicernakan dengan baik. Beberapa penyakit dapat menyebabkan pengurangan daya absorpsi mukosa; penyakit-penyakit ini diklasifikasikan bersama dengan nama umum sprue. Memang, malabsorpsi juga dapat terjadi bila sebagian besar usus halus dibuang.
Salah satu jenis sprue, yang dengan berbagai cara dinamakan sprue idiopatik, penyakit seliak (pada anak-anak), atau enteropati gluten, akibat efek toksik gluten yang terdapat pada jenis butir gandum tertentu, khususnya “wheat dan rye” (jenis gandum). Gluten menyebabkan destruksi vili. Sebagai akibatnya, vili menjadi tumpul atau hilang sama sekali, jadi sangat mengurangi luas absorpsi usus. Pembuangan tepung gandum dan “rye” dari diet, khususnya pada anak-anak dengan penyakit ini, seringkali menimbulkan penyembuhan yang menakjubkan dalam beberapa minggu.
Malabsorpsi pada Sprue. Pada stadium permulaan sprue, absorpsi lemak lebih terganggu daripada absorpsi hasil pencernaan lainnya. Lemak yang terdapat dalam feses hampir seluruhnya dalam bentuk sabun bukan lemak netral yang tidak dicernakan, menggambarkan bahwa masalahnya adalah absorpsi bukan pada pencernaan. Pada stadium sprue ini, keadaan ini sering dinamakan steatore idiopatik, yang berarti bahwa terlalu banyak lemak dalam feses sebagai akibat dari penyebab yang tidak diketahui.
Pada kasus sprue yang lebih berat, absorpsi protein, karbohidrat, kalsium, vitamin K, asam folat, dan vitamin B1 2, serta banyak zat penting lainnya sangat terganggu. Sebagai akibatnya, orang menderita (1) defisiensi zat gizi berat, sering berkembang menjadi atrofi jaringan yang berat, (2) osteomalasia (demineralisasi tulang karena kekurangan kalsium), (3) koagulasi darah yang tidak adekuat akibat kekurangan vitamin K, dan (4) anemia makrositik jenis anemia pernisiosa, Karena kekurangan absorpsi vitamin B1 2 dan asam folat.
2. KONSTIPASI
Konstipasi berarti pergerakan feses yang lambat melalui usus besar, dan sering dihubungkan dengan feses yang keras, kering dan berjumlah besar pada kolon desenden yang tertimbun karena absorpsi cairan yang berlangsung lama.
Penyebab konstipasi yang sering terjadi adalah kebiasaan defekasi yang tidak teratur yang timbul akibat penghambatan reflex defekasi normal waktu hidup. Bayi yang baru lahir jarang mengalami konstipasi, tetapi latihan pada permulaan tahun kehidupan dibutuhkan agar dia belajar mengatur defekasi, dan pengaturan ini diefektifkan dengan penghambatan refleks defekasi alamiah. Percobaan klinik menunjukkan bahwa jika seseorang gagal melakukan defekasi, bila refleks defekasi dirangsang atau bila seseorang menggunakan laksansia yang berlebihan untuk melangsungkan fungsi usus normal, refleks itu sendiri secara progresif makin berkurang dalam waktu tertentu dan kolon menjadi atonik. Karena alas an ini, bila seseorang melakukan kebiasaan defekasi secara teratur pada permulaan kehidupannya, defekasi biasanya pada waktu pagi setelah makan pagi waktu refleks gastrokolika dan duodenokolika menyebabkan ‘mass movement’ pada usus besar, umumnya ia dapat mencegah timbulnya konstipasi pada kehidupan selanjutnya.
3. DIARE
Diare, yang merupakan lawan konstipasi, akibat dari pergerakan feses yang cepat melalui usus besar. Penyebab utama diare adalah infeksi pada saluran pencernaan yang dinamakan enteritis.
Pada diare infeksiosa yang umum, infeksi paling luas terdapat pada usus besar dan ujung distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, mukosa sangat teriritasi, dan kecepatan sekresinya sangat bertambah. Selain itu pergerakan dinding usus biasanya meningkat banyak sekali. Sebagai akibatnya sejumlah besar cairan disediakan untuk membersihkan agen infeksi kea rah anus, dan pada saat yang sama, pergerakan mendorong yang kuat mendorong cairan ke depan. Memang, ini merupakan mekanisme penting untuk membersihkan saluran pencernaan dari infeksi yang melemahkan.
Yang khususnya menarik adalah diare yang disebabkan oleh kolera. Toksin kolera langsung merangsang sekresi elektrolit dan cairan berlebihan dari kripti Lieberkühn pada ileum distalis dan kolon, dan secara khusus menambah mekanisme pertukaran bikarbonat-klorida, menyebabkan ion bikarbonat dalam jumlah berlebihan disekresi ke dalam saluran pencernaan. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyulitkan dalam satu hari atau lebih sehingga terjadi kematian. Oleh karena itu, dasar pengobatan terpenting adalah mengganti cairan dan elektrolit secepat kehilangannya. Dengan pengobatan yang tepat dengan cara ini, hampir tidak ada penderita kolera yang meninggal, tetapi tanpa pengobatan ini, 50 persen atau lebih akan meninggal.
4. MUNTAH
Muntah adalah cara saluran pencernaan bagian atas membuang isinya sendiri bila usus teriritasi, teregang, atau terangsang berlebihan. Rangsangan yang menyebabkan muntah dapat terjadi pada setiap saluran pencernaan, meskipun peregangan atau iritasi lambung atau duodenum memberikan rangsangan yang paling kuat. Impuls dihantarkan oleh nervus vagus dan aferen simpatis ke pusat muntah medulla oblongata, yang terletak dekat traktus solitaries kira-kira setinggi nukleus dorsalis motorik vagus. Reaksi motorik yang sesuai kemudian diberikan untuk menyebabkan muntah, dan impuls motorik yang menyebabkan muntah sebenarnya dihantarkan dari pusat muntah melalui saraf otak ke V, VII, IX, X, dan XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen.
Cara Muntah. Waktu pusat muntah sudah cukup dirangsang dan dimulai muntah, efek yang pertama adalah (1) inspirasi dalam, (2) mengangkat os hoideus dan laring untuk mendorong sfingter esophageal terbuka, (3) menutup glotis, dan (4) mengangkat palatum molle untuk menutup nares posterior. Berikutnya timbul kontraksi kuat diafragma yang menuju ke bawah bersama semua otot abdomen. Sebenarnya hal ini memeras lambung antara dua lapisan otot, menimbulkan tekanan intragastrik yang tinggi. Akhirnya, sfingter esophageal relaksasi, memungkinkan pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus.
Jadi, muntah akibat dari kerja pemerasan otot-otot abdomen dihubungkan dengan pembukaan sfingter esophagus sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
5. GAS-GAS DALAM SALURAN PERNCERNAAN (FLATUS)
Gas-gas dapat masuk saluran pencernaan dari tiga sumber: (1) udara yang tertelan, (2) gas-gas yang dibentuk akibat kerja bakteri, dan (3) gas-gas yang berdifusi dari darah masuk saluran pencernaan sebagian besar gas dalam lambung adalah nitrogen dan oksigen yang berasal dari udara yang tertelan, dan sebagian besar gas-gas tersebut dikeluarkan dengan bertahak.
Dalam usus besar, lebih banyak gas-gas berasal dari kerja bakteri; gas-gas ini terutama meliputi karbon dioksida, metana, dan hidrogen. Bila metana dan hidrogen yang sesuai bercampur dengan oksigen dari udara yang ditelan, kadang-kadang terbentuk campuran yang sebenarnya eksplosif.
Makanan tertentu diketahui meyebabkan menghasilkan flaktus yang lebih banyak dari usus besar dibandingkan makanan lain – kacang, kol, bawang, kembang kol, jagung, dan makanan pengiritasi tertentu seperti cuka. Sebagian makanan tersebut – misalnya kacang – merupakan medium yang cocok bagi bakteri pembentuk gas. Khususnya karena ia mengandung jenis karbohidrat yang dapat diragikan dan kurang diserap.
Jumlah gas yang masuk atau yang terbentuk dalam usus besar setiap hari rata-rata 7 sampai 10 liter, sedangkan jumlah rata-rata yang dikeluarkan biasanya hanya sekitar 0,6 liter. Sisanya diabsorpsi melalui mukosa usus. Paling sering, orang mengeluarkan sejumlah besar gas tidak karena aktivitas bakteri yang berlebihan, tetapi karena pergerakan usus besar yang berlebihan oleh iritasi usus, ia menggerakkan gas melalui usus besar sebelum mereka dapat di absorpsi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS